TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan tahun ajaran baru 2020/2021 akan tetap dimulai pada tanggal 13 Juli 2020.
Dimulainya tahun ajaran baru tanggal 13 Juli 2020 bukan berarti siswa belajar di sekolah.
Keputusan belajar di sekolah akan terus dikaji berdasarkan rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Hal itu disampaikan oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hamid Muhammad yang menepis adanya permintaan pengunduran tahun ajaran baru 2020/2021 ke bulan Januari 2021.
Diberitakan sebelumnya, permintaan penggeseran tahun ajaran baru 2020/2021 ke bulan Januari 2021 itu datang dari Ikatan Guru Indonesia (IGI).
Dilansir oleh Kompas.com, IGI menilai menggeser tahun ajaran baru 2020/2021 ke bulan Januari 2021 memberikan kesempatan Kemendikbud meningkatkan kompetensi guru selama 6 bulan.
Dengan demikian, di bulan Januari para guru sudah bisa menyelenggarakan PJJ berkualitas dan menyenangkan jika ternyata Covid-19 belum tuntas.
Selain itu, pergeseran tahun ajaran baru bisa dianggap bisa mengurangi stres orangtua dan siswa terkait ancaman penularan Covid-19.
Baca: Serikat Guru Minta Tak Geser Tahun Ajaran Baru, Lebih Pilih Perpanjangan Pembelajaran Jarak Jauh
Baca: Tahun Ajaran Baru Tetap Dimulai 13 Juli 2020, Sebagian Besar Daerah Kemungkinan Masih Terapkan PJJ
Berikut beberapa alasan Kemendikbud tidak memundurkan jadwal tahun ajaran baru 2020/2021 seperti dilansir oleh Kompas.com.
1. Sinkronisasi PPDB dan SBMPTN
"Kenapa Juli? Memang kalender pendidikan kita dimulai minggu ketiga bulan Juli dan berakhir Juni. Itu setiap tahun begitu," kata Hamid dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis (28/5/2020).
Hamid mengatakan keputusan tak memundurkan tahun ajaran baru 2020/2021 ditandai dengan adanya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) 2020.
Menurutnya, ada beberapa hal yang mesti disinkronisasi bila memundurkan tahun ajaran baru 2020/2021.
"Kelulusan SMA SMP sudah diumumkan. Artinya sudah lulus, kalau diperpanjang, ini mau dikemanakan (lulusannya). Di perguruan tinggi sudah melakukan seleksi seperti SNMPTN, ada juga SBMPTN, ini harus sinkron," kata Hamid.
2. Tidak harus belajar di sekolah
"Secara garis besar tanggal 13 Juli itu semuanya (tahun ajaran baru). Tanggal dimulainya ajaran baru, itu berbeda dengan kegiatan belajar mengajar tatap muka. Ini kadang-kadang rancu. Tahun ajaran baru jadi (dianggap) membuka sekolah. Tanggal 13 Juli, itu dimulainya tahun ajaran baru 2020/2021," tambah Hamid.
Menurutnya, dimulainya tahun ajaran baru tanggal 13 Juli 2020 bukan berarti siswa belajar di sekolah.
Keputusan belajar di sekolah akan terus dikaji berdasarkan rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Baca: Penerapan New Normal untuk Sekolah, Kemen PPPA Sarankan Hilangkan Jam Istirahat, Belajar 4 Jam
Baca: Jika Sekolah Kembali Dibuka Saat New Normal, Ini Protokol Kesehatan yang Harus Dilakukan
3. Memastikan hak pendidikan anak
“Saat ini layanan pembelajaran masih mengikuti SE Mendikbud nomor 4 tahun 2020 yang diperkuat dengan SE Sesjen nomor 15 tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan BDR selama darurat Covid19,” disampaikan Chatarina pada Bincang Sore secara daring, di Jakarta, pada Kamis (28/05/2020).
Dalam surat edaran ini disebutkan bahwa tujuan dari pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR) adalah memastikan pemenuhan hak peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19.
Ia menambahkan, hal ini juga bertujuan melindungi warga satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan Covid-19 di satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial bagi pendidik, peserta didik, dan orangtua.
4. Akan dibuatkan mekanisme
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim akan mengumumkan mekanisme dan syarat pembukaan kegiatan belajar mengajar di sekolah selama masa wabah pandemi Covid-19 pada minggu depan.
"Mekanismenya (pembukaan sekolah) menunggu pengumuman dari Pak Menteri (Nadiem Makarim) minggu depan. Syaratnya seperti apa," kata Hamid melalui telekonferensi pada Kamis (28/5/2020).
Menurutnya, pembukaan sekolah di daerah bisa dilakukan oleh pemerintah daerah atas daerah rekomendasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Hamid menambahkan, saat ini Kemendikbud tengah menggodok mekanisme dan syarat pembukaan kegiatan di sekolah bersama para ahli.
"Sehingga kita tak bisa serta merta mengatakan buka atau tidak. Jadi mohon bersabar. Yang disampaikan Menteri (Nadiem) itu betul, boleh atau tidaknya (buka sekolah) menunggu gugus tugas," kata Hamid.
Baca: Info UTBK-SBMPTN 2020: Alur Pendaftaran hingga Materi UTBK
Baca: Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah
Menurut, Hamid ada persyaratan mutlak yang mesti dipenuhi yaitu status zona hijau di daerah.
"Belajar tatap muka kemungkinan akan dibuka di (daerah) zona hijau," kata Hamid.
Menurutnya, status zona hijau di daerah akan merujuk kepada keputusan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Kesehatan.
Referensi zona hijau mutlak harus merujuk data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
"Pemda yang menetapkan buka atau tidak, syaratnya harus hijau. Index yang harus diikuti, itu data tunggal dari gugus Covid. Itu tak bisa pemda secara sepihak menetapkan sebelum gugus tugas menetapkan zona hijau," kata Hamid.
Sementara, kegiatan sekolah-sekolah yang berada di zona merah dan kuning akan tetap melakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau belajar dari rumah.
"Yang saya pastikan zona merah dan kuning, ada ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan (Pasien Dalam Pengawasan, masih PJJ," kata Hamid.
Ia menyebutkan, ada sekitar 108 daerah yang belum terjadi penambahan kasus positif Covid-19.
(Tribunnewswiki.com/Ekarista)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ini 4 Alasan Kemendikbud Tidak Mundurkan Tahun Ajaran Baru 2020/2021"