Informasi Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sutoyo Siswomiharjo lahir di Bagelen, Jawa Tengah, pada 22 Agustus 1922.
Sutoyo Siswomiharjo menamatkan jenjang sekolah tertingginya di Algemeene Middelbare School (AMS), setingkat SMA, pada tahun 1942.
Waktu ini bersamaan dengan berakhrnya masa pendudukan belanda di Indonesia.
Selanjutnya, Jepang menduduki Indonesia.
Pada awal masa pendudukan Jepang ini, Sutoyo Siswomiharjo bekerja sebagai pegawai di Kantor Kabupaten Purworejo.
Awalnya, ia berposisi sebagai pembantu bagian skretariat.
Lima bulan kemudian, ia ditugaskan untuk mengepalai satu di antara beberapa bagian di kantor tersebut.
Jabatan ini pun tidak diemban dalam waktu yang lama.
Beberapa waktu kemudian ia dipindahkan menjadi Panitera Bupati.
Di waktu yang sama, jepang membutuhkan tenaga terdidik untuk menjalankan administrasi pemerintahaan.
Oleh karena itu Jepang membuka kesempatan bagi pemuda Indonesai untuk mengikuti sebuah pendidikan.
Kesempatan itu tida disia-siakan oleh Sutoyo Siswomiharjo.
Ia mengikuti program pendidikan di Kenkoku Gakuin, atau Balai Pendidikan Tinggi, di Jakarta.
Menamatkan pendidikan ini, Sutoyo Siswomiharjo diangkat menjadi pegawai menengah dan kembali ditugaskan di Kantor Kabupaten Purworejo.
Karena prestasi pekerjaan yang baik, selanjutnya ia diserahi jabatan Santo Syoki.
Jabatan ini sekaligus menjadi jabatan terakhir yang diemban selama masa pendudukan jepang.
Sutoyo Siswomiharjo meminta berhenti dengan hormat pada 31 Maret 1944. (1)
Karier
Ketika Soekarno memproklamasikan kemerdekaan, Sutoyo Siswomiharjo masih berada di Purworejo.
Kemudian ia turut bergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pemerintah pada 23 Agustus 1945.
Pada 5 Oktober 1945, terbentuk tentara Keamanan Rakyat atau TKR.
BKR kemudian ditrasnformasi ke dalma TKR.
Karenanya, Sutoyo Siswomiharjo turut menjadi bagian dari TKR dan memilih bagian Polisi Tentara.
Pada waktu itu, ia berpangkat Letnan Dua.
Pada Januari 1946, pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Satu dan ditunjuk sebagai Ajudan Komandan Divisi V, Kolonel Gatot Subroto.
Selama menjabat sebagai ajudan, ia mempelajari sifat militer yang baik dari sang komandan.
Tidak sampai satu tahun, Sutoyo Siswomiharjo dipercaya untuk memegang jabatan sebagai kepala Bagian Organisasi Polisi Tentara Resimen 2 Purworejo.
Jabatan ini diemban hingga Mei 1948.
Di masa ini, ia sudah berpangkat Kapten.
Selanjutnya, ia bertugas sebagai Kepala Staf Corps Polisi Militer di Yogyakarta.
Sebulan kemudian, ia dipindahkan ke Solo untuk memangku jabatan Komandan CPM Detasemen 3 Surakarta.
Pada waktu ini, sering terjadi bentrokan bersenjata antara pasukan Siliwangi dengan pasukan lain yang telah dipengaruhi PKI.
Keamanan dan ketertiban di Surakarta berhasil dipulihkan setelah pemberontakan PKI di Madiun, 18 September 1948, berhasil ditumpas.
Hanya berselah beberapa lama, Belanda melancarkan Agresi Militer II.
Pada waktu itu Ibukota RI di Yogyakarta berhasil dikuasai.
Angkatan Perang RI mundur dari kota dan membentuk barisan pertahanan di daerah-daerah pinggir.
Selanjutnya, serangan dilakukan dengan taktik gerilya.
Kala itu, Sutoyo Siswomiharjo dan pasukannya juga meninggalkan Solo untuk melakukan gerilya.
Setelah perjanjian Roem Royen, Sutoyo Siswomiharjo diangkat menjadi Kepala Staf Batalyon CPM Yogyakarta.
Ketika Ibukota Negara dipindahkan kembali ke Jakarta, ia menjabat sebagai Komandan Batalyon 1 CPM dan pangkatnya menjadi Mayor.
Sejak saat ini, karier Sutoyo Siswomiharjo terus menanjak.
Terakhir ia menjabat sebagai Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat (Irkeh/Ojen AD).
Di waktu yang sama, ia juga merangkap jabatan Direktur Akademi Militer/Perguruan Tinggi Hukum Militer (AHM/PTHM).
Sementara itu, pangkat terakhir yang ia sandang adalah Brigadir Jenderal. (1)
G 30 S/PKI
Sekitar pukul 04.00 tanggal 1 Oktober 1965, sebuah truk dan jeep berhenti didepan rumah Brigjen Sutoyo Siswomiharjo.
Kedua kendaraan itu berisi pasukan berseragam Cakrabirawa, pasukan pengawal Presiden, yang digunakan PKI untuk menculik Brigjen Soetodjo.
Pasukan segera menyebar mengambil posisi untuk melakukan tugas masing-masing.
Sebagian memasuki rumah dari bagian depan, sebagian dari belakang, sedangkan sisanya mengadakan stelling dijalan raya.
Sutoyo Siswomiharjo berhasil ditangkap dalam penculikan ini.
Kemudian ia dibawa ke kawasan Lubang Buaya.
Sutoyo Siswomiharjo dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke dalam sumur tua, bersama mayat perwira lain.
Pada tanggal 3 Oktober, kawasan Lubang Buaya berhasil disterilkan dari pemberontakan.
Keesokan harinya, jenazah para korban pemberontakan dikeluarkan dari sumur tersebut.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 111/ Koti/1965 tanggal 5 Oktober 1965, Sutoyo Siswomiharjo ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi.
Selainkan itu, pangkatnya dinaikkan setingkat menjadi mayor jenderal anumerta. (1)