TRIBUNNEWSWIKI.COM - Eks pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab menyatakan perang untuk semua pihak yang terlibat dalam kasus Km 50 setelah dinyatakan bebas murni, Senin (10/6/2024).
“Jadi, sekali lagi, saya bersumpah, demi Allah, saya menyatakan perang kepada semua pihak yang terlibat dalam pembantaian Km 50,” kata Rizieq di depan kantor Balai Pemasyarakatan (Bapas) Jakarta Pusat, Senin (10/6/2024), dikutip dari Kompas.com.
Rizieq tidak peduli dengan latar belakang pihak yang terlibat dalam kasus Km 50.
“Saya akan kejar mereka dari dunia sampai akhirat. Artinya di dunia ini saya akan kejar mereka, dari proses hukum, baik dari nasional maupun internasional,” ujar Rizieq.
Dalam hal ini, dirinya mengeklaim telah mengirim berkas ke beberapa negara yang peduli soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berkaitan dengan perkara Km 50.
“Dan saya tantang mereka para pembantaian Km 50, kapan lagi mau bantai saya? Saya tunggu,” pungkas Rizieq.
Peristiwa Km 50
Seperti diketahui, peristiwa Km 50 atau unlawfull killing ini adalah insiden penembakan yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50 pada 7 Desember 2020.
Kasus ini bermula dari absennya Muhamad Rizieq Shihab dalam pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus pelanggaran protokol kesehatan untuk kedua kalinya.
Kala itu, polisi menerima informasi dari masyarakat dan media sosial yang menyebut bahwa simpatisan Rizieq bakal menggeruduk Mapolda Metro Jaya.
Sehingga, Polda Metro Jaya memerintahkan sejumlah anggotanya, yakni Briptu Fikri R dan Ipda M Yusmin.
Lalu, ada juga Ipda Elwira Priadi, Aipda Toni Suhendar, Bripka Adi I, Bripka Faisal KA, dan Bripka Guntur P menyelidiki rencana penggerudukan tersebut.
Dalam penyelidikan, anggota kepolisian mengeklaim mendapatkan perlawanan dan tindakan kekerasan dari pihak anggota Laskar FPI yang diakhiri dengan penembakan enam laskar.
Dalam persidangan tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan, terjadi baku tembak antara para laskar FPI dengan pihak kepolisian.
Baku tembak itu mengakibatkan dua laskar FPI tewas, yaitu Ahmad Sukur dan Andi Oktiawan.
Ipda Yusmin, Briptu Fikri, serta Ipda Elwira lalu melakukan pengejaran terhadap laskar FPI lainnya.
Ketiganya melumpuhkan empat anggota FPI lainnya, yakni Muhammad Reza, Akhmad Sofiyan, Luthfi Hakim, dan Muhammad Suci Khadavi.
Keempat anggota FPI itu lantas dimasukkan ke mobil Daihatsu Xenia dengan nomor polisi B-1519-UTI untuk dibawa dan dimintai keterangan di Polda Metro Jaya.
Baca: Umur Masih Muda, Ini Sosok Syarifah Mona Hasinah Alaydrus Istri Baru Habib Rizieq Shihab
Di dalam mobil, anggota polisi dan laskar FPI disebut melakukan perlawanan yang berujung pada penembakan Luthfi Hakim sebanyak empat kali oleh Elwira di bagian dada kiri hingga menembus pintu mobil.
Elwira juga menembak Akhmad Sofiyan dua kali di dada kiri hingga menembus kaca bagasi mobil.
Saat kondisi semakin tidak terkendali, Fikri mengambil senjatanya dan menembak mati dua orang anggota FPI yang tersisa, yaitu M Suci Khadavi dan M Reza, yang duduk di kursi belakang.
Setelah empat anggota FPI itu tewas, Yusmin menepikan mobil ke bahu jalan tol.
Dirinya pun turun untuk menelepon saksi Kompol Ressa F Maradsa Bessy dan melaporkan peristiwa yang telah terjadi.
Ketiga anggota kepolisian ini lalu diperintahkan untuk membawa empat anggota FPI itu ke RS Polri.
Rizieq Shihab Nilai Sebutan Imam Besar Berlebihan
Habib Rizieq Shihab berpendapat bahwa sebutan "Imam Besar" yang disematkan kepada dirinya agak berlebihan.
Hal ini diungkapkan oleh Habib Rizieq Shihab dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (17/6/2021), dengan agenda pembacaan duplik terdakwa atas tanggapan replik dari jaksa.
Dia mengatakan penobatan imam besar yang disematkan kepada dirinya datang dari para pengikutnya, bukan kemauan dirinya sendiri.
"Saya pun berpendapat bahwa sebutan ini untuk saya agak berlebihan, namun saya memahami bahwa ini adalah Romzul Mahabbay, yaitu tanda cinta dari mereka terhadap orang yang mereka cintai," kata Rizieq, seperti dikutip dari Tribunnews.com.
Sebelumnya, pada sidang pembacaan replik pada Senin (14/6/2021), Jaksa Penuntut Umum menyebut kalau penobatan imam besar kepadanya hanya isapan jempol belaka.
Dalam hal ini, Rizieq mengatakan kalau pernyataan dari jaksa tersebut terkesan dipenuhi oleh gelora emosional dan tidak ada sangkut-pautnya dengan perkara.
