TRIBUNNEWSWIKI.COM - Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo diduga menerima uang setoran sebesar 4.000 hingga 10.000 dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp62,2 juta hingga Rp156,7 juta per bulan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut uang itu adalah hasil pemerasan terhadap bawahan dan gratifikasi melalui orang kepercayaannya.
Dari periode 2020 hingga 2023, Syahrul diperkirakan sudah menerima uang setoran sebesar kira-kira Rp13,9 miliar.
“Besaran nilai (uang perasan) yang telah ditentukan Syahrul dengan kisaran besaran mulai 4.000 dolar AS sampai dengan 10.000 dolar AS,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, (11/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Tanak, uang setoran itu dikumpulkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta.
KPK mengatakan Kasdi dan Hatta meminta bahwannya di lingkup eselon I, para direktur jenderal, kepala badan, dan sekretaris di masing-masing eselon I, untuk menyerahkan uang secara paksa.
Baca: Mangkir dari Panggilan KPK, Syahrul Yasin Limpo Minta Izin Temui Ibu di Kampung Halaman
Sumber uang itu ialah realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang telah digelembungkan, termasuk permintaan kepada beberapa vendor yang memenangkan proyek di kementerian itu.
Tanak berujar bahwa uang tersebut diserahkan dalam bentuk mata uang asing. “Dilakukan secara rutin setiap bulan,” katanya.
Dia menyebut uang setoran digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Syahrul dan keluarga intinya. Uang itu turut digunakan untuk membeli barang mewah, termasuk mobil.
“Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik Syahrul,” kata dia.
Syahrul, Kasdi, dan Hatta ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi.
Ketiganya disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca: Firli Bahuri: Isu Pimpinan KPK Peras Syahrul Limpo Jadi Serangan Balik para Koruptor
Syahrul minta pemeriksaan ditunda
Syahrul meminta tim penyidik KPK menunda jadwal pemeriksaan. Ervin Lubis yang menjadi kuasa hukum Syahrul menyebut pihaknya bakal mendatangi Gedung Merah Putih KPK guna menyerahkan surat permohonan penjadwalan ulang.
"Pagi ini, tim kuasa hukum Syahrul Yasin Limpo mengantarkan surat pada KPK yang pada pokoknya mengajukan permohonan penjadwalan ulang,” kata Ervin dalam keterangan tertulis, Rabu, (11/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
Ervin menyebut kliennya itu meminta waktu agar bisa menemui ibunya yang berusia 88 tahun dan tengah sakit di kampung halaman.
Dia berharap kesempatan itu mampu membuat Syahrul teguh dalam menghadapi proses hukumnya.
“Saya Menghormati KPK, Namun izinkan saya terlebih dahulu menemui Ibu di kampung,” kata Syahrul sebagaimana yang disampaikan oleh Ervin.
Baca: Ketua KPK Firli Bahuri Akui Bertemu Syahrul Limpo sebelum Penyelidikan Kasus di Kementan
Ervin menyebut Syahrul tetap akan bersikap kooperatif dalam penyelidikan kasus yang kini menjeratnya.
Surat permohonan itu ditandatangani tiga perwakilan kuasa hukum Syahrul yakni, Ervin, Arianto W. Soegio, dan Anggi Alwik Juli Siregar.
“Kami akan berkoordinasi lebih lanjut dengan penyidik terkait dengan waktu penjadwalan ulang. Semoga faktor kemanusiaan ini dapat dipertimbangkan”, ujar Ervin.
Surat perintah penyidikan dipertanyakan
Sementara itu, eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mempertanyakan lamanya surat perintah penyidikan (sprindik) dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Menurut Saut, berdasarkan informasi intelijen yang diterimanya.
Saut mengatakan, berdasarkan informasi intelijen yang ia terima, para pejabat KPK telah menggelar ekspose atau gelar perkara untuk membicarakan hasil penyelidikan dugaan korupsi di kementerian itu pada 13 Juni 2023.
Baca: Saksi Mata Bongkar Isi Pembicaraan Ketua KPK Firli dengan Syahrul Limpo di GOR
Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Syahrul. Akan tetapi, meski kasus itu naik sidik, sprindik lama ditandatangani.
“Jadi beberapa hari setelah ekspose, (sprindik) tidak kunjung ditandatangani,” kata Saut, Rabu, (11/10/2023).
Menurut Saut, sprindik itu baru ditandatangani tanggal 26 September. Kala itu Ketua KPK Firli Bahuri dikabarkan sedang melakukan perjalanan dinas ke Korea Selatan.
Saut penasaran akan alasan pimpinan KPK lama menandatangai sprindik.
“Sebenarnya ketika itu ekspose semua (forum) setuju, yang tanda tangan siapa saja (pimpinan) terserah, yang ada di kantor dan enggak usah mesti nunggu sampai September dong,” kata Saut.
“Dari Juni sampai September. Juni, Juli. (Agustus), September. Tiga bulan didiemin."
(Tribunnewswiki)
Baca berita lain tentang kasus Syahrul Yasin Limpo di sini.