Film Labinak: Mereka Ada di Sini berhasil menggambarkan berbagai nuansa emosional dari seorang ibu yang terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan.
DRAMA KOREA - Ilustrasi film bioskop yang diambil dari Freepik pada Senin (3/2/2025) via Tribunnews. Simak inilah detail film Labinak: Mereka Ada di Sini (2025)
Film Labinak: Mereka Ada di Sini berhasil menggambarkan berbagai nuansa emosional dari seorang ibu yang terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan.
TRIBUNNEWSWIKI.COM -Labinak: Mereka Ada di Sini adalah film horor Indonesia produksi Anami Films.
Film Labinak: Mereka Ada di Sini diproduseri oleh Prakash Chugani, Deepak Chugani, Dilip Chugani, dan Sanjeev Bhalla.
Sementara sutradaranya adalah Azhar Kinoi Lubis.
Skenario Labinak: Mereka Ada di Sini ditulis Pratiwi Juliani.
Labinak: Mereka Ada di Sini dibintangi oleh Raihaanun.
Film Labinak: Mereka Ada di Sini berhasil menggambarkan berbagai nuansa emosional dari seorang ibu yang terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan.
Karakter Najwa digambarkan sebagai refleksi banyak ibu di luar sana yang berjuang melawan ketidakadilan sosial sembari tetap berusaha melindungi anak mereka.
Najwa merupakan sosok yang tidak memiliki banyak pilihan, namun memiliki harapan yang besar untuk masa depan anaknya. (1)(2)(3)
Film "Labinak: Mereka Ada di Sini" menceritakan kisah seorang ibu bernama Najwa yang mencari kehidupan yang lebih baik di Jakarta bersama putrinya.
Ia mendapat pekerjaan di sekolah elite yang dikelola keluarga Bhairawa.
Namun, kehidupan mewah itu menyembunyikan sisi gelap, di mana putrinya menjadi incaran ritual kanibalisme kuno oleh keluarga Bhairawa.
Najwa berjuang mati-matian untuk melindungi putrinya dari ancaman tersebut.
Film ini menggabungkan unsur horor dengan tema ketimpangan sosial dan kritik terhadap realitas masyarakat yang kejam.
Keluarga Bhairawa, yang merupakan representasi dari elite, menggunakan kekayaan dan kekuasaan mereka untuk memanipulasi moralitas dan menjadikan orang miskin sebagai tumbal demi kelangsungan hidup mereka.
Film ini menunjukkan bagaimana kekuasaan dan kekayaan bisa memutarbalikkan nilai-nilai kemanusiaan hingga ekstrem. (4)