TRIBUNNEWSWIKI.COM - Masih ingat sosok pria dalam tragedi penembakkan di dua masjid di Selandia Baru?
Brenton Tarrant, sosok pria pelaku teror ini mengakui perbuatannya.
Dalam persidangan yang digelar di Selandia Baru, Tarrant mengakui dirinya berencana untuk membakar masjid.
Ia mengaku ingin "menjatuhkan korban jiwa sebanyak mungkin".
Warga Australia ini mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme dari jaksa Pengadilan Tinggi di Christchurch.
Pria 29 tahun ini bersiap menghadapi hukuman penjara seumur hidup, diwartakan BBC, Senin (24/8/8020).
Baca: Tak Ada Transmisi Lokal, Selandia Baru Pertimbangkan Kargo Impor sebagai Asal Klaster Baru Covid-19
Bertemu dengan Keluarga Korban
Di persidangan, Tarrant dihadapkan dengan para korban selamat dan keluarga korban yang meninggal.
Seorang ibu, yang putranya meninggal dalam insiden tersebut terlihat marah kepada Tarrant.
"Kau menjadikan dirimu punya hak untuk mencabut 51 nyawa orang tak bersalah, yang di matamu lihat 'menjadi Muslim' adalah kejahatan mereka," kata Maysoon Salama, ibu dari Atta Elayyan yang terbunuh.
"Kau benar-benar kelewatan, aku tak bisa memaafkanmu," katanya.
Baca: Sebut Kasus Covid-19 di Selandia Baru Mengerikan, Donald Trump Dibalas PM Jacinda Ardern
Diketahui serangan Tarran disiarkan secara langsung olehnya pada 15 Maret 2019.
Aksinya yang pertama dilakukan di Masjid Al Noor, menembaki orang-orang yang sedang menyelenggarakan salat Jumat.
Dia kemudian berkendara sekitar 5 km ke Masjid Linwood dan membunuh lebih banyak korban jiwa.
Serangan Tarrant membuat dunia heboh.
Insiden ini turut mendorong Selandia Baru mengubah payung hukum yang berkaitan dengan kepemilikan senjata.
Terungkap Senjata Tarrant
Pengadilan turut mengungkap senjata yang dipakai Tarrant dalam menjalankan aksinya.
Baca: University of Otago di Selandia Baru Tawarkan Beasiswa S1-S2 Senilai Rp 100 Juta, Cek Persyaratannya
Tarrant membawa senjata api berikut bersamanya ke Christchurch:
- Mossberg 930 semi-otomatis 12 gauge shotgun dengan setidaknya 7 kapasitas magasin peluru untuk satu peluru.
- Senjata MSSA kaliber .223 Windham Weaponry dilengkapi dengan magasin silinder berisi 60 butir amunisi.
- Senapan MSSA Ruger AR-15 .223 yang dilengkapi dengan dua magasin besar berkapasitas 40 peluru.
- Senapan Ranger 870 pump action 12 gauge dengan kapasitas lima tembakan.
- Senapan aksi tuas magnum Uberti 357 dengan magasin tubular dengan kapasitas 13 peluru amunisi magnum.
- Predator Mossberg kaliber 223 dilengkapi dengan magasin 30 peluru.
Tarrant tinggal di Selandia Baru pada 2017 dan menetap di Dunedin.
Pada September 2017, ia mengajukan dan diberikan lisensi senjata api.
Antara Desember 2017 dan Maret 2019, ia mulai membeli koleksi senjata api.
Baca: Kakak Perempuan Donald Trump Blak-blakan Ungkap Sang Adik Tidak Stabil, Kenapa?
Ia juga membeli lebih dari 7000 butir amunisi dari berbagai kaliber untuk senjata yang ia kumpulkan.
Tarrant membeli barang-barang itu secara langsung di gerai ritel senjata api dan secara online.
Selama periode perencanaan, dia "mempelajari menggunakan senjata api" dengan menghadiri beberapa klub senapan.
Tarrant juga memodifikasi senjata agar bisa menembakkan amunisi lebih cepat.
Saat dia membeli senjata dan berlatih menggunakannya, ia mulai merencananakan untuk melakukan serangan terhadap masjid untuk "menimbulkan korban jiwa sebanyak mungkin".
Dengan menggunakan internet, dia menelusuri detail masjid, gambar interior, lokasi, dan detail spesifik seputar waktu shalat.
Termasuk hari-hari penting dalam kalender Islam untuk mengetahui waktu masjid paling sibuk.
Dan pada 8 Januari 2019, tiga bulan sebelum serangan ia melakukan perjalanan dari Dunedin ke Christchurch untuk mengintai Masjid Al Noor.
Ia berdiri di seberang jalan dan menerbangkan drone langsung ke atas masjid, merekam dan merekam pemandangan udara dari halaman masjid, bangunan, dan pintu masuk dan keluar.
"Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Center menjadi target utama serangannya," keterangan dari fakta pengadilan.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)