Simak Cara Aman Berutang ke Pinjaman Online Agar Tak Terjerat Utang Tekfin!

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Fintech.

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Belakangan aplikasi pinjaman online semakin menjamur.

Banyak orang menggunakan layanan itu, baik untuk modal usaha maupun untuk kebutuhan lainnya.

Meski syarat untuk bisa mendapatkan pinjaman melalui aplikasi tersebut relatif mudah, namun berutang melalui layanan aplikasi pinjaman online juga memiliki risiko yang harus diwaspadai.

Tidak terkecuali jika Anda menerima dana pinjaman modal usaha dari perusahaan financial technology (fintech) P2P lending.

Namun tenang, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar tetap bisa berutang ke layanan pinjaman online dengan aman.

Dikutip dari Kompas.com, Minggu (8/9/2019), Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Adrian Gunadi, salah satu cara aman untuk memperoleh pinjaman dari P2P lending adalah dengan meminjam dari perusahaan fintech yang sudah terdaftar di AFPI.

Menurutnya, dengan terdaftar di AFPI, maka perusahaan-perusahaan fintech tersebut dipastikan tunduk kepada code of conduct alias peraturan yang dibuat oleh asosiasi.

Misalnya, secara transparan perusahaan menjelaskan produk pinjamannya, menaati standar penawaran produk, bersedia mencegah pemberian pinjaman berlebih, dan menerapkan praktik yang manusiawi dalam penagihan.

“Saat ini, yang sudah terdaftar ada 106 perusahaan,” tegas CEO & Co-Founder Investree itu.

Baca: Awas! Upload Foto Selfie dengan KTP Dapat Sebabkan Kebocoran Data Pribadi, Simak Tips Amannya

Sementara itu, Perencana Keuangan dari OneShildt Financial Planning Risza Bambang menyarankan, untuk menghindari jeratan utang tekfin, kemampuan membayar Anda harus diperhatikan.

“Cicilan tidak boleh lebih dari 35 persen dari pendapatan hasil usaha. Sebab, plafon cicilan lebih besar dari pendapatan bisa mengakibatkan gagal bayar,” kata dia.

Jika nilai pendapatan hasil usaha masih merupakan nilai proyeksi atau ekspektasi, sebaiknya batas kemampuan cicilan diturunkan jadi 20 persen sampai 25 persen.

Soalnya, realita bisa berbeda dengan asumsi.

“Minta juga bagaimana prosedur mempercepat pelunasan utang. Berapa bunga penaltinya, dan apakah ada tambahan beban biaya lainnya jika ingin melunasi utang sebelum waktu berakhir,” ujar Risza.

Jebakan betmen pinjaman online

Layanan pinjaman online memang sudah semakin menjamur.

Berdasarkan dara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga per Januari 2019, jumlah pinjaman ke layanan ini tercatat mencapai 5,16 juta orang.

Bila dipakai dengan bijak, fasilitas ini sebenarnya bisa jadi penyelamat di kondisi darurat.

Namun, di tengah itu mencuat banyak kabar muram bahkan horor dan menyedihkan.

Sejumlah pemberitaan dan cerita keseharian mendapati orang-orang yang terjebak layanan pinjaman online.

Dari pinjaman 'tak seberapa', ada yang sampai jual rumah, bercerai, bahkan bunuh diri. 

Nominal pinjaman yang ditawarkan layanan ini relatif tidak besar bila dibandingkan fasilitas pinjaman dari perbankan.

Namun, saat dikalikan puluhan aplikasi, angkanya jadi fantastis.

Padahal, bunga pinjaman yang ditawarkan rata-rata dihitung harian.

'Jebakan betmen' pun menganga lebar. 

Masih dikutip dari Kompas.com, pinjaman online dapat menjadi lingkaran setan tak berujung bagi para penggunanya yang telat membayar.

Banyak konsumen yang mengalami hal tak menyenangkan selama pembayaran utang mereka masih terlambat. 

Mudahnya syarat mengajukan pinjaman online jadi satu catatan tersendiri. 

Peminjam yang didesak tagihan, bisa dengan mudah mengajukan pinjaman di fintech lainnya.

