Deretan Fakta Rencana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Dianggap Warisan Buruk Periode Pertama Jokowi

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ustrasi BPJS Kesehatan.

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Meski masih menuai pro kontra, pemerintah memastikan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan akan tetap dilakukan.

Bahkan pemerintah sudah menentukan waktu kapan aturan itu mulai berlaku meski banyak pihak yang mengkritiknya.

Dikutip dari Kompas.com, Selasa (3/9/2019), Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2020.

Adapun kenaikan itu berlaku untuk peserta kelas I dan II atau peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah.

Baca: DPR Minta Pemerintah Cari Cara Lain Tanggulangi Defisit BPJS Kesehatan

Hampir 83 juta peserta akan terdampak

Jumlah peserta BPJS Kesehatan saat ini mencapai 223,3 juta jiwa.

Dari jumlah itu, ada sekitar 82,9 juta peserta merupakan peserta non PBI.

Peserta non PBI tersebut terdiri atas Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah 17,5 juta jiwa, PPU Badan Usaha 34,1 juta jiwa, Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) 32,5 juta jiwa, serta Bukan Pekerja (BP) sebesar 5,1 juta jiwa.

Dari data itu dapat dilihat bahwa peserta non PBI terbanyak yakni dari PPU Badan Usaha alias karyawan.

Sri Mulyani usulkan kenaikan dua kali lipat

Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah mengusulkan kenaikan iuran sebesar dua kali lipat.

Itu artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80 ribu tiap bulan harus membayar sebesar Rp 160 ribu.

Sementara itu, peserta JKN kelas II yang tadinya membayar Rp 51 ribu harus membayar Rp 110 ribu.

Tadinya, pemerintah juga mengusulkan kenaikan iuran untuk peserta JKN mandiri kelas III.

Yang tadinya membayar Rp 25.500 maka setiap bulan harus membayar sebesar Rp 42 ribu.

Namun, usulan itu kemudian ditolak oleh DPR dengan alasan pemerintah harus membenahi data peserta yang masih karut marut.

Baca: Farhat Abbas Sibuk Berseteru dengan Hotman Paris, Nia Daniaty Pamer Foto Jalan-jalan hingga Pesta

Defisit berkepanjangan jadi alasan

Pihak pemerintah telah memaparkan bahwa iuran BPJS Kesehatan saat ini masih di bawah perghitungan aktuaria.

Hal tersebut menjadi salah satu akar masalah defisit berkepanjangan BPJS Kesehatan yang ditemukan dalam audit BPKP terhadap JKN.

Dikutip dari Kompas.com, Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris menyebut bila iuran tidak dinaikkan, maka defisit BPJS Kesehatan akan tembus Rp 77,9 triliun pada 2024.

“Kalau kita tidak melakukan upaya-upaya policy mix artinya meningkatkan iuran kemudian kaitannya dengan bauran kebijakan maka akan terjadi defisit ini semakin lebar,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI dan IX DPR, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Ia menyebutkan potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan mulai Rp 39,5 triliun pada 2020, Rp 50,1 triliun pada 2021, Rp 58,6 triliun pada 2022, Rp 67,3 triliun pada 2023 dan Rp 77,9 triliun pada 2024.

Ia mengatakan, dengan perubahan iuran premi, maka persoalan defisit anggaran bisa diselesaikan secara terstruktur.

Jadi warisan buruk periode pertama Jokowi

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan menjadi warisan periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo akan dicatat publik.

Rencana pemerintah menaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan disambut dingin DPR.

Presiden Joko Widodo diingatkan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan menjadi warisan buruk di akhir periode pertamanya.

“Saya kira dari pembantu Presiden ini harus ada cara lain mengatasi ini ya,” ujar Anggota Komisi XI DPR Didi Irawadi saat rapat kerja dengan pemerintah, Jakarta, Senin (2/9/2019).

“Jangan sampai kanaikan yang tidak populer ini dan membebani rakyat bawah. Ini akan menjadi legacy Pak Jokowi di era periode pertama,” sambung dia.

Baca: BPJS Kesehatan

Dinilai menyusahkan rakyat

Anggota Komisi XI dari Fraksi PPP Elviana juga menolak usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dari pemerintah.

Ia heran mengapa pemerintah justru mengejar rakyat atas masalah defisit BPJS Kesehatan.

Rakyat, kata dia sudah terbebani berbagai harga kebutuhan sehari-hari mulai dari listrik hingga BBM.

Menurut dia, pemerintah harusnya malu mengajukan skema usulan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

“Atas nama fraksi tolong sampaikan ke Menteri Keuangan, malu ini skemanya ibu Menteri Keuangan ini. Enak saja nulis rakyat yang dulu iuran Rp 25.000 naik Rp 42.000,” kata dia.

“Mau ditombok dengan apa ya enggak mungkin Pak Jokowi enggak bisa karena hanya segitu (Rp 32,8 triliun). Untuk mindahkan ibu kota saja mampu kok, yang enggak penting-penting amat menurut saya,” sambungnya.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official



Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer