TRIBUNNEWSWIKI.COM - Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta (FIK UMS) memberikan pelatihan stunting kepada para petugas Posyandu di Desa Krajan, Kabupaten Sukoharjo.
Pelatihan tersebut dilaksanakan pada Rabu, (18/5/22).
Ketua tim, Irdawati mengatakan, kegiatan ini adalah bagian dari program hibah integrasi tri dharma perguruan tinggi UMS dalam hal pengabdian kepada masyarakat.
Adapun tujuan dari kegiatan ini yakni meningkatkan pengetahuan kader kesehatan dalam hal mendeteksi kejadian stunting.
Menurut Irdawati, stunting merupakan kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek dibandingkan anak-anak lain seusianya, atau dengan kata lain, tinggi badan anak berada di bawah standar.
Maka dari itu kata Irdawati, perlu dilakukan pencegahan stunting agar anak bisa tumbuh normal.
Baca: Rincian Donasi yang Diterima dan Disalurkan ACT yang Sedang Diterpa Isu Dugaan Penyelewengan Dana
Baca: Persentase Penderita Stunting Turun 7 Persen, Pemerintah Beri Apresiasi Pada 10 Sosok Pahlawan
Berdasarkan data yang diperoleh Irdawati, pada 2021 total anak stunting di Kecamatan Gatak, Sukoharjo, Jawa Tengah itu persentasenya mencapai 9,5 persen.
Angka tersebut merupakan angka tertinggi di wilayah Sukoharjo.
Dari total persentase tersebut, 11,65 persen di antaranya berada di Desa Krajan, Sukoharjo.
"Maka dari itu, kami memilih Desa Krajan untuk diberikan pelatihan stunting," ujar Irdawati kepada TribunnewsWiki.
Untuk memberikan pelatihan itu, Irdawati dibantu para dosen dari Fakultas Kesehatan UMS seperti Siti Arifah, Yuli Kusumawati, dan Abi Muhlisin.
Adapun dalam pelaksanaanya, FIK UMS berkolaborasi dengan Puskesmas di Kecamatan Gatak, Sukoharjo.
Pelatihan itu diikuti oleh 26 kader kesehatan.
Kader kesehatan sendiri, kata Irdawati yaitu, sukarelawan dari masyarakat yang bertugas di posyandu tersebut.
Menurutnya, para kader kesehatan ini sangat penting diberi pelatihan lantaran di Posyandu itu mereka bertugas untuk meningkatkan gizi balita dan penimbangan berat badan.
Dan mulai sekarang, tugas mereka ditambah dengan pengukuran tinggi badan.
Baca: Pihak ACT Jawab Tuduhan PPATK yang Sebut Lembaga Ini Danai Terorisme: Dana yang Mana?
Baca: Kartu Prakerja Gelombang 35 Akan Segera Ditutup, Berikut Syarat dan Cara Mendaftarnya
Maka dari itu, dirasa sangat penting untuk memberikan pelatihan kepada mereka khususnya deteksi dini penderita stunting dan bagaimana mengatasinya.
Anak dikatakan stunting jika tinggi badan anak itu -2SD sampai -3SD.
Cara mendeteksinya, tinggi badan anak diukur lalu hasil ukurnya itu tulis di Kartu Tinggi Sehat.
Kartu Tinggi Sehat adalah kartu yang didesain oleh Irdawati, Dosen Fakultas Kesehatan UMS untuk mendeteksi stunting.
Di dalam kartu itu ada grafik yang menjadi tolok ukur apakah anak itu masuk dalam kategori stunting atau tidak.
Para kader kesehatan di Posyandu tersebut diajari bagaimana cara mengukur dan membaca grafiknya.
Baca: Video Viral Anggota TNI Pecahkan Kaca Mobil untuk Selamatkan Balita, Ternyata Putrinya Sendiri
Baca: Pakar AS Sarankan Balita Berumur 6 Bulan atau Lebih Divaksin Covid-19
Menurut Irdawati, pendeteksian stunting itu tidak bisa dilakukan hanya sekali saja.
Pengukuran tinggi badan anak (balita) harus dilakukan secara rutin setiap bulannya.
"Sehingga nantinya akan diketahui tinggi badan udah sesuai atau belum".
"Jika belum sesuai maka bisa diberikan stimulus atau rangsangan kepada anak, sekaligus edukasi kepada orang tua," ujarnya.
Selanjutnya, kata Irdawati, Orang tua diberikan edukasi agar memberikan gizi yang sesuai kebutuhan sehingga kejadian stunting bisa dihindari.
Dia menambahkan, setelah selesai pelatihan, mereka para kader kesehatan tidak dibiarkan begitu saja.
"Kami dari FIK UMS tetap memberikan peninjauan ke lokasi untuk melihat perkembangan para kader kesehatan dalam bertugas," sambungnya.
"Peninjauan itu akan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2022," tandasnya.
(TribunnewsWiki.com/Bangkit N)
Baca informasi lain seputar stunting di sini