Pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintahan Ridwan Kamil-Uu di Jabar selama setahun ini menjadi salah satu poin yang paling mendapat sorotan.
DPRD Jabar menilai pengelolaan anggaran selama setahun ini kurang maksimal.
Dikutip dari Kompas.com, Jumat (6/9/2019), anggota DPRD Jabar dari Fraksi Demokrat, Asep Wahyuwijaya mengatakan sebenarnya Ridwan Kamil-Uu memiliki dua kesempatan mengelola anggaran.
Yaitu, 30 persen sisa anggaran era Ahmad Heryawan di tahun 2018 dan 100 persen anggaran murni untuk tahun 2019.
Sayangnya, sejauh ini Wahyu tidak melihat bukti nyata dari visi misi Ridwan kamil dan UU Ruzhanul Ulum.
Bahkan, ia menilai keduanya terlalu sering gembar-gembor program.
Program yang sejauh ini diluncurkan dinilai belum menyentuh aspek fundamental.
“Wujud legacy awal tidak terlihat. Dua kesempatan mengelola APBD 2018 dan APBD 2019 tidak dimanfaatkan untuk membuat akselerasi. Tapi kalau 2019 kan full kewenanganya, kalau jadinya (program) Bandros, Kolecer (perpustakaan) itu tidak sebanding sebagai sebuah ikon produk unggulan,” ungkap Asep saat dihubungi, Kamis (5/9/2019).
Baca: Ridwan Kamil Ungkap Alasan Ingin Pindahkan Ibu Kota Jabar dari Bandung
Ia juga menyoroti sejumlah program unggulan yang tampak memukau, tapi kedodoran dalam eksekusi.
Seperti revitalisasi alun-alun di sejumlah daerah dan Sungai Kalimalang Bekasi.
“Pangandaran juga yang katanya mau dibikin kayak Hawai baru fondasi, Kalimalang tidak jelas. Kalau tahu Kalimalang itu bukan kewenangan provinsi kenapa sudah digadang-gadang di sosial media, pakai gambar segala. Jangankan dibangun, produk unggulan kini terbengkalai,” ujarnya.
Asep justru melihat performa kinerja setahun Ridwan Kamil dan Uu cenderung banyak memunculkan polemik seperti Taman Dilan, pemindahan pusat pemerintahan, hingga komunikasi dengan DPRD yang ia rasa tersumbat.
Ia mengatakan, urusan komunikasi dan koordinasi harusnya pada enam bulan pertama sudah tuntas.
Ini agar selanjutnya pemerintah dan DPRD bisa melakukan akselerasi program secara bersama dengan maksimal.
“Ini sudah satu tahun, dia menutupnya dengan polemik,” jelas Asep.
Baca: Dedi Mulyadi Usulkan Jawa Barat Digabung dengan Jakarta, Ini Alasannya
Sementara itu anggota DPRD Jabar dari fraksi Partai Gerindra, Daddy Rohanandi mengkritisi soal serapan anggaran yang masih minim serta proses lelang yang dikerjakan menjelang akhir tahun.
“Ini penyakit menahun, siklus seperti itu. Curva S disebutnya. Serapan itu selalu baik di ujung (akhir tahun). Salah satunya karena kontrak (lelang) yang bergeser harusnya Maret-April ini Juni atau Juli,” ujarnya.
Menurut dia, hal itu sangat disayangkan mengingat Pemprov Jabar kerap meminta DPRD cepat dalam mengambil keputusan.
“Artinya ada banyak faktor. Kontrak mulai kapan, kenapa bisa terlambat, padahal dewan dikejar untuk ketok palu secepatnya. Itu pertanyaan buat kami. Soal tender, mundur alasannya termin, artinya berarti perencanaan kita tidak bagus,” paparnya.
Baca: Mochammad Ridwan Kamil