Jokowi Tolak MPR Jadi Lembaga Tertinggi Negara Lagi, Begini Alasannya

Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengenakan pakaian adat Sasak NTB saat menyampaikan Pidato Kenegaraan pada Sidang Bersama DPR dan DPD RI Tahun 2019 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2019). Pada pidatonya tersebut Jokowi menyampaikan izinnya untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan.

TRIBUNNEWSWIKI.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengkhawatirkan amandemen UUD 1945 akan berujung pada kembalinya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.

Dengan begitu, maka presiden dan wakil presiden akan dipilih oleh MPR, alih-alih melalui pemilihan umum (Pemilu) secara langsung oleh rakyat.

Hal itu disampaikan Jokowi dalam acara Satu Meja yang tayang di Kompas TV, Rabu (21/8/2019).

“Itu saling kait mengait. Kalau GBHN dikerjakan oleh MPR, artinya presiden mandataris MPR. Kalau presiden mandataris MPR, artinya presiden dipilih oleh MPR,” kata Jokowi seperti dilansir Kompas.

Baca: Jokowi Bantah Menteri ATR, Sebut Lokasi Ibu Kota Baru Bukan di Kaltim: Masih Tunggu Kajian

Baca: 5 Fakta Sherly Annavita yang Jadi Sorotan saat Sindir Jokowi di ILC TVOne: Pernah Jadi Juara MTQ

Jokowi juga mengatakan bahwa ia akan menjadi orang pertama yang menolak jika presiden nantinya akan dipilih lagi oleh MPR seperti yang pernah terjadi di Indonesia.

Jokowi ingin agar presiden dan wakil presiden tetap dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu.

“Karena saya adalah produk dari pilihan langsung oleh rakyat,” tambahnya.

Karena itu, Jokowi berharap supaya wacana amandemen UUD 1945 yang belakangan ini mencuat perlu dikaji lebih dalam lagi.

Jangan sampai amandemen tersebut justru nantinya menimbulkan guncangan politik yang tidak perlu di Indonesia.

“Karena sekarang tekanan ekonomi global, geopolitik global tidak menguntungkan, jangan sampai menambah masalah karena kita ingin memaksakan amendemen,” ujar Jokowi.

Menurutnya, kajian yang mendalam sangat perlu untuk dilakukan.

Sementara itu, soal dibangkitkannya lagi haluan negara, Jokowi berpendapat bahwa hal tersebut mungkin memang perlu dilakukan.

Meski begitu, belakangan ini ia justru ragu apakah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh para politikus di Senayan nanti benar-benar hanya akan sebatas pada wacana itu atau lebih.

“Apa tidak melebar ke mana-mana? Karena saya sudah bicara dengan partai, kok beda-beda,” ujarnya.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official



Penulis: Widi Pradana Riswan Hermawan
Editor: Putradi Pamungkas

Berita Populer