TRIBUNNEWSWIKI.COM - Turki menyatakan akan sepenuhnya mendukung pihak Azerbaijan di tengah konflik dengan Armenia di Nargono-Karabakh.
Presiden Tayyip Erdogan mendesak publik internasional untuk tidak diam atas masalah "perlawanan melawan invasi dan kekejaman".
Menyusul pernyataannya tersebut, Erdogan menyebut bahwa Armenia adalah "ancaman terbesar bagi perdamaian di kawasan Pegununan Kaukasia".
Sebagaimana diketahui, dukungan Turki terhadap Azerbaijan terbangun berkat ikatan identitas, di mana mayoritas penduduk Azerbaijan merupakan Muslim.
Di tempat lainnya, PM Armenia Nikol Pashinyan membalas dukungan Turki dengan meminta dukungan internasional.
Pashinyan meminta negara-negara di dunia memastikan agar Turki tidak terlibat dalam konflik.
Baca: Konflik Armenia - Azerbaijan di Nagorno Karabakh, Amerika Serikat Minta Hentikan Permusuhan
Baca: Respons Internasional Atas Konflik Armenia-Azerbaijan di Nagorno-Karabakh
Melalui Departemen Luar Negeri, Turki sedang melakukan komunikasi dengan anggota kelompok Minsk, yang dipercaya bisa menengahi konflik keduanya.
Menyusul panggilan telepon dengan Presiden Azeri Ilham Aliyev, Erdogan meminta rakyat Armenia melawan para pemimpin mereka sendiri yang katanya "menyeret mereka ke dalam malapetaka", dilansir Reuters, Minggu (27/9/2020).
Erdogan menambahkan bahwa solidaritas Ankara dengan Baku (ibukota Azerbaijan) akan "terus berlanjut".
Respons Internasional
Konflik yang terjadi antara Armenia dan Azerbaijan di wilayah Nagorno-Karabakh mendapat respons dari sejumlah negara di dunia.
Komentar internasional ini datang dari berbagai pihak yang sebagian besar menginginkan agar terjadinya perdamaian antar-kedua negara yang merupakan musuh bebuyutan di Pegunungan Kaukus ini.
Respons pertama datang dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Ia mangatakan "sangat prihatin" atas konflik kedua negara tersebut.
Gutteres meminta meminta kedua belah pihak untuk segera menghentikan pertempuran.
Baca: Pertahankan Wilayah Nagorno-Karabakh, Presiden Azerbaijan Iham Aliyev: Tujuan Kami Benar!
Baca: Seruan PM Nikol Pashinyan untuk Warga Armenia: Bersiaplah Mempertahankan Tanah Air Kita!
Kedua datang dari Prancis yang mempunyai komunitas di Armenia.
Prancis mendorong agar kedua negara ini segera melakukan genjatan senjata.
Lebih jauh lagi, Prancis meminta agar permasalahan Nagorno-Karabakh diselesaikan dengan cara dialog.
Kemudian Iran yang berbatasan dengan Azerbaijan dan Armenia, menawarkan diri untuk menjadi penengah dalam konflik.
Lalu ada Amerika Serikat yang sedang berusaha mencari jalan perdamaian dengan menghentikan kekerasan.
Baca: Update Konflik Armenia - Azerbaijan di Nagorno-Karabakh: 23 Tentara Tewas, 100 Lebih Warga Terluka
Baca: Statistik: Industri China Tumbuh 19,1 %, Laba Rp 1,3 Triliun
Selanjutnya, Uni Eropa dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) mendesak kedua belah pihak untuk menghentikan eskalasi militer.
Kedua lembaga ini mengharapkan agar adanya negosiasi, seperti yang diminta petinggi agama, Paus Fransiskus.
Sementara itu, Turki mengaku akan sepenuhnya mendukung pihak Azerbaijan, sebagaimana diketahui, mayoritas penduduk Azerbaijan merupakan Muslim.
Presiden Tayyip Erdogan mendesak publik internasional untuk berdiri dalam "pertempuran melawan invasi dan kekejaman (Armenia)".
Sedangkan Rusia, yang dipandang sebagai sekutu Armenia, menyerukan adanya gencatan senjata dan pembicaraan untuk menenangkan situasi.
Tentang Nagorno-Karabakh, Mengapa Jadi Rebutan?
Diberitakan TribunnewsWiki.com sebelumnya, bentrokan militer antara Armenia dan Azerbaijan menelan 23 korban jiwa dan lebih dari 100 warga sipil lainnya terluka.
Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah otonom yang sebagian besar dihuni oleh etnis Armenia ini pernah mendeklarasikan kemerdekaan negara baru yang diberi nama Republik Artsakh.
Di tempat ini, terdapat jalur pipa yang membawa minyak bumi dari Laut Kaspia dan gas alam dari Azerbaijan ke pasar internasional.
Baca: 16 Pekerja Tewas di Tambang Batu Bara di Songzao China
Baca: Menlu China Wang Yi Dijadwalkan Mengunjungi Jepang Awal Oktober, Ada Apa?
Azerbaijan menganggap pemerintahan di Nagorno-Karabakh (di bawah kendali Republik Artsakh) merupakan kelompok separatis/pemberontak.
Sebaliknya, Armenia bersikukuh punya hak melindungi sebagian besar etnisnya yang berada di Nagorno-Karabakh.
Berdasarkan penulusuran TribunnewsWiki, Azerbaijan masih menganggap memiliki hak de jure atas wilayah Nagorno-Karabakh.
Pada 26 November 1991, parlemen Azerbaijan menghapus status otonom Nagorno-Karabakh.
Pada masa itu, pemerintah Azerbaijan turut menghapus administratif pemerintahan dan mengubahnya ke dalam rayon-rayon yakni: Khojavend, Tartar, Goranboy, Shusha, dan Kalbajar.
Sebagai respons atas kebijakan pemerintah Azerbaijan, masyarakat yang tinggal di Nagorno-Karabakh (yang mayoritas merupakan warga etnis Armenia) mencetuskan kemerdekaan mereka dengan mendirikan Republik Artsakh.
Namun, sejumlah pemimpin Azerbaijan menyebut gerakan ini sebagai tindakan separatis.
Banyak pemberitaan menyebut penduduk Armenia di Nagorno-Karabakh merupakan 'kelompok separatis Armenia' yang ingin mendirikan negara baru.
Baca: 127 Ribu Pekerja di Victoria Australia Mulai Berangkat ke Kantor Senin Besok
Sampai saat ini status Nagorno-Karabakh secara de facto berada di bawah kendali Republik Artsakh.
Kendati demikian, Republik Artsakh memiliki sedikit pengakuan internasional.
Pada 26 November 1991, Azerbaijan membuat klaim dengan membubarkan republik ini berdasarkan payung hukum yang dikeluarkan.
Nagorno-Karabakh (Republik Artsakh) sebagian besar masih di bawah kendali dari Artsakh Defense Army (militer Nagorno-Karabakh).
Diketahui, orang-orang Armenia di Republik Artsakh mendapat bantuan dari pemerintah Armenia untuk menahan okupasi Azerbaijan.
Konflik keduanya pecah pada 1987 dan memuncak pada 1991.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)