Kabut asap tersebut merembet ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Sehingga hal tersebut menyebabkan kualitas udara di Singapura memasuki tingkatan tidak sehat.
Baca: 5 Fakta Dampak dari Kabut Asap di Riau: Warga Mengungsi hingga Sekolah Diliburkan
Hal tersebut membuat Pemerintah Singapura akan melakukan pembentukan satuan tugas atau satgas (task force) untuk memerangi kabut asap yang telah menyelimuti selama satu pekan terakhir.
Dilansir oleh Kompas.com dari The Straits Times, melaporkan pada Selasa (17/9/2019) pagi, gugus tugas kabut asap itu terdiri dari 28 lembaga pemerintah yang bakal dipimpin oleh Badan Lingkungan Nasional (NEA).
Pembentukan satgas untuk meminimalisir dampak kabut asap serta mempersiapkan penanganan yang tepat dan berjenjang jika kondisi kabut asap memburuk.
NEA menegaskan kesiapan serta kesanggupan untuk menangani kabut asap ini.
Dikutip dari Kompas.com, NEA menerangkan perencanaan sudah ada di tempat untuk melindungi kesehatan warga Singapura terutama kaum manula, ibu hamil, anak-anak, serta penderita gangguan jantung dan paru-paru.
Data terakhir pada Selasa (17/9/2019) pagi, angka PSI berada di rentang 84-91, yang menunjukkan kualitas udara sedang.
Sementara itu, Menteri Lingkungan dan Sumber Daya Air Singapura Massagos Zulkifli mengatakan akan menawarkan bantuan kepada Indonesia untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menyebabkan kabut asap.
Baca: Dampak Kabut Asap di Pontianak, Bandara Supadio Lumpuh, 37 Penerbangan Dibatalkan
"Seperti sebelum-sebelumnya, Singapura siap membantu untuk memadamkan api yang sedang membara. Singapura telah resmi menawarkan bantuan teknis dan akan menerbangkannya jika diminta oleh Indonesia," ujar Massagos, dikutip dari Kompas.com.
Selain itu, ia mengatakan bahwa persoalan kabut asap ini perlu kerja sama yang lebih kuat di antara negara-negara anggota ASEAN.
"Kembalinya kabut asap merupakan peringatan akan seriusnya masalah yang telah mendera ASEAN selama bertahun-tahun. Kabut asap mencemari udara yang kita hirup dan memancakan gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim," kata Massagos.
Sebagaimana diketahui, hingga kini sejumlah titik api di lahan gambut yang tersebar di beberapa wilayah di Bumi Lancang Kuning.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bahwa kabut asp tersebut juga berasal dari karhutla di Jambi dan Sumatera Selatan.
Kabut asap telah membuat kualitas udara di Riau kian memburuk.
Baca: 12 Orang Jadi Korban Kabut Asap Karhutla Riau, di Antaranya Anak-anak dan Ibu Menyusui
Dampak yang dialami akibat kabut asap ini ialah banyaknya masyarakat yang tidak berani keluar rumah akibat kabut asap.
Kabut asap tersebut membuat sejumlah warga mengalami batuk filek, sesak nafas, pusing, demam, dan muntah-muntah.
Selain itu beberapa sekolah di Pekanbaru juga terpaksa harus diliburkan akibat kabut asap karhutla makin pekat.
Tak hanya siswa sekolah, mahasiswa juga turut diliburkan sejak, Kamis (12/9/2019).
Baca: Singapura Keluhkan Kualitas Udara Terancam Akibat Kabut Asap Kebakaran Hutan di Indonesia