Sejarah
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Arema Malang adalah klub sepak bola profesional yang berasal dari Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Lahir pada tanggal 11 Agustus 1987, dengan semangat mengembangkan persepakbolaan di Malang. (1)
Kala itu hanya ada satu klub besar di Malang Raya, yakni Persema Malang dan hadirnya Arema Malang membuat perkembangan sepak bola jauh lebih pesat.
Acub Zaenal (dulu administrator liga Galatama) yang kali pertama punya andil menelurkan pemikiran membentuk klub profesional dari Malang yang ditujukan untuk bermain Galatama setelah sebelumnya membangun klub Perkesa 78.
Uniknya, berdirinya Arema Malang tak lepas dari peran Ovan Tobing, salah seorang pengurus Persema Malang.
Lalu, Acub Zaenal mengutus anaknya, Lucky Acub Zaenal untuk mendatangi Ovan Tobing.
Ovan Tobing kemudian mengenalkan Lucky dengan Dirk Sutrisno, pendiri klub Armada 86.
Mereka lalu membentuk seminar dengan beberapa tokoh penting di Malang dan wartawan.
Inti dari seminar tersebut adalah menilai urgensi pembentukan klub profesional di Malang dan akhirnya keluar rekomendasi berupa pembentukan klub untuk berkompetisi di Galatama.
Nama Arema awalnya adalah Aremada, gabungan dari Arema dan Armada 86. (2)
Tetapi nama tersebut tidak bertahan lama.
Klub sempat menjadi Aremada 86 dan tertatih-tatih karena minim pendanaan untuk berkompetisi di Galatama VIII.
Duet anak dan ayah, Acub Zaenal dan Lucky lantas mengambil alih dan berusaha menyelamatkan Arema 86 supaya tetap hidup.
Setelah diambil alih, nama Arema 86 akhirnya diubah menjadi Arema dan ditetapkan pula berdirinya Arema pada 11 Agustus 1987 sesuai dengan akte notaris Pramu Haryono SH–almarhum–No 58.
Ikon singa diambil dari simbol zodiak Leo yang merupakan zodiak Arema yang pada akhirnya terkenal dengan julukan Singo Edan.
Perjalanan Arema Malang
Arema Malang terjun ke kompetisi Galatama pada 1987 hingga 1994, ketika kompetisi Galatama dan kompetisi Perserikatan (amatir) dilebur menjadi satu bernama Liga Indonesia.
Prestasi Arema Malang di era Galatama terhitung lumayan untuk klub yang masih bau kencur kala itu.
Pada 1993, mereka menjuarai Galatama dengan diperkuat legenda Aji Santoso.
Arema Malang sempat benar-benar mengalami kesulitan menjalankan roda kehidupan mereka.
Untuk tempat pemain tinggal dan latihan, mereka mengandalkan pinjaman mes dan lapangan dari TNI AU.
Perjalanan bagai yoyo naik turun kembali dirasakan oleh Arema Malang meski kompetisi Galatama dan Perserikatan sudah bergabung menjadi Liga Indonesia.
Bahkan pada 2003, mereka sempat terdegradasi ke kasta kedua liga, meski saat itu klub sudah diakuisisi PT Bentoel.
Tak menunggu lama, Arema Malang kembali ke kasta tertinggi dengan menjuarai Divisi Utama pada 2004.
Progres Arema Malang membaik setelah momen tersebut.
Menjuarai Copa Indonesia (Piala Indonesia) tahun 2005 dan 2006 adalah prestasi nyata tim berjuluk Singo Edan tersebut.
Kala itu, Arema Malang berada di tangan pelatih kawakan Benny Dollo.
Puncak kegemilangan Arema Malang muncul ketika format Liga Indonesia berubah menjadi Liga Super Indonesia.
Pada 2010, Arema Malang menjadi juara Liga Super Indonesia.
Gelar tersebut adalah pencapaian tertinggi Arema Malang pertama kali di kancah sepak bola nasional.
Kala itu, Arema Malang memang sangat superior.
