Mengenal Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan yang Terkenal Dengan Slogan 'Tur Wuri Handayani'

Inilah sosok Ki Hadjar Dewantara yang perlu kamu ketahui, Pria asal Pakualam yang dijuluki sebagai Bapak Pendidikan


zoom-inlihat foto
ki-hajar-dewantaraa.jpg
Istimewa/Tribun Manado
Ki Hadjar Dewantara


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Hari Pendidikan Nasional yang selalu diperingati pada tangal 2 Mei di Indonesia identik dengan sosok Ki Hadjar Dewantoro.

Hari Pendidikan Nasional adalah hari yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk memperingati kelahiran Ki Hadjar Dewantara.

Jadi, tanggal 2 Mei ini bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia.

Inilah hal-hal penting terkait sosok Ki Hadjar Dewantoro si Bapak Pendidikan Indonesia yang perlu kamu ketahui:

Ki Hadjar Dewantara merupakan pahlawan pendidikan.

Ki Hadjar Dewantara memiliki nama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat.

Pria kelahiran Pakualam ini lahir pada 2 Mei 1889.

Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di usia 69 tahun pada 26 April 1959 di Yogyakarta.

Baca: Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas)

Baca: Pahlawan Bulu Tangkis Indonesia Verawaty Fajrin Meninggal Dunia di Usia 64 Tahun

Bapak Pendidikan ini merupakan anak dari pasangan Pangeran Soerjaningrat dan Raden Ayu Sandiah.

Ki Hadjar Dewantara menikah dengan Raden Ajeng Sutartinah.

Ki Hadjar Dewantara merupakan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.

Tanggal lahir dari Ki Hajar Dewantara diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Satu diantara semboyan Ki Hadjar Dewantara dijadikan slogan Kementrian Pendidikan Nasional Indonesia yakni Tut Wuri Handayani.

Ki Hadjar Dewantara salah satu pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia
Ki Hadjar Dewantara salah satu pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia (Repro Notepam.com via Tribun Manado)

Inilah 3 slogan Ki Hadjar Dewantara yang paling terkenal:

1. Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi contoh)

2. Ing madya mangun karsa (di tengah memberi semangat)

3. Tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan) 

Ki Hadjar Dewantara tumbuh di lingkungan keluarga bangsawan yakni Kadipaten Pakualam.

Latar belakang yang bangsawan membuat Ki Hadjar Dewantara mempunyai hak untuk melanjutkan pendidikan.

Ki Hadjar Dewantara menempuh pendidikan pertamanya di ELS, merupakan sebuah sekolah dasar untuk anak-anak Eropa maupun Belanda dan juga untuk anak-anak kaum bangsawan lainnya.

Kemudian Ki Hadjar Dewantara melanjutkan pendidikan di STOVIA.

STOVIA merupakan sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di kota Batavia.

STOVIA didirikan pada masa kolonial Belanda yang sekarang berubah namanya menjadi Fakultas Kedokter Universitas Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara tidak menyelesaikan pendidikannya karena Ki Hajar Dewantara sakit.

Baca: Hari Pahlawan 10 November 2021, Komponis Besar Ismail Marzuki Tampil Jadi Google Doodle

Baca: Pimpin Pemakaman Serda Rizal Korban KKB Papua, Jenderal Dudung: Dia Gugur Sebagai Pahlawan

Pada 1913, pemerintah Kolonial Belanda mengadakan perayaan kebebasan Belanda dari penjajah Perancis.

Namun kolonial Belanda meminta iuran dari rakyat.

Kemudian Ki Hadjar Dewantara membuat tulisan yang berisi kritik.

Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).

Tulisannya tersebut di muat oleh surat kabar De Expres.

Kutipan tulisannya :

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.

Ide untuk menyelenggaraan perayaan itu saja sudah menghina mereka, dan sekarang kita keruk pula kantongnya.

Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu!

Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya".

Setelah membaca tulisan dari Ki Hadjar Dewantara, pemerintah Belanda menjadi marah.

Pemerintah Belanda takut dengan membaca tulisan Ki Hadjar Dewantara akan membuat rakyat berpikir dan menjadi memusuhi pemerintah Belanda.

Ki Hadjar Dewantara akhirnya ditangkap oleh pemerintah Belanda dan diasingkan di Pulau Bangka.

Cipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker tidak terima akan penangkapan dari pemerintah Belanda .

Belanda lalu menangkap keduanya dan diberikan hukuman yang sama yakni pengasingan dan ditempatkan terpisah.

Tiga Serangkai (Cipto Mangoenkoesoemo, Douwes Dekker, Ki Hadjar Dewantara) tersebut merasa keberatan dan memilih untuk diasingkan di Belanda.

Kolonial Belanda menyetujui dan Tiga Serangkai tersebut diasingkan di Belanda selama enam tahun.

Ki Hadjar Dewantara Diasingkan

Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara (KOMPAS/KOMPAS/JITET KOESTANA)

Ketika diasingkan di Belanda, Ki Hadjar Dewantara masuk ke Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) sebuah organisasi yang berisi pelajar yang berasal dari indonesia.

Pada 1913 Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah pers yang bernama Indonesisch Pers-bureau (Kantor Berita Indonesia).

Di Belanda, Ki Hadjar Dewantara mempelajari ilmu pendidikan untuk mengawali impiannya yang ingin memajukan kualitas kaum pribumi.

Kemudian Ki Hadjar Dewantara berhasil mendapatkan Europeesche Akta.

Europeesche Akta ini yang membantu Ki Hadjar Dewantara untuk dapat mendirikan sebuah lembaga pendidikan di Indonesia.

Ketika Ki Hadjar Dewantara kembali ke indonesia pada 1919, Ki Hadjar Dewantara bergabung ke sekolah binaan saudaranya dan menjadi guru di sekolah tersebut.

Pengalaman mengajar yang diperoleh digunakan untuk bekal ketika akan mendirikan sekolah nanti.

Pada 1922 ketika Ki Hadjar Dewantara berusia 40 tahun menurut Tahun Caka, nama Ki Hadjar Dewantara yang semula bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat diganti menjadi Ki Hadjar Dewantara, yang kemudian dalam ejaan Bahasa Indonesia pada 1972 namanya dieja menjadi Ki Hadjar Dewantara.

Pada 3 Juli 1922, Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah sekolah yang bernama Perguruan Nasional Taman Siswa (National Onderwijs Institut Taman Siswa).

Sekolah ini menekankan rasa kebangsaan kepada pribumi agar memiliki rasa cinta tanah air yang tinggi dan memperoleh kemerdekaan.

i(TRIBUNNEWSWIKI/Kaa)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di


KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved