Dana Penelitian dari Swasta Hanya 10%, Sri Mulyani: Proses Terlalu Rumit dan Berbelit-belit

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Fathul Amanah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat acara Kompas 100 CEO Forum di Jakarta Convention Center, Kamis (24/11/2016).

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Salah satu fokus kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk lima tahun ke depan adalah bidang peningkatan inovasi, riset, pengembangan dan penelitian.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam hal ini menyatakan bahwa selama ini kontribusi masyarakat dan sektor swasta dalam penelitian masih sangat minim yaitu hanya sekitar 10 persen.

Dilansir oleh Kontan.co.id, menurut Sri Mulyani peranan swasta diharapkan meningkat dan dapat mengimbangi anggaran pemerintah yang selama ini mendominasi pendanaan riset di Indonesia.

“Sekitar 66% dari total belanja penelitian di Indonesia itu dari pemerintah, sementara peran swasta hanya sekitar 10%,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Dikutip oleh Kompas.com, bahwa yang menjadi penyebab swasta enggan mendanai penelitian dan pengembangan riset adalah karena tidak ada insentif.

Hal tersebut menurut Sri Mulyani juga dipengaruhi dengan proses pendanaan yang terlalu rumit dan berbelit-belit.

"Saya mendengar pihak swasta bilang, 'prosesnya rese dan terlalu banyak rambu-rambunya', 'enggak ada insentifnya, Bu'. Makanya ini sejak 10 tahun yang lalu tidak menunjukkan dampak signifikan," kata Sri Mulyani.

Pendanaan riset yang minim dari sektor swasta berbanding terbalik dengan kondisi negara-negara lain.

Charge d’Affaires Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox menyebut, sektor swasta menyumbang sekitar 70 % dari total pendanaan penelitian dan pengembangan di negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Baca: PBSI Rilis Daftar Wakil Indonesia untuk Kejuaraan Dunia BWF 2019 pada 19-25 Agustus Mendatang

Baca: Ujian Tak Henti Dialami Ruben Onsu: Geprek Bensu Fatmawati Terbakar, hingga Karyawannya Kesurupan

Baca: Beri Dukungan untuk Park Seo Joon dan Choi Woo Shik, V BTS Unggah Foto Bertiga

Realita Dana Riset di Indonesia

Di Indonesia, dana pendidikan yang digelontorkan oleh pemerintah mencapai Rp 492,5 triliun pada tahun 2019.

Dari jumlah tersebut, Rp 35,7 triliun dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan riset.

Angka tersebut jauh lebih besar dibanding tahun 2017 yang hanya berkisar Rp 24,9 triliun.

"Kok kecil? Karena dana research yang Rp 35,7 triliun itu dibagikan ke 45 kementrian dan lembaga (K/L) jadi mencar-mencar. Makanya enggak terasa," ungkap Sri Mulyani.

Sementara dari sisi penggunaan anggaran Rp. 35,7 triliun, hanya 43,7 persen yang dialokasikan untuk penelitian.

Sedangkan sisanya digunakan untuk belanja operasional, jasa iptek dan untuk belanja modal karena (menurut Sri Mulyani) infrastruktur riset di Indonesia belum cukup memadai.

Senada dengan hal itu, Deputi II Kantor Staf Presiden Yanuar Nugroho mengatakan, salah satu tantangan Indonesia menciptakan ekosistem riset adalah minimnya keterlibatan sektor di luar pemerintah.

Selain itu menurut Yanuar, pendanaan dari pemerintah umumnya bersifat kaku dan kurang fleksibel untuk penyelenggaraan penelitian.

Baca: Gunung Kerinci Erupsi, Tinggi Kolom Abu Mencapai 800 Meter dari Puncak

Baca: 7 Potret Cantik nan Menawan Elvia Cerolline, Kekasih Baru Billy Syahputra

Baca: Muncul Kembali di Twitter, Atta Halilintar Ditolak hingga Diblokir Netizen Karena Alasan Ini

Strategi Pemerintah

Pemerintah Republik Indonesia menurut Sri Mulyani, menyadari penyebab kesenjangan peran pemerintah dan swasta dalam pendanaan riset.

Permasalahan tersebut kemudian dirumuskan menjadi sebuah strategi pemerintah.

Strategi tersebut dilakukan melalui pemberian insentif pajak yaitu super deduction tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen untuk pelaku usaha dan dunia industri yang melakukan pelatihan vokasi dan riset.

Sri Mulyani juga mengatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan berbagai macam insentif, seperti diskon pajak bagi swasta yang membuka riset dan inovasi.

Selain itu Sri Mulyani juga meminta para pakar peneliti untuk berbagi infrastruktur penelitian apabila memungkinkan untuk dibagi.

"Apakah ada infrastruktur penelitian yang bisa dishare sehingga tidak memakan anggaran penelitian terlalu banyak? Itu bisa dishare kalau ada. Selain itu sekarang berdasarkan PP 45 2019, kamu boleh double deduction bahkan bahkan bisa triple deduction untuk masalah riset Inovasi dan bahkan kita memberikan insentif untuk pelatihan vokasi," kata Sri Mulyani.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019, sektor swasta mendapat keringanan pajak berganda dua hingga tiga kali lipat untuk investasi yang ditujukan ke vokasi dan riset.

“Jadi di luar Rp 35,7 triliun (dalam belanja K/L), pemerintah memberi insentif untuk menyeimbangkan peranan pendanaan riset, agar tidak melulu dari pemerintah,” kata Sri Mulyani.

Selain itu, Sri Mulyani menilai, sumber pendanaan riset dari sektor swasta umumnya lebih efektif.

Pasalnya, sektor swasta biasanya memiliki agenda penelitian berbasis kebutuhan penyelesaian masalah (problem solving) yang nyata.

Selain itu, penelitian yang dikembangkan sektor swasta bisa lebih tepat sasaran dan akuntabel.

“Kalau dana dari pemerintah biasanya yang penting akhir tahun ada laporan. Jadi, sumber dana yang berbeda saja bisa menciptakan motivasi dan hasil yang berbeda,” ungkap Sri Mulyani.

Yanuar Nugroho juga menambahkan bahwa sektor swasta perlu didorong dengan insentif pemerintah untuk membuka riset dan vokasi.

“Ini tantangan kita. Oleh karena itu harus mendorong keterlibatan non-pemerintah seluas-luasnya. Semoga super deduction tax ini menambah peran swasta,” kata Yanuar.

Baca: Designated Survivor: 60 Days (2019)

Baca: Enough (2002)

Baca: Posesif (2017)

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)

JANGAN LUPA SUBSCRIBE CHANNEL YOUTUBE TRIBUNNEWSWIKI



Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Fathul Amanah
BERITA TERKAIT

Berita Populer