Dilatih orang Belanda dan mantan pemain Ajax Amsterdam, Robert Rene Alberts dan pemain-pemain top semacam Noh Alam Shah, Muhammad Ridhuan, Ahmad Bustomi, Zulkifli Syukur, dan Kurnia Meiga membuat Arema Malang menjadi salah satu kekuatan besar di Indonesia.
Performa Arema Malang memang tidak mampu melesat hingga level Asia, namun setidaknya mereka bisa meramaikan konstelasi sepak bola Asia Tenggara di Liga Champions Asia sebagai juara Indonesia.
Selanjutnya, Arema Malang menjadi runner-up Liga Super pada tahun 2011 dan 2013.
Dualisme Klub
Nahas, pada medio 2011 mulai terjadi kisruh di sepak bola Indonesia.
Muncul konflik di PSSI pada 2012 dan akhirnya membuat pengelola Liga Super Indonesia mengalami dualisme kepemimpinan yang melahirkan dua kompetisi yaitu Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia.
Hal ini membuat Arema Malang ikut terbelah. (3)
Seperti beberapa klub lain di Indonesia, Arema Malang kala itu tampil di dua liga dengan kepengurusan klub yang berbeda.
Dari titik itulah, bencana datang bertubi-tubi.
Setelah ricuh sepak bola berakhir, pencabutan sanksi dari FIFA dan liga kembali bersatu, Arema Malang mengalami konflik internal karena adanya dua klub dengan entitas sama.
Arema Malang yang berada di Liga Super yakni Arema Cronus (kini Arema FC) diakui sebagai entitas resmi setelah konflik PSSI mereda dan langsung berkompetisi di kasta tertinggi.
Arema Malang yang berada di Liga Primer Indonesia yakni Arema Indonesia akhirnya diakui belakangan dan mengikuti kompetisi di kasta ketiga (Liga Nusantara).
Arema FC berada di bawah naungan PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi, sedangkan Arema Indonesia dimiliki oleh PT Arema Indonesia.
Dualisme tersebut belum lah selesai hingga kini dan masyarakat tetap mengenal dua Arema Malang dalam khasanah sepak bola Indonesia yaitu Arema FC dan Arema Indonesia.
Arema Malang memiliki suporter loyal dengan nama Aremania dan Aremanita sebutan untuk suporter perempuan.
Aremania adalah orang-orang yang menggilai Arema dan karena makna mania berasal dari Bahasa Inggris 'maniac'.
Tren penggunaan nama belakang 'mania' dahulu sempat populer di kalangan suporter sepak bola Indonesia pada era Galatama dan Ligina.
Arema Malang memiliki dua stadion yang sering menjadi kandang yakni Stadion Gajayana dan Stadion Kanjuruhan.
Prestasi
Galatama
Juara (1): 1993
Indonesia Super League
Juara (1): 2010
Runner-Up (2): 2011, 2013
Divisi Satu Liga Indonesia
Juara (1): 2004
Piala Galatama
Runner-Up (1): 1992
Piala Indonesia
Juara (2): 2005, 2006
Runner-Up (1): 2010
Penyisihan grup Liga Champions Asia 2007
Penyisihan grup Liga Champions Asia 2011
Perempatfinal Piala AFC 2012
Babak-16 besar Piala AFC 2014
Skuad Arema FC pada 2019
Kurniawan Kartika Ajie, Utam Rusdiana, Sandy Firmansyah, Andrias Fransisco
Hamka Hamzah, Arthur Cunha, Johan Farizi, Alfin Tuasalamony, Ikhfanul Alam, Ricky Akbar Ohorela, Agil Munawar, Rachmat Latif
Makan Konate, Pavel Smplyachenko, Hendro Siswanto, Hanif Sjahbandi, Dendi Santoso, Nasir, Ridwan Tawainella, Jayus Hariono, M Rafli, Titan Agung Fauzi, Vikrian Akbar
Sylvano Comvalius, Ricky Kayame, Dedik Setiawan, Sunarto, Rivaldi Bawuo, Ahmad Nur Hardianto, Zidane Pulanda. (4)