TRIBUNNEWSWIKI.COM - Masa New Normal, Achmad Yurianto ungkap 3 lokasi yang berpotensi jadi titik penularan Covid-19.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto menyebutkan ada tiga lokasi yang berpotensi menjadi lokasi baru penularan Covid-19.
Hal tersebut didasarkan pada kajian dari para ahli.
"Di era adaptasi kebiasaan baru ( new normal) maka ada beberapa titik yang berpotensi untuk bisa menjadi tempat sebaran baru (penularan) Covid-19," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jumat (26/6/2020) sore.
Yang pertama, adalah ruangan kantor.
Pemilik perusahaan diimbau mencermati tiga hal guna menghindari penularan Covid-19 di kantor.
"Satu, perhatikan pengisian ruang dengan jumlah orang.
Untuk memastikan setiap pekerja di kantor bisa menjaga jarak setidaknya 1,5 meter, antara satu dengan yang lain," tutur Yuri.
Baca: Jokowi Berikan Tenggat Waktu 2 Minggu untuk Jatim Turunkan Angka Covid-19, Begini Tanggapan Risma
Kemudian, hal yang harus dicermati bahwa adanya kontak yang lama antara sesama karyawan akan berpeluang untuk terjadi penularan.
Maka, para karyawan diharuskan menjaga jarak dan tetap memakai masker saat berada di ruang kerja.
Untuk itu, harus ada pengaturan ventilasi dan sirkulasi udara di kantor.
"Diupayakan penggunaan pendingin ruangan tidak sepanjang waktu.
Mungkin dimulai pada jam tertentu.
Dan diupayakan juga setiap hari udara di dalam kantor berganti udara segar dari luar," jelasnya.
Lokasi kedua, adalah rumah makan, restoran, warung atau kantin.
Sebagian besar orang akan sering berada di lokasi tersebut di jam tertentu, misalnya saat makan siang.
Oleh karena itu, pemilik tempat makan dan masyarakat harus disiplin menjaga jarak, mengindari kerumunan dan memakai masker saat berada di tempat makan.
Lokasi ketiga adalah sarana transportasi massal.
Yuri mengungkapkan bahwa pemerintah sudah menempuh sejumlah kebijakan untuk mengurai kepadatan di transportasi umum.
Baca: Khofifah Akan Kerahkan Semua Daya Upaya Tangani Covid-19 di Jatim, Jokowi Beri Waktu 2 Minggu
Merujuk kepada tiga hal di atas, Yuri mengimbau masyarakat agar selalu disiplin menjalankan protokol kesehatan di masa new normal.
Setidaknya, kata dia, ada tiga kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan, yakni memakai masker, menjaga jarak dan rajin mencuci tangan memakai sabun.
"Jadi produktivitas harus kembali dilakukan tetapi syarat mutlaknya harus aman dan mampu menjalankan protokol kesehatan dengan baik," tambah Yuri.
Hasil Rapid Test Non-Reaktif Tak Selalu Tunjukkan Orang Negatif Covid-19
Hasil rapid test reaktif belum dipastikan dapat menunjukkan bahwa seseorang positif Covid-19.
Sebaliknya, hasil rapid test non-reaktif belum tentu memastikan seseorang seratus persen negatif virus corona.
Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK., Phd., memaparkan penyebutan hasil rapid test yang benar adalah reaktif atau non-raktif, bukan positif atau negatif.
Salah satu sumber pemicu masalah dalam pandemi Covid-19 selama ini adalah munculnya stigma yang dipicu oleh salah kaprah penyebutan.
Penggunaan istilah “positif” ini harus hati-hati, terutama dalam menyampaikan tentang hasil rapid test Covid-19.
Padahal, tidak ada hasil “positif” pada hasil rapid test Covid-19.
“Tidak ada hasil rapid test Covid-19 yang menyatakan positif,” kata dr. Tonang saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (13/6/2020).
dr . Tonang mengimbau, jangan pernah ada yang menyebut seseorang positif Covid-19 hanya berdasarkan hasil rapid test.
“Apakah yang hasil rapid test-nya reaktif pasti positif? Belum tentu,” kata dia.
Setelah kemunculan hasil rapid test reaktif, yang diperlukan selanjutnya adalah langkah konfirmasi.
Yakni dengan tes polymerase chain reaction (PCR) pada pasien.
“Hasil PCR itu mungkin memang positif Covid-19, tapi bisa juga tidak.
Maka, rapid test disebut skrinning, bukan diagnosis pasti,” jelas dia.
Sebaliknya, dr. Tonang menerangkan, seseorang yang rapid tes-nya menunjukkan hasil non-reaktif, tidak berarti tes PCR-nya pasti akan negatif atau bebas virus.
“Karena bisa saja, memang belum tepat waktunya,” terang dia.
dr. Tonang menegaskan, untuk bisa menyebut positif dan negatif, harus dengan tes PCR.
Setiap pasien diambil swab sebanyak dua kali.
Untuk mudahnya, disebut hari pertama (H1) dan hari kedua (H2).
"Dapat disebut positif apabila minimal pada salah satu tes swab ditemukan virus covid," papar dia.
dr. Tonang menyampaikan, seseorang atau pasien dapat disebut negatif Covid-19 apabila pada kedua tes swab tidak ditemukan virus corona penyebab Covid-19.
"Maka kalau ada hasil PCR yang negatif tapi baru dari salah satu sampel, belum bisa disimpulkan.
Harus menunggu hasil sampel kedua," tutur dia.
Mengenai hasil rapid test yang digunakan sebagai syarat melakukan perjalanan, dr. Tonang berpendapat, akan lebih baik jika dilengkapi juga dengan hasil tes PCR yang menyatakan negatif Covid-19.
"Kalaupun harus diperiksa, adalah kombinasi rapid test antigen dan rapid test antibodi pada hari keberangkatan," jelas dr. Tonang.
(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Yurianto Ungkap 3 Lokasi yang Berpotensi Jadi Titik Penularan Covid-19 di Masa New Normal"