Soal Masa Depan Nasib KPK, Begini Sikap UGM, Abraham Samad, Saut Situmorang hingga Mahfud MD

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar aksi membawa keranda berkain hitam dan menabur bunga di lobi gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/9/2019). Aksi tersebut karena memandang bahwa KPK sudah mati dan menunjukkan rasa berduka terkait sejumlah dinamika yang ada di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Banyak pihak menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang dalam situasi genting setelah mulusnya upaya revisi UU KPK oleh DPR.

Sejumlah dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) turut andil dalam menyikapi persoalan itu.

Para civitas akademika UGM menyuarakan perlawanan terhadap upaya pelemahan KPK.

Mereka menggelar pernyataan sikap di Balairung, UGM, Minggu (15/9/2019).

Dalam pernyataan sikap itu, para civitas akademika UGM menuntut DPR maupun pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU KPK.

Sementara itu, mantan Ketua KPK, Abraham Samad, menjelaskan, calon pimpinan KPK cacat yuridis.

Alasannya, pansel capim KPK menghilangkan salah satu syarat yang mengharuskan calon pimpinan melaporkan harta kekayaan.

Dikutip dari Kompas.com, berikut ini sejumlah komentar dari para tokoh terkait polemik revisi UU KPK.

Baca: Cerita Saut Situmorang, Diajak Makan Pecel Setelah Mengundurkan Diri dari Pimpinan KPK

1. UGM tuntut DPR maupun pemerintah hentikan segala upaya pelemahan KPK

Ketua Dewan Guru Besar UGM Prof. Koentjoro saat membacakan pernyataan sikap di Balairung, UGM(KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA)

Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof Koentjoro membacakan pernyataan sikap terkait polemik revisi Undang-undang KPK yang saat ini menjadi sorotan.

“Amanah konstitusi untuk menjaga persatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa mustahil tercapai jika korupsi merajarela,” ujar Koentjoro, di Balairung, Minggu (15/9/2019).

Amanah reformasi telah melahirkan KPK.

Lembaga antirasuah ini tumbuh berkembang bersama demokrasi dan mendapat kepercayaan publik secara luas.

Bahkan, KPK menjadi rujukan international.

Beberapa pekan terakhir, lanjut dia, ada upaya sistematis pelemahan KPK dan gerakan antikorupsi.

Sementara itu, para dosen dan civitas akademika UGM menuntut kepada DPR dan pemerintah agar menghentikan segala tindakan pelemahan terhadap KPK.

“Menghentikan pembahasan RUU KPK, karena prosedur dan subtansinya yang dipaksakan berpotensi meruntuhkan sendi-sendi demokrasi dan menjadi akar dari karut marut persoalan akhir-akhir ini," ujar dia.

Baca: Tanggapan Ernest Prakasa mengenai Revisi UU KPK, Ernest: Jangan Kita Main Dukung, Kritisi Terus

2. Abraham Samad kritik capim KPK cacat yuridis

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/5/2013). Abraham menjelaskan mengenai perkembangan terbaru yang dilakukan KPK yaitu mengenai penahanan Budi Mulya dan Teuku Bagus Mokhamad Noor. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Mantan Ketua KPK, Abraham Samad menyebut, calon pimpinan KPK cacat yuridis karena pansel capim KPK menghilangkan salah satu syarat yang mengharuskan calon pimpinan melaporkan harta kekayaan.

“Bahasa sederhananya saya mau katakan cacat yuridis. Kenapa saya katakan itu, karena ada satu poin yang didegradasi, tidak dijadikan syarat mutlak,” ujar Samad saat menjadi pembicara dalam diskusi dengan tema "Mengawal Integritas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi" di Fakultas Hukum UGM, Selasa (10/09/2019).

Abraham Samad menjelaskan, ada 11 syarat untuk menjadi capim yang diatur dalam Undang-Undang KPK.

Salah satu syaratnya adalah melaporkan harta kekayaan.

Syarat melaporkan harta kekayaan itu bukan hanya bagi calon yang berstatus sebagai penyelenggara negara.

“Bukan khusus penyelenggara negara, tetapi semua capim, termasuk yang sipil. Begitu pula pada saat saya dulu mendaftar capim KPK, yang saat itu posisi saya bukan penyelenggara negara,” kata Samad.

Baca: Pimpinan KPK Serahkan Mandat, Pengamat: Ini Tamparan Keras bagi Presiden

3. Fungsi dewan pengawas KPK dipertanyakan

Abraham Samad juga mempertanyakan wacana pembentukan dewan pengawas KPK yang diatur dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Dewan pengawas, ini makhluk apalagi ini? Jangan-jangan ini makhluk yang turun dari luar angkasa namanya dewan pengawas," kata Samad dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (7/9/2019).

Samad memahami bahwa dewan pengawas dibentuk untuk mengawasi pimpinan KPK, agar tidak menyalahgunakan kewenangan yang dimiliki oleh KPK.

Namun, Samad berpendapat, KPK sudah memiliki sistem saling kontrol di dalam tubuh KPK.

Baca: Revisi UU KPK, Said Didu Kritik Jokowi, Mahfud Bela Jokowi: Saya Kira Pak Didu Keliru

4. Mahfud MD: Komisioner KPK tak bisa serahkan mandat ke Presiden

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menjadi pembicara pada diskusi publik efektifitas pemerintahan Jokowi-JK, di Jakarta Pusat, Rabu (27/5/2015). Diskusi ini membahas pemerintahan Jokowi dalam mengantarkan bangsa Indonesia menuju masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahmud MD menyampaikan, Komisioner KPK tidak bisa menyerahkan mandat kepada presiden.

Alasannya, secara hukum, komisioner KPK bukan mandataris presiden. Hal itu disampaikan Mahfud MD di Yogyakarta, Minggu (15/09/2019).

“Terakhir itu ada berita bahwa pimpinan KPK menyerahkan mandat kepada presiden sehingga KPK secara yuridis dianggap tidak ada yang memimpin. Dan rakyat resah, bagimana nasib perkara-perkara yang sudah berjalan dan sebagainya,” ujar Mahfud MD.

Mahfud menambahkan, Presiden tidak pernah memberikan mandat kepada komisioner KPK.

“Secara hukum, komisioner KPK itu bukan mandataris presiden. Presiden tidak pernah memberikan mandat kepada dia,” katanya.

Baca: Cerita Saut Situmorang, Diajak Makan Pecel Setelah Mengundurkan Diri dari Pimpinan KPK

5. Saut Situmorang soal masa depan nasib KPK

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang, menjelaskan, semua pihak seharusnya duduk bersama untuk membahas masa depan KPK usai tiga orang pimpinan KPK menyerahkan mandat ke presiden.

"Ada kaitan seperti saya bilang di panggung supaya KPK tidak jadi dongeng. Artinya begini nanti kita tunggu saja seperti apa stepnya ke depan beberapa hari kedepan ini saya pikir nanti ada posisi dimana semua pihak harus duduk ya baik baik," kata Saut usai mengisi Pagelaran Dongeng di Hutan Pinus, Mangunan, Bantul, Yogyakarta, Minggu (15/9/2019).

Menurut dia, semua pimpinan KPK memiliki perhitungan tersendiri saat menyerahkan mandat kepada presiden.

(TribunnewsWIKI/Kompas.com/Michael Hangga Wismabrata/Widi Hermawan)



Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer