TRIBUNNEWSWIKI.COM - Dua negara bertetangga, Armenia vs Azerbaijan kini semakin intens dalam aksi saling serang.
Armenia dan Azerbaijan saling baku senjata karena memperebutkan wilayah kantong Nagorno-Karabakh, yang sudah menjadi tempat sengketa sejak 1988.
Dua negara bekas Uni Soviet itu hingga kini tak memiliki hubungan mesra, dan bahkan hal ini terbawa hingga urusan sosial di berbagai sendi kehidupan.
Misalnya ketika final turnamen sepak bola Liga Europa 2019 lalu, pemain Arsenal asal Armenia, Heinrikh Mkhitaryan terpaksa tidak membela timnya di final melawan Chelsea.
Hal ini karena tidak memperoleh izin masuk ke Baku, ibukota Azerbaijan yang menjadi venue final laga tersebut.
Hal tersebut terjadi lantaran hubungan Armenia dan Azerbaijan yang sangat kronik.
Di wilayah Nagorno-Karabakh sendiri, saat ini didiami warga dari etnik Armenia dan minoritas Azeri.
Namun, mayoritas etnik Armenia memisahkan diri dari Azerbaijan dan keterlibatan negara Armenia pun membuat masalah Nagorno-Karabakh semakin kompleks.
Kedua negara sebenarnya pernah menyepakati gencatan senjata pada 1994, namun kini antara Armenia dan Azerbaijan kembali saling tuduh terkait pihak yang memulai pertempuran.
Konflik Armenia vs Azerbaijan pun negara lain, Turki hingga negara adidaya, Rusia.
Update pertempuran antara pasukan Azerbaijan dan Armenia memasuki hari keempat pada Rabu (30/9/2020), dalam letusan terbesar dari konflik mereka yang telah berlangsung selama puluhan tahun sejak gencatan senjata 1994.
Melansir pemberitaan Reuters, Azerbaijan dan Armenia mengatakan, ada serangan dari kedua belah pihak di beberapa arah di sepanjang garis kontak di Nagorno-Karabakh yang memisahkan kedua negara.
Baca: Pertempuran Tewaskan 59 Orang dan Ditegur Dewan Keamanan PBB: Armenia dan Azerbaijan Tolak Berdamai
Pertempuran telah menyebar jauh melampaui perbatasan di Nagorno-Karabakh, mengancam akan meluap menjadi perang habis-habisan antara bekas republik Soviet di Azerbaijan dan Armenia.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan, yang berbicara melalui telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (29/9/2020), menyatakan, saat ini dia tidak mempertimbangkan untuk meminta bantuan berdasarkan perjanjian keamanan pasca-Soviet. Tetapi, tidak menutup kemungkinan untuk melakukannya.
"Armenia akan memastikan keamanannya, dengan partisipasi dari Organisasi Traktat Keamanan Kolektif (CSTO) atau tanpa itu," kata Pashinyan seperti dikutip kantor berita Rusia, via laman Kontan berjudul Pertempuran dengan Azerbaijan kian sengit, Armenia mungkin minta bantuan Rusia.
Pashinyan mengatakan, dia dan Putin belum membahas kemungkinan intervensi militer Rusia dalam konflik Nagorno-Karabakh.
CSTO adalah aliansi militer yang ditandatangani pada 15 Mei 1992.
Enam negara bekas Soviet yakni Rusia, Armenia, Kazakhstan, Kirgizstan, Tajikistan, dan Uzbekistan yang menandatangani traktat tersebut.
Langkah apa pun untuk berperang habis-habisan dapat menyeret Rusia, yang juga merupakan sekutu dekat Azerbaijan.
Azerbaijan sendiri kini sudah mendapat dukungan resmi dari Turki, baik secara diplomatik maupun secara militer.
Kantor Kejaksaan Agung Azerbaijan mengatakan pada Rabu (30/9/2020), tujuh warga sipil terluka akibat penembakan di Kota Terter, yang berbatasan dengan Nagorno-Karabakh.
Baca: Setelah Kirim 4.000 Pasukan Melawan Armenia, Presiden Erdogan: Turki Terus Mendukung Azerbaijan
Menurut Kementerian Pertahanan Azerbaijan, pasukan Armenia berusaha untuk mengambil tanah yang hilang dengan melancarkan serangan balik ke arah Madagiz. Tetapi, pasukan Azerbaijan menangkis serangan itu.
Kementerian Pertahanan Armenia menyebutkan, tentara Azerbaijan menembaki seluruh garis depan pada malam hari.
Tapi, dua drone Azerbaijan ditembak jatuh di Kota Stepanakert, menurut Pusat Pemerintahan Nagorno-Karabakh.
Puluhan orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya luka-luka sejak gelombang baru pertempuran meletus pada Minggu (28/9/2020).
Tak mau berdamai
Baik Armenia dan Azerbaijan pun mendapat tekanan untuk berdamai dan bahkan seruan itu didengungkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Meski begitu, kedua belah pihak juga menolak tekanan untuk mengadakan pembicaraan damai.
Kondisi itu dikhawatirkan akan memicu perang habis-habisan di wilayah Nagorno-Karabakh.
Reuters memberitakan, kedua belah pihak melaporkan penembakan dari sisi lain yang melintasi perbatasan bersama mereka, di sebelah barat wilayah Nagorno-Karabakh. Wilayah ini merupakan lokasi pertempuran antara pasukan Azeri dan etnis Armenia pada hari Minggu (27/9/2020) lalu.
Insiden tersebut menandakan eskalasi konflik lebih lanjut meskipun ada permintaan mendesak dari Rusia, Amerika Serikat, dan negara lainnya agar perang dihentikan.
Baca: Dewan Keamanan PBB Minta Armenia dan Azerbaijan Tempuh Genjatan Senjata
Konflik tersebut telah menghidupkan kembali kekhawatiran tentang stabilitas di wilayah Kaukasus Selatan, koridor pipa yang menjembatani pengiriman minyak dan gas ke pasar dunia.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev, berbicara kepada televisi pemerintah Rusia, dengan tegas mengesampingkan kemungkinan pembicaraan damai.
Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengatakan kepada saluran yang sama bahwa perundingan damai tidak dapat berlangsung saat pertempuran masih berlanjut.
Konflik ini mengancam akan turut menarik para negara tetangga, termasuk sekutu dekat Azerbaijan, Turki.
Armenia mengatakan sebuah jet tempur F-16 Turki telah menembak jatuh salah satu pesawat tempurnya di atas wilayah udara Armenia, sehingga menewaskan pilotnya.
Namun, Armenia tidak memberikan bukti atas insiden tersebut.
Turki menyebut klaim itu "sama sekali tidak benar", dan Azerbaijan juga membantahnya.
"Komunitas internasional harus dengan tegas mengutuk agresi Azerbaijan dan tindakan Turki dan menuntut Turki keluar dari wilayah ini," kata Pashinyan kepada TV pemerintah Rusia.
"Kehadiran militer Turki di wilayah ini akan membawa eskalasi lebih lanjut dan perluasan skala konflik," tambahnya.
Pemimpin Azeri Aliyev menuduh Armenia merekayasa insiden pesawat tersebut. “Turki bukanlah pihak dalam konflik, sama sekali tidak berpartisipasi di dalamnya dan tidak perlu menyeretnya untuk ini,” katanya seperti dikutip Reuters.
Perang antar kedua negara dicemaskan tidak hanya akan menyeret Turki, tetapi juga Rusia.
Baca: Pecah Perang, Jumlah Tentara hingga Artileri Militer Azerbaijan Lebih Unggul Dibanding Armenia
Moskow memiliki aliansi pertahanan dengan Armenia, tetapi juga menikmati hubungan dekat dengan Azerbaijan.
Kremlin mengatakan Presiden Vladimir Putin berbicara melalui telepon dengan Pashinyan untuk kedua kalinya sejak dimulainya krisis dan mengatakan semua pihak harus mengambil tindakan untuk mengurangi eskalasi.
Hingga saat ini, belum ada media yang mempublikasikan kontak apa pun antara Putin dan Aliyev.
Kremlin mengatakan Moskow terus berhubungan dengan Turki, Armenia dan Azerbaijan.
Menurut Kremlin, setiap pembicaraan tentang memberikan dukungan militer untuk pihak lawan hanya akan menambah bahan bakar ke api.
(Tribunnewswiki.com/Ris)