Kecelakaan maut yang terjadi pada KM 91 arah Jakarta ini melibatkan 21 kendaraan dan menewaskan delapan orang.
Ternyata kecelakaan di ruter Tol Cipularang bukan pertama kali terjadi, melainkan telah ada lima kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang selama tahun 2019.
Dikutip dari Kompas.com, pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting ( JDDC) Jusri Pulubuhu, menyebutkan bila kondisi jalan di Cipularang pada Km 90 sampai Km 100 memang cenderung rawan.
Dipastikan penyebab awalnya tabrakan maut tersebut karena adanya faktor human error.
“Perlu diingat, setiap kecelakaan beruntun pastinya terjadi perbedaan tingkat kecepatan antara satu kendaraan dengan kendaraan lain di belakangnya,” ujar Jusri dikutip dari Kompas.com Senin (2/9/2019).
Baca: Kecelakaan Tol Cipularang: Mitos Gunung Hejo Vs Penjelasan Ilmiah, 2019 Sudah 5 Kecelakaan Besar
Baca: Deretan Kecelakaan Maut di Tol Cipularang, Saipul Jamil hingga Adu Banteng Xenia vs Nissan Juke
Ia menambahkan, terdapat faktor ketidaksiapan dari pengendara di belakang dapat disebabkan oleh banyak hal.
Namun yang paling utama disebabkan pengendara tidak mampu menjaga jarak.
Selain itu, bisa juga disebabkan masalah kebiasaan berkendara yang salah, seperti menetralkan posisi tuas transmisi karena kebetulan ruas tersebut sedikit landai.
"Contoh terjadi perlambatan mendadak, seperti mengerem tiba-tiba dan lain sebagainya yang membuat kendaraan di belakang tidak siap dan berakhir dengan terjadinya kecelakaan tadi, ini kata kuncinya," kata Jusri.
Pendiri JDDC tersebut menjelaskan dirinya sempat melakukan investigasi di lokasi yang sama beberapa tahun lalu.
Baca: Update Terkini Kecelakaan Maut Tol Cipularang, Korban Meninggal Bertambah Jadi 9 Orang
Baca: 5 Fakta Kecelakaan Tol Cipularang, Libatkan 21 Kendaraan, 6 Orang Meninggal, 19 Dirawat
Investigasi tersebut dilakukannya karena kecelakaan di area tersebut cukup sering terjadi.
Dari hasil investigasi tersebut, menurut Jusril banyak sopir yang sengaja menetralkan tuas transmisi demi alasan efisiensi bahan bakar.
Tanpa disadari apa yang dilakukan sopit tersebut justru membahayakan dan berakibat fatal.
Pasalnya dengan bobot yang besar dan hanya mengandalkan deselerasi dari rem, sudah tentu tidak akan bisa mengalahkan hukum fisika gaya gravitasi.
"Mobil kecil seperti kendaraan pribadi kebanyakan justru tancap gas, kalau yang truk alih-alih ingin irit maka transmisi dinetralkan, jadi kendaraan itu jalan saja cuma mengandalkan rem, harusnya saat turunan itu tuas transmisi tetap digunakan untuk menekan laju kendaraan," kata Jusri.
Baca: Tol Cipularang
Baca: Masjid Al Safar Rest Area Tol Cipularang
Jusri juga mengingatkan untuk tidak mengaitkan kecelakaan yang terjadi dengan hal-hal mistis yang memang kental di sana.
"Dari hasil investigasi kecil-kecilan saya bersama tim lima tahun lalu sangat banyak human error tersebut, jadi jangan dikaitkan dengan mistis, tapi meski memang di sana sangat kental," ujarnya
"Fokus pada masalah human error itu lebih tepat, cari faktor why-nya, kan sudah dijelaskan kalau mulainya itu akibat sebuah bus yang terpelosok, lalu berbuntut panjang," ucap dia.
Akumulasi dari human error tersebut, menurut Jusri selaras dengan faktor kontributor yang mana maksudnya mengarah pada kondisi lingkungan di lokasi kejadian.