Empat WN Australia Dideportasi Karena Dugaan Mengikuti Unjuk Rasa Pro-Kemerdekaan di Papua Barat

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Empat warga negara Australia yang dideportasi akan pulang kembali ke Australia

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Empat orang Warga negara Australia dideportasi dari Indonesia karena dugaan mengikuti unjuk rasa pro-kemerdekaan di Papua Barat.

Keempat warga tersebut adalah Tom Baxter, Cheryl Davidson, Danielle Hellyer dan Ruth Cobbold.

Dilansir oleh ABC, Senin, (2/9/2019), kepolisian Indonesia mengklaim bahwa keempat warga negara Australia tersebut ikut ambil bagian dalam unjuk rasa di luar kantor Walikota Sorong.

Baca: TERKINI Info Rusuh Papua: Jokowi-Wiranto Beda soal Papua, Wiranto Tindak Keras, Jokowi Mau Lunak 

Kegiatan unjuk rasa mereka ikuti pada, Selasa, (27/8/2019).

Kepolisian Indonesia menyatakan bahwa sebelumnya tiga dari empat warga negara Australia tersebut diikuti oleh beberapa personil keamanan, yaitu anggota militer, intelijen polisi, dan agen imigrasi.

Setelahnya, mereka kemudian dibawa ke Kantor Polisi Sorong untuk diinterogasi.

Satu warga negara Australia yang keempat kemudian ditangkap keesokan harinya oleh intelijen imigrasi dan kepolisian.

Ia ditangkap di kapal pesiar yang mereka bawa yang bernama Valkyrie.

Sebelumnya, keempat warga negara Australia dilaporkan menggunakan kapal pesiar untuk masuk ke Indonesia, melewati Pelabuhan Sorong pada Sabtu, (10/8/2019).

Setelah diperiksa lebih lanjut oleh pihak kepolisian dan petugas imigrasi, keempatnya dideportasi untuk kembali ke Australia.

Tiga orang yaitu Baxter, Hellyer dan Cobbold akan terbang dari Bali ke Sydney Senin (2/9/2019) malam.

Sedangkan Davidson akan diterbangkan pada hari Kamis (5/9/2019).

Sebelumnya, unjuk rasa yang keempat warga negara Australia ikuti adalah salah satu dari serangkaian aksi protes terkait Papua di seluruh Indonesia selama dua minggu terakhir.

Dikabarkan bahwa setidaknya tiga orang tewas, dan banyak bangunan pemerintah dibakar.

Bendera Bintang Kejora, yang dilarang dikibarkan di properti milik Pemerintah, sempat dikibarkan pada aksi di Sorong.

Baca: TERKINI Info Rusuh Papua: Jokowi-Wiranto Beda soal Papua, Wiranto Tindak Keras, Jokowi Mau Lunak

Juru bicara Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT) menyatakan bahwa departemennya "memberikan bantuan konsuler kepada empat warga Australia di Sorong, Indonesia sesuai dengan "Prosedur Layanan Konsuler".

Juru bicara tersebut mengutip "kebijakan privasi" karena tak bisa memberikan rincian lebih lanjut.

Sementara itu, pemerintah Indonesia mengirim ribuan pasukan keamanan tambahan ke Papua dan Papua Barat untuk mencoba memadamkan kerusuhan yang sedang berlangsung.

Pada hari Minggu (1/9/2019), Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Jenderal Toto Karnavian, mengklaim adanya "aktor asing" yang terlibat dalam kerusuhan itu.

"Kami tahu kelompok-kelompok (demonstran) ini memiliki hubungan dengan jaringan internasional," 

"Kami harus menangani (masalah) ini di dalam dan di luar negeri. Kami bekerja sama dengan Menteri Luar Negeri dan jaringan intelijen kami." kata Tito

Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) dan Bank Dunia, Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita regional Papua dan Papua Barat lebih tinggi secara signifikan ketimbang rata-rata nasional Indonesia, terutama karena adanya pertambangan.

Kendati tinggi dari sisi GPD, namun dua provinsi ini adalah wilayah yang paling miskin di Indonesia dengan tingkat kematian tertinggi pada anak-anak dan ibu hamil.

Selain itu, Papua dan Papua Barat adalah dua provinsi dengan tingkat melek huruf yang paling buruk. 

Baca: 5 Lokasi di Papua yang Dilanda Kerusuhan

Menanggapi pernyataan kepolisian yang mengatakan bahwa ada peran asing di balik kerusuhan Papua, Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Gerindra, Desmond J Mahesa, meminta Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian membuktikan ucapannya soal dugaan keterlibatan pihak asing dalam insiden kerusuhan Papua.

Sebab, menurut Desmond, jika tidak ada bukti, ucapan Kapolri itu justru akan berujung fitnah.

"Apa yang diomongkan Pak Kapolri harus dibuktikan. Kalau Kapolri ngomong ada (keterlibatan) asing namun tidak bisa dibuktikan, kan ini jadi fitnah," kata Desmond saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019). Desmond khawatir, jika ucapan Tito tak bisa dibuktikan, akan berujung pada penurunan kualitas Kapolri.

Dilansir oleh Kompas.com, Senin, (2/9/2019), menurut Desmond, apa yang disampaikan Kapolri itu bisa jadi ada benarnya.

Sebab, dalam sidang majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hal demikian kerap dibahas.

"Dalam sidang majelis-majelis PBB selalu negara-negara Melanesia selalu membicarakan ini. Jadi apa yang dibicarakan Kapolri benar," kata Desmond.

Sementara, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menyebut bahwa tokoh Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat, Benny Wenda, mendalangi kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

"Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris," ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Ia menilai apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan strategi politik, dan pemerintah juga akan menangani secara politis.

Namun demikian, Moeldoko menyatakan, pemerintah telah menempuh berbagai langkah untuk mengatasi persoalan keamanan di Papua dan Papua Barat.

Salah satu cara yang dilakukan tentunya termasuk diplomasi.

"Itulah, seperti diplomasi. Pastilah dilakukan," ujar Moeldoko lagi.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer