Dengan terbitnya surpres ini, pemerintah setuju untuk membahas revisi UU KPK bersama DPR.
Surpres berisi penjelasan dari presiden bahwa ia telah menugaskan menteri untuk membahas UU KPK bersama dewan.
"Surpres RUU KPK sudah diteken presiden dan sudah dikirim ke DPR ini tadi," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Rabu (11/9/2019), seperti dikutip dari Kompas.com.
Setelah terbitnya surpres ini, hastag #SaveKPK menjadi trending topik twitter.
Dikutip dari Wartakota, beberapa kekecewaan tidak hanya datang dari tokoh pro kubu oposisi, namun juga datang dari tokoh yang mendukung Presiden Jokowi saat Pilpres 2019.
Baca: Terjadi Kerusuhan di Depan Gedung KPK, Polisi: Pelaku akan Kami Identifikasi
Satu diantaranya yakni komika sekaligus sutradara Ernest Prakasa.
"Ternyata duka cita kita malam ini berganda," tulis Ernest dalam akun twitternya @ernestprakasa Kamis (12/9/2019).
Melalui akun twitternya, Ernest mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap Presiden Jokowi.
“Pak @jokowi, saya kecewa. Amat, sangat, kecewa. #SaveKPK,” kata Ernest.
“Salah satu halangan terbesar pendukung Jokowi untuk mengkritik beliau adalah gengsi. Takut diledekin, Hahaha rasain siapa suruh pilih dia. Sori, kalo gw sih kaga peduli. Ada hal-hal yang lebih penting drpd dengerin begituan,” jelasnya.
Ernest juga menyebutkan jika Surpres membuat dirinya trauma untuk berkomentar mengenai politik.
“Dapet perspektif lain soal presiden vs. DPR soal KPK. Sayangnya nggak bisa gw ceritain. Emang udah bener gw jangan masuk politik, kusut bener dah,” jelas Ernest.
Namun setelah mendengar statement resmi Presiden jokowi terkait Revisi UU KPK, Ernest memberikan tanggapannya kembali.
"Intinya, Pak @jokowi menyetujui sebagian revisi, tapi menolak empat poin penting tersebut. Rasanya udah cukup clear ya. Bahwa apakah setelah ini KPK makin kuat / makin lemah / sama aja, ya harus ditunggu." tulis Ernest.
"So like I said. Jangan putus asa dulu sama Pak Jokowi. Tapi jangan juga kita main dukung2 aja, mari kritisi terus." tambah Ernest.
Selain Ernest Prakasa, wakil ketua KPK Laode M Syarif memberikan responnya dengan penuh kekecewaan.
"Yang dikhawatirkan oleh KPK akhirnya tiba juga. Surat Presiden tentang Persetujuan Revisi UU KPK telah dikirim ke DPR."
"KPK pun tidak diinformasikan pasal-pasal mana saja yang akan diubah. Apakah adab negeri ini telah hilang?" kata Laode M Syarif kepada wartawan, Kamis (12/9/2019).
Laode M Syarif melanjutkan tindakan selanjutnya pimpinan KPK akan minta bertemu antara pemerintah dengan DPR.
Mereka meminta penjelasan mengenai masalah ini.
Baca: Ini Momen Pengibaran Bendera Setengah Tiang Selain untuk Memperingati Meninggalnya Pemimpin Negara
"KPK juga menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu dalam membahas revisi UU KPK ini."
"Tidak ada sedikit transparansi dari DPR dan pemerintah," sesalnya.
"DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi."
"Atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tersebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," tutur Laode M Syarif.
Laode M Syarif mengkhawatirkan jika hal ini dapat menimpa lembaga lain.
"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" tanyanya.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengungkapkan bahwa Surpres telah dikirim pada Rabu (11/9/2019).
"Surpres RUU KPK sudah diteken presiden dan sudah dikirim ke DPR. Intinya bahwa nanti Bapak Presiden jelaskan detail seperti apa," kata Pratikno.
Menurutnya Jokowi memiliki komitmen untuk tetap menjadikan KPK independen dalam memberantas korupsi.
Sehingga KPK tetap memiliki kelebihan dibandingkan dengan lembaga lainnya.
"Sepenuhnya Presiden akan jelaskan lebih detail. Proses saya kira sudah diterima DPR," katanya.
Surpres Jokowi nomor R-42/Pres/09/2019 yang menyetujui revisi UU KPK beredar di kalangan wartawan ditandatangani di Jakarta, berikut isi lengkapnya:
Merujuk surat Ketua DPR RI nomor LG/14818/DPR RI/IX/2019 tanggal 6 September 2019 hal penyampaian Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ini kami sampaikan bahwa kami menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili kami dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut.