Terkait Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Koordinator Advokasi BPJS: Perlu Dikaji Lebih Dulu

Penulis: Nur Afitria Cika Handayani
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Layanan BPJS Kesehatan

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak bisa begitu saja menurunkan defisit BPJS Kesehatan.

Akan ada risiko penurunan jumlah penerimaan iuran di kelas II dan I akibat besaran kenaikan yang terlampau tinggi sehingga jumlah penerimaan iuran PBPU berpotensi turun.

"Lalu kenaikan yg siginifikan di kelas Ii dan I ini akan mendorong peserta kelas I dan II turun ke kelas III. Nah kalau ini terjadi maka potensi penerimaan dari kelas I dan II akan menurun. Penerimaan PBPU justru akan menurun. Ini harus dipertimbangkan pemerintah," kata Timboel dikutip dari Kompas.com, Kamis (29/8/2019).

Timboel menilai, kenaikan iuran untuk peserta mandiri tidak serta merta dilakukan.

Seharusnya pemerintah perlu melakukan kajian terlebih dahulu kepada publik.

"Nah kenaikan yang tinggi berpotensi menciptakan protes masyarakat. Khawatir kerjadian 2016 terulang hendaknya kenaikan iuran untuk mandiri harus dikaji dan diuji publik dulu. Jangan langsung-langsung aja," kata Timboel.

Tak hanya itu, perlu dilakukan perbaikan dan kontrol yang lebih terhadap fasilitas kesehatan yang melakukan tindak kecurangan.

Perlu adanya penertiban badan usaha yang melakukan kerja sama dengan badan pemerintah tersebut.

Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, Mardiasmo: Segera Akan Keluar Peraturan Presidennya

Dikutip dari Kompas.com, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan 50.475 badan usaha yang belum tertib bekerja dengan BPJS Kesehatan.

Terdapat sekitar 528.120 pekerja yang belum didaftarkan oleh 8.314 badan usaha.

Selain itu, ada 2.348 badan usaha yang tidak melaporkan gaji dengan benar.

"Kenaikan iuran tdk otomatis menyelesaikan defisit karena defisit dikontribusi juga oleh kegagalan mengendalikan biaya dan menghentikan fraud di RS. Jadi menaikan iuran harus didukung pengendalian biaya khususnya fraud-fraud," ujar Timboel, dikutip dari Kompas.com.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Sri Mulyani mengusulkan bahwa iuran peserta BPJS Kesehatan harus dinaikkan lebih tinggi dari yang diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Saat itu DJSN mengusulkan kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120.000 sementara kelas II Rp 75.000 dan kelas III di angka yang sama.

Sementara itu Sri Mulyani, menyebut peserta JKN Kelas I harus membayar Rp 160.000.

Peserta kelas II meningkat menjadi Rp 110.000, dan untuk peserta mandiri III dinaikkan menjadi Rp 42.000.

Artinya, besaran kenaikan iuran tersebut mencapai 100 persen.

Baca: BPJS Kesehatan Terus Defisit, Begini Penjelasan Sri Mulyani

Selain itu, pembayaran iuran oleh TNI, POLRI dan ASN yang tadinya 5 persen dari penghasilan termasuk tunjangan kinerja (tukin) pegawai maksimal sebesar Rp 8 juta dinakkan menjadi hingga berpenghasilan Rp 12 juta per bulan.

"Di mana pemerintah pusat akan membayarkan 4 persen, dan dari pegawai hanya 1 persen dari Rp 12 juta per bulan untuk cover ASN, pasangan, dan maksimal tiga anak," ujar Sri Mulyani.

Halaman
12


Penulis: Nur Afitria Cika Handayani
Editor: Fathul Amanah
BERITA TERKAIT

Berita Populer