Data kependudukan yang dimaksud misalnya KTP elektronik, KK, atau Kartu Identitas Anak (KIA).
Dikutip dari laman Kemendagri, Senin (29/7/2019), Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri (Dirjen Dukcapil Kemendagri), Zudan Arif Fakrulloh mengatakan data kependudukan yang diunggah ke media sosial akan muncul di mesin pencari Google.
Hal tersebut menurutnya akan berpotensi adanya penyalahgunaan bahkan diperjualbelikan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
"Banyaknya gambar KTP-el dan KK yang tersebar di Google juga menjadi celah bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan," kata Zudan seperti dilansir laman Kemendagri, Sabtu (27/7/2019).
Lebih lanjut, Zudan juga mengatakan bahwa selama ini sangat banyak data dan gambar KTP elektronik dan KK yang bersliweran di media sosial dan laman pencarian Google.
Zudan mencontohkan, apabila seseorang mengetikkan ‘KTP elektronik’ di laman pencarian Google, maka hanya dalam 0,46 detik ditemukan 8.750.000 data dan gambar KTP elektronik yang gambarnya tidak diblur sehingga datanya terpampang jelas.
“Begitu juga ketika ketik clue 'Kartu Keluarga' di Google, maka dalam waktu 0,56 detik muncul tak kurang 38.700.000 hasil data dan gambar KK," lanjut Zudan.
Menurut Zudan, selama ini masyarakat sangat mudah menyerahkan salinan KTP elektronik maupun KK untuk suatu keperluan seperti mengurus SIM melalui biro jasa.
Masyarakat juga sudah menyebarluaskan data KTP elektronik dan nomor ponselnya sendiri ketika masuk hotel, perkantoran, dan lain sebagainya.
Begitu juga ketika mengisi ulang pulsa di konter atau warung, penjual kerap meminta pelanggan untuk menuliskan nomor ponselnya di buku.
Data nomor ponsel itu ternyata juga berpotensi untuk diperjualbelikan.
“Tak ada jaminan data tadi aman tidak dibagikan ke pihak lain sehingga muncul banyak penipuan," ujar Zudan.
Zudan juga menjamin bahwa data kependudukan yang diperjualbelikan seperti yang tengah ramai dibicarakan publik bukan berasal dari Dukcapil Kemendagri.
Ia memastikan bahwa data NIK serta KK tersimpan aman di database Dukcapil Kemendagri dan tidak bocor seperti dugaan masyarakat.
Sistem keamanan data center Dukcapil Kemendagri juga telah dibuat berlapis, harus melalui tiga kali tahapan pindai sidik jari untuk masuk ke data center.
Selain itu, Dukcapil juga menggunakan jalur VPN saat berhubungan dengan operator.
"Jadi kalau bocor dari dalam sangat kecil kemungkinannya. Yang paling memungkinkan adalah penyalahgunaan data yang beredar luas di Google tadi dan dikumpulkan serta diolah oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan. Apalagi UU Perlindungan Data Pribadi saat masih digodog di Pemerintah. penyalahgunaan data kependudukan via medsos jadi sangat liar," jelas Zudan.
Baca: Cristiano Ronaldo Absen di Tur Korea Selatan Juventus, Fans Kecewa, Federasi Minta Ganti Rugi
Baca: Big Hit Entertaiment Akuisisi Source Music, GFRIEND Akan Bergabung dengan BTS
Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkapkan bahwa pemberian hak akses verifikasi data kependudukan oleh Ditjen Dukcapil itu bersih dan aman.
Menurut seorang anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, selama ini terdapat kesalahpahamam di tengah masyarakat bahwa pihak swasta dapat mengakses data pribadi.
Padahal sebenarnya yang ada hanya hak akses verifikasi data sehingga tidak ada praktik inkonstitusional apapun.
Akses verifikasi tersebut digunakan untuk memeriksa kebenaran dan keabsahan data dalam rangka melindungi para pengguna layanan tersebut dari identitas palsu.
Dikutip dari Kompas pada Senin (29/7/2019), Alvin Lie juga mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati ketika memberikan data pribadi kepada perusahaan yang mewajibkan mengisi data diri secara lengkap.
Alasannya seperti yang sudah disinggung di atas, bahwa data tersebut rentan disalahgunakan.
“Konsumen berhati-hatilah memberikan data kepada perusahaan, kita harus melihat seberapa perlu kita memberikan data tersebut,” ujar Alvin Lie, Sabtu (27/7/2019).
Lebih lanjut, Alvin menerangkan supaya masyarakat atau konsumen harus lebih bijak dan cermat ketika memberikan data diri baik berupa nama, nomor ponsel, alamat, nomor rekening bank, atau data-data lainnya.
Sebab jika data tersebut sudah diserahkan, maka konsumen tidak dapat berbuat apa-apa lagi, termasuk melaporkannya kepada penegak hukum.