TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sebuah film yang diunggah oleh NU Channel, menuai banyak polemik dan kritik dari berbagai pihak.
Film yang dibintangi oleh Gus Muwaffiq tersebut dinilai berpotensi memecah belah umat oleh berbagai warganet.
Pasalnya, film tersebut ingin menampilkan rasa nasionalisme dengan menonjolkan gerakan-gerakan radikalisme.
Namun ada adegan film yang nampak menyudutkan umat muslim lain yang bisa menimbulkan perpecahan.
Film yang diunggah pada 22 Oktober 2020 tersebut, hingga kini telah dikomentari oleh ribuan warganet.
Banyak warganet yang menilai film pendek tersebut mengandung narasi-narasi yang negatif.
Dalam salah satu potongan film, digambarkan sekelompok pemuda muslim terlibat perkelahian dengan kelompok muslim lain.
Satu kelompok digambarkan sebagai santri nasionalis dan kelompok lain dituding sebagai pengasong bendera selain merah-putih.
Ada pula adegan dua orang perempuan berkelahi dan melepas paksa cadar seorang perempuan lain, kemudian cadar itu dibuang.
Adegan-adegan itulah yang menjadi permasalahan.
Baca: Ardhito Pramono Akui Punya Banyak Kesamaan dengan Karakter Kale dalam Film Story of Kale
Baca: Ini Contoh Khutbah dan Muroqi (Bilal) Salat Idul Fitri versi Buya Yahya, Bisa Dikerjakan di Rumah
Terlebih, saat ada seorang pemain membacakan narasi "Cinta itu perduli dan berbagi. kepedulian dan pengorbananmu menentukan seberapa dalam cintamu. Tak boleh ada bendera selain merah putih di negeriku. Merah Putih harga mati,"
Kata-kata tersebut dinilai tak tepat karena rasa nasionalis pasti ada di setiap diri penduduk Indonesia tanpa harus menyudutkan kelompok tertentu.
Sejalan dengan itu, Buya Yahya pun turut berkomentar tentang film MY FLAG - Merah Putih vs Radikalisme.
Melalui channel Al-Bahjah TV, Buya Yahya menjawab pertanyaan dari jamaahnya atas film buatan NU tersebut.
Ia mengaku dirinya belum menuntaskan menonton film tersebut sampai habis.
Namun ia sempat beberapa kali melihat potongan adegan yang viral di media sosial.
"Pertama saya tidak melihat film itu utuh seperti apa. akan tetapi, dari cuplikan-cuplikan itu yang diceritakan, sepertinya ada yang dituju yaitu ingin menanamkan kepada bangsa ini, generasi ini, adalah jiwa patriotis dan nasionalis membangkitkan cinta kepada negeri dan bangsa," tutur Buya Yahya.
"Jika film itu tujuannya itu, maka film itu sangat terpuji, sangat baik. Akan tetapi, sebuah kebaikan itu sendiri harus dijalankan oleh orang yang bijak," jelas Buya Yahya.
Meski demikian, menurut Buya Yahya, dalam pembuatan film tersebut harusnya bijak dan melihat dampaknya.
Jangan sampai, kata dia, niat yang baik justru menimbulkan polemik baru.
"Makna bijak itu begini, kalau ambil ikan, ambil ikannya kalau bisa ikannya jangan keruh. Kalau ingin menyelesaikan sebuah masalah, sebisa mungkin jangan menghadirkan masalah. Kalau ingin memanamkan jiwa nasionalis dan patriotis itu adalah sah. Cuma caranya ini yang harus waspada kita," imbuhnya.
Buya Yahya kemudian menyoroti soal agedan berkelahi dan melepas cadar dengan paksa.
Buya Yahya beranggapan, agedan itu bisa membuat orang salah paham bahkan tersinggung.
Pasalnya, di Indonesia sendiri banyak perempuan yang mengenakan cadar dengan tujuan yang baik.
"Katakanlah ada kabar cadar dicabut, kenapa harus pakai cadar yang djadikan contoh. Barangkali ini adalah nasihat kepada yang membuat film, buatlah yang sekiranya tidak ada satu pun orang Indonesia, apakah yang pakai blangkon, yang pakai kerudung, yang pakai peci item atau yang pakai kemben, tidak ada yang tersinggung. Itu baru anda bijak,"
Ia pun menyarankan pembuat film perlu memiliki rasa waspada karena banyalnya umat muslim di Indonesia yang memakai cadar.
Baca: Film The Santri Bikin 3 Ustadz Terkenal Bereaksi: Reaksi Ustadz Yusuf Mansur atas UAS & Buya Yahya
Baca: Kemarahan Menyebar di Dunia Islam Setelah Macron Dukung Penghinaan Nabi Muhammad SAW
"Tapi kalau anda membuat sesuatu ingin menyelesaikan masalah tapi anda tidak waspada tanpa kebijaksanaan, ada yang tersinggung. Ribuan kaum muslimat di Indonesia pakai cadar. Jangan sampai yang pakai cadar dianggap sebagai pelaku yang amoral, pelaku yang tidak benar atau pelaku radikal. Ini yang salah,"
Pasalnya menurut Buya Yahya, perempuan bercadar itu penuh dengan kelembutan dan ingin menjaga dirinya.
Hal itu pun menjadi sah dengan memakai cadar.
Artinya kalau ingin membuat film yang sifatnya menanamkan jiwa patriotis dan jiwa nasionalis, lanjut Buya, hendaknya dengan penuh kebijakan, karena ingin menyatukan umat.
Jangan sampai ada pihak yang merasa tersakiti.
Ia pun mencontohkan jika ada orang yang pakai blangkon, maka pembuat film tak boleh menyudutkannya.
Pasti nantinya orang Jawa akan tersinggung.
Selanjutnya, Buya Yahya mengimbau agar sebaiknya film itu diedit kembali.
Sebab, kata dia, pencabutan cadar dalam film MY FLAF termasuk bentuk merendahkan.
Buya Yahya juga menyebut, radikal jangan dikaitkan dengan Islam bahkan dengan perempuan bercadar.
"Imbuan kami adalah kalau memang ada film itu, dipotong dulu atau diganti adegan-adegan seperti itu. Yang menampilkan bahwasanya cadarnya dicabut kemudian dibanting, itu merendahkan. Hubungannya dengan Islam itu,"
"Radikal tidak ada hubungannya dengan cadar. Yang ngebom tidak harus becadar kok. hanya kebetulan ada yang bercadar, tapi tidak semua bercadar. Yang tidak pakai baju juga ada yang ngebom. Jadi, kita harus adil dalam memberikan penilaian," terangnya.
"Jangan menyatukan umat dengan memecah belah umat. Kami imbau agar film yang ada peran seperti itu, hendaklah diganti,"
"Ingat, yang merusak bukan cadar. Yang merusak bukan islam. Justru lihat, keberadaan islam jadi keteduhan di negeri ini,"
Meski demikian, Buya Yahya mengajak masyarakat untuk tidak mudah menjustifikasi.
Sebab, siapa tahu, penggagas dan pembuat film itu sedang khilaf.
"Mungkin niatnya baik, ya seperti orang pengin bersihin rumput, karena kurang hati-hati, ya wajar lah. tapi jika sejak awal ingin memangkas padi ini adalah kejahatan teselubung di balik pembelaan terhadap negara,"
"Orang cerdas masih banyak ide kok. Kalau memang anda cerdas, banyak ide dong untuk mempersatukan umat. Orang bijak banyak ide. Tapi ingat, bagi siapapun, mungkin itu adalah kekhilafan, Kita tidak ingin juga menyampaikan ini menimbulkan lalu menimbulkan permusuhan. Kita tidak ngerti kok niatnya. Niat orang kan Allah yang tahu,"
(TribunnewsWiki.com/Restu, Wartakotalive.com)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Film Merah Putih VS Radikalisme Tuai Polemik, Buya Yahya: Cadar Tidak Ada Kaitan dengan Radikalisme