Kehidupan Awal
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat atau Dr. Radjiman Wedyodiningrat yang bernama asli Radjiman adalah pahlawan nasional yang berasal dari Yogyakarta, Indonesia.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat lahir di Glondongan, Mlati, Yogyakarta pada 21 April 1879.
Orangtua dr. Radjiman Wedyodiningrat adalah Sutrodono dan seorang perempuan keturunan trah kajoran.
Dr. Wahidin Sarihusodo adalah ayah angkat dari dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat wafat pada 20 September 1952 di Ngawi, Jawa Timur, Indonesia.
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - W R Soepratman
Pendidikan dan Menjadi Dokter
Dimulai dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian dr. Rajiman Wedyodiningrat muda diperbolehkan masuk mengikuti kelas karena belas kasihan guru sekolah Belanda.
Dr. Rajiman Wedyodiningrat mulai belajar di Europese Lagere School (ELS) di Yogyakarta pada 1893.
Lalu, di usia 20 tahun ia sukses mendapatkan gelar dokter di Sekolah Dokter Jawa dan mendapat gelar Master of Art pada usia 24 tahun di School Tot Opleiding voor Indlandsche Arts (STOVIA).
Ia juga pernah berlatih di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika untuk mendapat spesialisasi obstetrie gynaecologie, rontgenologi dan bedan indoscopie urinaire. (1)
Setelah tamat dari Sekolah Dokter Jawa, Dr. Radjiman Wedyodiningrat bekerja sebagai dokter pemerintah di Rumah Sakit Weltevreden (sekarang Rumah Sakit Angkatan Darat) di Jakarta, kemudian berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Tugas terakhir sebagai dokter pemerintah dijalaninya di Rumah Sakit Jiwa di Lawang.
Periode bertugas sebagai dokter pemerintah ini diselingi dengan tugas sebagai Asisten Leraar di STOVIA.
Kesempatan itu dimanfaatkan dr. Radjiman Wedyodiningrat untuk melanjutkan studinya, sehingga pada tahun 1904 ia memperoleh ijazah Inlandsche Art.
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - Malahayati
Tugas sebagai dokter pemerintah dijalaninya dr. Radjiman Wedyodiningrat selama tujuh tahun, dari tahun 1899 sampai 1906.
Sesudah itu ia bekerja sebagai dokter di Kraton Surakarta Hadiningrat selama tiga puluh tahun (1906-1936).
Dari segi profesi, ia berjasa antara lain mendirikan Apotek Panti Rapih dan Rumah Sakit Panti Rogo.
Dr. Dr. Radjiman Wedyodiningrat Wedyodiningrat dikenal sebagai dokter ahli bedah, ahli ilmu bersalin, dan ahli penyakit kandungan. (2)
Budi Oetomo dan BPUPKI
Selain sebagai dokter, dr. Radjiman Wedyodiningrat aktif dalam organisasi bercirikan nasionalisme, khususnya Boedi Oetomo.
Ia sudah tercatat sebagai anggota sejak organisasi ini didirikan pada tahun 1908.
Enam tahun kemudian, 1914, ia sudah menduduki posisi sebagai Ketua Boedi Oetomo.
Sejak memegang jabatan sebagai Ketua Budi Oetomo, dr. Radjiman Wedyodiningrat mulai memperlihatkan secara terbuka keterlibatannya dalam gelanggang politik.
Ia mengubah haluan Budi Oetomo dari hanya gerakan budaya dan sosial dengan keanggotaan yang terbatas hanya suku bangsa yang berbasis budaya Jawa, menjadi gerakan politik.
Dalam pertemuan dengan berbagai organisasi di Semarang pada bulan September 1914, dr. Radjiman Wedyodiningrat menyampaikan gagasan tentang perlu diadakan milisi bumi putra.
Gagasan itu dikemukakannya sehubungan dengan meletusnya Perang Dunia I dan untuk mengantisipasi kemungkinan serangan negara lain terhadap Hindia Belanda (Indonesia).
Gagasan itu diperkuat dalam kongres Boedi Oetomo di Bandung pada bulan Agustus 1915 dengan mengeluarkan mosi yang dikenal sebagai mosi Indie Weerbar (Ketahanan Hindia).
Dengan keluarnya mosi itu, beberapa pihak menuding bahwa Boedi Oetomo, dan tentu saja dr. Radjiman Wedyodiningrat), sudah menjadi alat pemerintah kolonial.
Tudingan itu dibalas dr. Radjiman Wedyodiningrat dengan mengatakan bahwa kepentingan pemerintah, khususnya untuk menghadapi serangan dari luar, sama dengan kepentingan rakyat pribumi.
Untuk merealisasikan gagasan milisi itu, perlu didengar pendapat rakyat.
Oleh karena itu, perlu dibentuk badan perwakilan. Untuk memperjuangkan milisi itu, sebuah komisi yang disebut Commite Indie Werbaar, dikirim ke Negeri Belanda.
Pemerintah Belanda menolak usul milisi, tetapi menyetujui pembentukan sebuah badan perwakilan yang akhirnya direalisasikan dengan dibentuknya Volksraad.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat Wediodiningrat duduk sebagai anggota Volksraad selama tiga tahun, dari tahun 1918 sampai tahun 1921.
Dalam Volksraad, ia antara lain mengusulkan agar golongan pengusaha juga diwakili dalam lembaga tersebut.
Sesudah meninggalkan Volksraad, dr. Radjiman Wedyodiningrat berkiprah dalam berbagai organisasi, antara lain dalam Committee van da Javasche Ontwikkeling yang kemudian berkembang menjadi Java Instituut dan dalam Indonesiasche Studie Club.
Selain itu, ia juga menerbitkan majalah Timbul yang digunakannya sebagai tempat menyampaikan aspirasi politiknya secara halus.
Di bidang kepertaian, pada tahun 1935 ia ikut mendirikan Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan fusi Boedi Oetomo dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pimpinan Dr. Sutomo.
Dalam Parindra, ia berkedudukan sebagai penasihat.
Pada masa pendudukan Jepang, dr. Radjiman Wedyodiningrat diangkat sebagai anggota Tyuo Sangsi-In merangkap Ketua Tyuo Sangi Kai Madiun.
Namun, yang terpenting pada masa ini ialah jabatannya sebagai Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Badan ini dibentuk sebagai realisasi janji Perdana Menteri Jepang Koiso, yang diucapkannya bulan September 1944 bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan kelak di kemudian hari.
Anggota BPUPKI terdiri atas wakil berbagai golongan dalam masyarakat dengan aspirasi politik yang berbeda.
Oleh karena itu, sidang-sidang BPUPKI sering diwarnai dengan perdebatan yang cukup tajam, khususnya antara kelompok nasionalis Islam dan nasionalis netral agama.
Sebagai yang tertua di antara anggota BPUPKI, dengan kadar intelektual yang cukup tinggi dan berpaham moderat, dr. Radjiman Wedyodiningrat berhasil mengendalikan perbedaan pendapat tersebut, sehingga keputusan yang diambil menjadi keputusan bersama. (3)
Sidang-sidang BPUPKI berlangsung dalam dua masa sidang.
Pertama, dari tanggal 28 Mei sampai 1 Juni; kedua, dari tanggal 10 sampai 17 Juli 1945.
BPUPKI menyelesaikan tugasnya dengan menghailkan beberapa keputusan, antara lain mengenai dasar negara, luas wilayah negara, pertahanan, dan sistem pemerintahan.
Sebagai ganti BPUPKI, dibentuk badan baru, yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Ir. Sukarno dengan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua.
Baca: PAHLAWAN NASIONAL - KH Hasyim Ashari
Pembentukan PPKI ini disampaikan oleh Marsekal Terauchi, panglima pasukan Jepang untuk wilayah Asia Tenggara, dalam pertemuan dengan dr. Radjiman Wedyodiningrat, Sukarno, dan Hatta di Dalat, dekat Saigon.
Sesudah Indonesia merdeka, dr. Radjiman Wedyodiningrat masih sempat menyumbangkan tenaganya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sejak tahun 1936 ia memilih tinggal di Kampuang Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai dokter pandai penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang wafat dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut.
Rumah kediamannya yang sekarang telah dijadikan situs sudah berusia 134 tahun.
Begitu dekatnya dr. Radjiman Wedyodiningrat dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut
Pilihan berlatih ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes. (4)
Begitu pula beliau secara khusus berlatih ilmu kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan dimana saat itu banyak ibu-ibu yang wafat karena menimbulkan.
Akhirnya, pada tanggal 20 September 1952 dr. Radjiman Wedyodiningrat wafat di Dirgo, Widodaren, Ngawi. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman, Yogyakarta, berdekatan dengan makam dr Wahidin Sudiro Husodo yang telah membesarkannya. (5)
Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasanya terhadap bangsa dan negara, pemerintah menganugerahi Dr. Radjiman Wedyodiningrat tanda jasa berupa Bintang Mahaputera Tingkat II dan Bintang Republik Indonesia Utama.
Nama dr. Radjiman Wedyodiningrat dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2013 pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (6)
Atas jasa-jasa besarnya pula berdiri nama Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr. Radjiman Wedyodiningrat di Lawang, Jawa Timur.
Di Dukuh Dirgo, Ngawi, kini terdapat situs Dr. Radjiman Wedyodiningrat yang menjadi wisata sejarah tentang keberadaan dan napak tilas kisah tentang sang dokter dengan jasa besar bagi masa-masa perjuangan kemerdekaan Indonesia tersebut. (7)