PM 2.5 adalah parameter yang digunakan untuk mengukur jumlah partikel debu halus dalam udara yang berukuran kurang dari 2.5 mikron.
Jika melebihi batas maksimal PM 2.5, maka udara mengandung polutan partikel debu yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat.
Dikutip Tribunnewswiki dari siaran pers pada laman Greenpeace.org pada (05/03/2019), laporan tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi rata-rata tahunan PM 2.5 pada tahun 2018 di Jakarta sangat buruk, dengan Jakarta Selatan mencapai angka 42.2 µg/m3 dan Jakarta Pusat 37.5 µg/m3.
Konsentrasi tersebut melebihi batas aman tahunan PM 2.5 menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 10 µg/m3.
Bahkan termasuk angka yang melebihi batas aman tahunan menurut standar nasional pada PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yaitu 15 µg/m3.
Hal tersebut diakui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang pada (12/03/2019) menyajikan data dari salah satu stasiun pemantauan kualitas udara di Jakarta dan menunjukkan bahwa rata-rata tahunan berada pada angka 34,57 ug/m3.
Menanggapi hal tersebut Pemprov DKI Jakarta mulai berbenah diri dan mulai memberikan solusi untuk mengurangi polusi udara Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta menunjukkan bahwa polusi bersumber dari limbah emisi transportasi darat (75%), pembakaran industri (8%), pembakaran domestik (8%) serta pembangkit listrik dan pemanas (9%).
Oleh karena itu Pemprov DKI Jakarta menganjurkan masyarakat untuk mulai menggunakan transportasi umum untuk beraktivitas dan mulai melakukan gerakan hemat energi.
Dikutip dari Kompas.com, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berencana membagikan tanaman Sansevieria atau Lidah Mertua untuk mengurangi polusi udara Jakarta.
Anies Baswedan saat ini tengah melakukan lelang tanaman Lidah Mertua dalam skala besar yang rencananya akan ditempatkan di atap gedung perkantoran pemerintah maupun swasta di Jakarta.
Peneliti senior dan tenaga ahli Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Delima Hasri Azahari Darmawan mengungkap tanaman Lidah Mertua memang mampu mengurangi dan menyerap polutan di dalam ruangan.
Tanaman Lidah Mertua dapat menangani sick building syndrome atau kondisi ruangan yang tidak sehat akibat tingginya konsentrasi gas korbon dioksida, nikotin dari rokok, dan penggunaan AC.
Sementara itu National Aeronautics and Space Administration (NASA) Amerika Serikat pernah merilis artikel pada 1989 yang mengungkap Lidah Mertua mampu menyerap lebih dari 107 unsur polutan berbahaya pada udara dalam ruangan.
NASA merekomendasikan untuk menempatkan sekitar 15 hingga 18 tanaman Lidah Mertua untuk setiap ruangan seluas 1.800 kaki persegi (sekitar 500 meter persegi).
Hal tersebut berarti bahwa tanaman Lidah Mertua dapat bekerja dengan baik untuk mengurangi polutan yang ada di dalam ruangan.
Meski beberapa bukti ilmiah menunjukkan tanaman lidah mertua dapat mengurangi polusi udara di dalam ruangan, namun kebijakan Anies Baswedan dianggap bukan sebagai solusi tepat dalam mengurangi polusi udara Jakarta.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Ariyanu dalam pesan singkat kepada Kompas.com pada (22/07/2019) menyatakan kebijakan tersebut tidak salah untuk direalisasikan.
Namun akan lebih tepat dan efisien jika Pemprov DKI Jakarta menangani langsung sumber polusi misalnya limbah industri dan pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor atau pembakaran sampah.
Tindakan yang diusulkan oleh Bondan Ariyanu misalnya memberlakukan sanksi bagi pemilik kendaraan bermotor dengan asap yang mengepul akibat pembakaran tidak sempurna, dan melakukan pengecekan kembali mengenai emisi kendaraan bermotor.
"Sebenarnya ini sudah tugas DKI kan? Karena mereka sudah menyatakan sendiri sumber-sumbernya (polutan) dalam instagram itu, lantas solusinya mau ngapain?" tutup Bondan Ariyanu pada Kompas.com (22/07/2019).
Untuk terus update informasi tribunnewswiki.com, ikuti kami di:
Instagram @tribunnewswiki
Fanpage Facebook Tribunnews Wiki
Youtube TribunnewsWiki Official