TRIBUNNEWSWIKI.COM - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) angkat bicara tentang hilangnya ayat Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang telah masuk dalam Progam Legislasi Nasional Tahun 2022.
Unifah Rosyidi selaku Ketua Umum Pengurus Besar PGRI dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (28/8/2022), menegaskan hal tersebut melukai rasa keadilan bagi tenaga pendidik yang selama ini mengabdi bagi pendidikan Indonesia.
"Jangan coba-coba mempersulit sertifikasi, kenaikan pangkat, dan yang paling melukai rasa keadilan adalah menghapuskan TPG di RUU Sisdiknas yang didaftarkan dalam prolegnas. Kami menuntut pasal itu dikembalikan," ucap Unifah, seperti dilansir oleh Kompas.com.
Unifah membeberkan guru serta dosen adalah profesi.
Tunjangan profesi guru merupakan bentuk pengakuan serta penghargaan bagi profesi tersebut.
"Sudah menjadi rahasia umum bahwa masih banyak guru dan dosen, utamanya di sekolah-sekolah ataupun perguruan tinggi swasta yang belum mendapatkan gaji memadai, minimal memenuhi upah minimum Provinsi/Kabupaten/kota," katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, jelas tertulis bahwa guru dan dosen berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial dari pemerintah dan pemerintah daerah.
"Sangat disayangkan, dalam draf RUU Sisdiknas ini substansi penting mengenai penghargaan atas profesi guru dan dosen sebagaimana tertuang dalam UU Guru dan Dosen, justru menghilang," paparnya.
Dia kemudian merinci dalam RUU Sisdiknas daftar versi April 2022 yang beredar luas, di pasal 127, ayat 3 dengan jelas mengatur pemberian tunjangan profesi bagi guru serta dosen.
Baca: Syarat CPNS dan PPPK 2022 yang Buka 1.086.128 Formasi: Rekrutmen Seleksi PPPK Guru Diprioritaskan
Namun, dalam draf versi Agustus 2022 yang beredar kini, pemberian tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, dan tunjangan kehormatan dosen sebagaimana tertulis dalam ayat 3-10 pasal 127 hilang.
Jika memang dihilangkan, sangat disayangkan Kemendibudristek sudah melakukan pengingkaran terhadap profesi guru dan dosen.
"Kami langsung rapatkan barisan bahwa draft RUU per 22 Agustus yang kita terima sungguh-sunggu mengingkari logika publik. Menafikan profesi guru dan dosen. Tidak menghargai guru dan dosen adalah profesi yang dikatakan mulia. Itu hanya dipidatokan."
"Kami kemudian konsolidasi, menulis pikiran kami dan kami tolak tegas penghapusan pasal tentang tunjangan profesi guru, tunjangan daerah terpencil, tunjangan dosen, tunjangan kehormatan dosen, ini sama saja matinya profesi guru dan dosen," sambungnya.
Baca: PGRI Putuskan Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ada 5 Pertimbangan
5 Hal Penting yang Disorot PGRI
Menanggapi hal itu, PGRI memberikan catatan penting:
1. Kembalikan bunyi pasal 127 ayat 1-10 sebagaimana tertulis dalam draf versi April 2022 yang memuat tentang pemberian tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya.
2. PGRI akan terus konsisten memperjuangkan hak profesional yang melekat dalam diri guru dan dosen.
3. Guru dan dosen adalah profesi, yang dalam menjalankan tugas keprofesiannya berhak mendapatkan kesejahteraan berupa penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
4. Kembalikan bunyi pasal 127 ayat 1-10 sebagaimana tertulis dalam draf versi April 2022 yang memuat tentang pemberian tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus, tunjangan kehormatan, dan lainnya.
5. Pembahasan RUU Sisdiknas ini seharusnya masih membutuhkan kajian yang komprehensif, dialog terbuka dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan pendidikan termasuk organisasi profesi PGRI, dan tidak perlu tergesa-gesa.
Kendati ayat terkait TGD menghilang, PGRI menghimbau agar para tenaga pendidik tidak perlu mogok mengajar atau melakukan demo.
PGRI berkomitmen akan memperjuangkan keadilan bagi para pendidik.
"Tetapi kami (PGRI) akan tetap memperjuangkan kesejahteraan para guru dengan cara yang konstitusional, di antaranya dengan bertemu dengan pejabat Kemendikbud Ristek atau Komisi X DPR RI," tegasnya.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/PUAN)