Dalam pembacaan duplik terdakwa atas tanggapan replik dari jaksa, Rizieq pun mengkhawatirkan atas pernyataan jaksa tersebut.
Baca: Muhammad Rizieq Shihab
Adapun pernyataan tersebut disampaikan Jaksa pada halaman 2 repliknya dengan bunyi 'Ternyata yang didengung-dengungkan sebagai seorang Imam Besar hanyalah isapan jempol belaka'.
"Kalimat pembuka tersebut entah oleh siapa dan dengan maksud apa difoto dari replik JPU dan disebarluaskan via Medsos ke para Pejabat Tinggi Negara serta Tokoh Nasional, hingga akhirnya viral dan sampai ke Umat Islam dimana-mana," kata Rizieq dalam persidangan.
Rizieq Shihab pun khawatir apabila perkataan jaksa itu disalah tafsirkan sebagai tantangan untuk masa simpatisannya terdorong datang saat sidang vonis, Kamis 24 Juni 2021 pekan depan.
"Karenanya hinaan JPU terhadap istilah 'Imam Besar' bukanlah hinaan JPU terhadap diri saya, sehingga saya tidak akan pernah merasa terhina atau merasa tersinggung apalagi marah, akan tetapi saya khawatir hinaan tersebut akan diartikan oleh Umat Islam Indonesia sebagai hinaan terhadap cinta dan kasih sayang mereka," tutur Rizieq.
"Nasihat saya kepada JPU agar hati-hati. Jangan menantang para pecinta, karena cinta itu punya kekuatan dahsyat, yang tak kan pernah takut akan tantangan dan ancaman," tandasnya.
Diketahui dalam repliknya, jaksa menyoroti perkataan Rizieq Shihab yang dinilai kasar dan tidak sesuai norma yang disampaikannya dalam pledoi atau nota pembelaan.
Jaksa menilai perkataan tersebut tidak patut atau tidak layak disampaikan siapapun dalam persidangan.
"Tidak perlu mengajukan pembelaan dengan perkataan yang melanggar norma bangsa dengan kata-kata yang tidak sehat yang mengedepankan emosional apalagi menghujat," kata jaksa dalam ruang sidang.
Perkataan Rizieq yang menjadi fokus jaksa yakni saat eks Imam Besar FPI itu menuding jaksa berotak penghasut, tak ada rasa malu, culas (curang), hingga licik.
Tak hanya itu, Rizieq Shihab juga menyatakan kalau jaksa menjijikkan dirasuki iblis dan meresahkan.
"Tak ada rasa malu, menjijikkan, culas dan licik sebagaimana (halaman) 40, 42, 43 46, 108, 112. Sudah biasa berbohong manuver jahat, ngotot, keras kepala, iblis mana yang merasuki, sangat jahat dan meresahkan, sebagaimana pleidoi, tanpa filter," ucap jaksa.
Tak berhenti disitu, ada juga pernyataan lain dari Rizieq yang juga disorot oleh jaksa yang menyebut kalau jaksa hanya dijadikan alat oligarki.
Baca: Muhammad Rizieq Shihab (Habib Rizieq)
Jaksa dalam repliknya mengatakan kalau hal tersebut tidak sepantasnya diungkapkan siapapun dalam muka persidangan.
"Kalimat-kalimat seperti ini lah dilontarkan terdakwa dan tidak seharusnya diucapkan yang mengaku dirinya berakhlak kulkarimah tetapi dengan mudahnya terdakwa menggunakan kata-kata kasar sebagaimana diatas," ujar jaksa.
Alhasil jaksa menyayangkan perkataan Rizieq yang sebetulnya memiliki banyak pengikut dan dianggap sebagai guru.
Atas dasar itu, jaksa menyatakan status Rizieq Shihab yang juga merupakan tokoh masyarakat, serta dinobatkan sebagai Imam Besar hanyalah isapan jempol.
"Ternyata yang didengung-dengungkan sebagaimana Imam Besar hanya isapan jempol belaka," tukasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam pledoinya, Rizieq Shihab menyebut, seluruh perkara pelanggaran prokes mulai dari kerumunan Petamburan dan Megamendung hingga kasus swab tes ini tidak murni masalah hukum.
"Namun lebih kental warna politisnya, dan ini semua merupakan bagian dari operasi intelijen hitam berskala besar yang bertujuan untuk membunuh karakter saya," kata Rizieq dalam ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).
Lebih lanjut Rizieq Shihab juga menyebut, perkara pelanggaran prokes yang sedang dijalaninya merupakan upaya oligarki untuk memenjarakan dirinya.
Sebab Rizieq menilai kalau perkara ini merupakan gerakan politik balas dendam atas dirinya serta organisasi masyarakat yang dibesarkannya, Front Pembela Islam (FPI).
Baca: Front Pembela Islam (FPI)
"Operasi intelijen hitam berskala besar tersebut adalah gerakan politik balas dendam terhadap saya dan FPI serta kawan-kawan seperjuangan yang dianggap sebagai halangan dan ancaman bagi gerakan oligarki anti tuhan,"
"Kami sebut intelijen hitam karena mereka tidak bekerja untuk keselamatan bangsa dan negara, tapi hanya untuk kepentingan oligarki," ucap Rizieq.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/PUTRADI PAMUNGKAS)