Gali lubang, tutup lubang, lingkaran setan pun berkelanjutan. 

Baca: 10 Cara yang Harus Diperhatikan untuk Mencegah Data Pribadi Tidak Bocor

Banyak aduan masalah pinjaman online

Pengacara publik LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait mengaku mendapat banyak pengaduan pengguna aplikasi pinjaman online.

Diduga ada pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dalam berbagai bentuk yang dilakukan sejumlah aplikasi pinjaman online.

Dari kasus yang masuk ke LBH Jakarta, kata Jeanny, mayoritas pengadu rata-rata menggunakan lima aplikasi pinjaman online.

Namun, ada sebagian yang menggunakan sekaligus puluhan aplikasi untuk meminjam uang.

“Bahkan sampai ada yang menggunakan 36 sampai 40 aplikasi,” kata Jeanny di kantor LBH, Jakarta, Minggu (9/12/2018).

Sebenarnya, kata Jeanny, besaran uang yang dapat dipinjam konsumen melalui aplikasi dalam satu kali peminjaman tidak terlalu besar.

Rata-rata tak lebih dari Rp 2 juta.

Namun, saat penagihan, mereka ditagih membayar nominal berkali lipat karena bunga yang sangat tinggi.

Saat didesak pembayaran yang menggelembung, peminjam mengambil jalan cepat dengan kembali membuka pinjaman online di aplikasi lain. 

Baca: Nunggak Sehari Fintech Ilegal, Perempuan di Solo Ini Diiklankan “Digilir” agar Bayar Rp 1,054 Juta

Kebocoran data pribadi sampai pelecehan seksual

LBH Jakarta menghimpun setidaknya ada 14 dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dilakukan aplikasi pinjaman online.

Sebagian besar kasus, sebut Jeanny terkait dengan minimnya perlindungan data pribadi bagi pengguna aplikasi pinjaman online.

Hal ini terbukti dengan mudahnya penyelenggara aplikasi mendapat data pribadi dan foto peminjam.

Lalu, ada masalah dengan bunga sangat tinggi dan biaya administrasi yang tidak jelas rinciannya. 

Selain itu, penagihan tak hanya dilakukan kepada peminjam, tapi ke seluruh kontak telepon yang tersimpan di ponsel peminjam.

Jika peminjam menunggak bayaran, petugas dari aplikasi pinjaman online akan membuat grup WhatsApp yang isinya merupakan daftar kontak telepon dari peminjam.

Di grup tersebut, petugas dari aplikasi pinjaman online itu tak segan menyebarkan foto KTP peminjam disertai dengan kalimat bahwa orang tersebut meminjam uang dengan jumlah sekian.

“Lebih parah lagi, bahkan ada peminjam yang misalnya minjam Rp 1 juta, tapi dibilang di grup dia pinjamnya Rp 3 juta. Ada fitnah di situ,” kata Jeanny.

Nomor kontak di ponsel itu didapatkan petugas karena mengakses data pribadi peminjam tanpa izin.

Oknum itu juga menyebarkan data pribadi seperti foto KTP, nomor rekening, hingga lembar pertama buku tabungan secara tak bertanggung jawab.

Tak berhenti di situ, peminjam juga tak jarang mendapatkan ancaman, fitnah, penipuan, hingga pelecehan seksual dalam proses penagihan pinjaman yang terlambat bayar.

LBH menemukan pula ada kasus dengan kontak dan lokasi kantor penyelenggara aplikasi pinjaman online tidak jelas atau malah tidak terdaftar.

Pengaduan lain mendapati sistem yang tidak dikelola dengan baik.

Ketika peminjam sudah membayar pinjamannya, catatan utang tak terhapus dengan alasan pembayaran tidak masuk ke dalam sistem. 

“Di sistem tidak ada pencatatan yang jelas. Penagihannya juga dilakukan orang yang berbeda. Saat peminjam  mengonfirmasi (utangnya) sudah dibayar, siangnya ada yang menelepon lagi bilang belum dibayar,” kata Jeanny.

(TribunnewsWIKI/Kompas.com/Dicky Setiawan/Widi Hermawan)

Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official



Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Fathul Amanah
BERITA TERKAIT

Berita Populer