Menunaikan ibadah haji hukumnya wajib bagi yang sudah mampu dan memenuhi syarat.
Namun ternyata, berangkat haji tidaklah semudah yang dibayangkan.
Untuk berangkat haji, perlu terlebih dahulu mendaftar dan harus mengantre bertahun-tahun.
Mengantre untuk haji ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di negara-negara ASEAN.
Baca: Kisah Nabi Ibrahim yang Menginspirasi Prosesi Ibadah Haji dan Kurban Saat Idul Adha
Baca: Puncak Haji di Mulai, Berikut Adalah Doa Wukuf di Arafah dan Doa Agar Segera Bisa Berhaji
Baca: Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Puasa Arafah, Beserta Niat Puasa dan Artinya
Dilansir oleh Tribunnews.com (29/8/2019), beberapa negara di ASEAN ternyata lebih lama antriannya dibandingkan dengan Indonesia.
Di Malaysia, untuk haji harus menunggu hingga 120 tahun, sedangkan untuk di Singapura harus mengantre hingga 34 tahun.
“Antrian berangkat haji Malaysia itu sampai 120 tahun.
Kalau di Singapura mencapai 34 tahun,” kata Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Djumali usai menghadiri pertemuan para Konsul Haji Negara ASEAN dan Sri Langka, di Jeddah, Rabu (28/08/2019) dikutip TribunnewsWiki dari Tribunnews.com (29/8/2019).
Untuk Indonesia sendiri, rata-rata antrian haji adalah sekitar 20 tahun.
“Untuk Indonesia, kalau di rata-rata, lama antrian berangkat hajinya pada kisaran 20 tahun,” lanjut Endang.
Data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) per hari ini (28/8/2019) telah mencatat, antrian haji paling pendek adalah 9 tahun atau keberangkatan tahun 2028.
Antrean tersebut adalah untuk tiga kabupaten, yaikni: Landak (Kalbar), Buru Selatan (Maluku), dan Kepulauan Sula (Maluku Utara).
Sementara untuk antrian terpanjang adalah 41 tahun atau keberangkatan tahun 2060 di Bantaeng, Sulawesi Selatan.
Untuk di Thailand antrian berhaji sangat pendek yaitu hanya 1 tahun.
“Antrian di Thailand sangat pendek, hanya 1 tahun,” jelas Endang.
Sementara untuk Brunei Darussalam antrian haji sekitar 3 tahun, sedangkan di Sri Lanka antriannya cukup pendek yakni 1 tahun saja.
Menurut Endang Djumali, Indonesia merupakan negara dengan kuota jemaah haji terbesar di dunia, yaitu: 231.000 kuota.
Jamaah haji Indonesia terbagi sampai 529 kelompok terbang pada fase pemberangkatan ke Tanah Suci dan pemulangan ke Tanah Air.
Rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia (BPIH) pada kisaran USD 2500 atau sekitar Rp 35,6 juta.
“Dalam penyelenggaraan ibadah haji 1440 H, Indonesia melibatkan total 4.200 petugas,” jelasnya.
Kuota terbanyak kedua di antara negada-negara ASEAN adalah Malaysia.
Tahun 1440 H/2019 M ini Malaysia mendapat 33.000 kuota.
Menurut Endang, jamaah Malaysia diterbangkan ke Arab Saudi dengan 69 penerbangan.
Total ada 700 petugas yang terlibat dan rata-rata BPIH Malaysia USD 2.500.
Baca: Tips untuk Jemaah Agar Tetap Bugar Saat Puncak Haji Wukuf di Arafah
Baca: Cerita Gus Mus tentang Mbah Moen, Sempat Dicegah Pergi Haji hingga Ingin Husnul Khatimah
Negara dengan urutan kuota ketiga terbesar di ASEAN adalah Thailand.
Tahun ini, negeri Gajah Putih ini mendapat 8.500 kuota yang dibawa dalam 58 penerbangan.
BPIH Thailand sebesar THB 180.000 atau sekitar USD 5888.
Total ada 130 petugas asal Thailand dan 50 petugas lokal yang dilibatkan dalam penyelenggaraan haji 1440H.
Untuk Singapura, kata Endang, kuota haji tahun ini berjumlah 1.500, dibawa dengan 40 penerbangan.
Jemaah Singapura harus membayar BPIH pada kisaran USD 8.000-13.000 dengan petugas yang terlibat tahun ini berjumlah 100 orang.
Brunei Darussalam menjadi negara ASEAN pada urutan jumlah kuota berikutnya, yaitu hanya 1.000.
Jemaah Brunei cukup dibawa dengan 4 penerbangan ke Tanah Suci dan saat pulang dengan BPIH Brunei sebesar USD 4000.
“Brunei melibatkan 35 petugas dalam gelaran haji tahun ini,” ujar Endang.
Sementara negara Sri Langka mendapat 4.000 kuota dengan jemaahnya diterbangkan dengan 100 penerbangan.
BPIH Sri Langka rata-rata 17000 SAR dan pada musim haji tahun ini, Sri Langka melibatkan 150 petugas.