TRIBUNNEWSWIKI.COM - Anggota DPRD Sumatera Utara nyaris terlibat baku pukul dengan petugas pembagi sembako Covid-19 di lapangan.
Penyebabnya adalah dugaan penyelewengan dalam pembagian sembako untuk warga terdampak pandemi Corona.
Peristiwa tersebut terjadi di Pematangraya, Sumatera Utara.
Rony Situmorang, anggota DPRD Sumatera Utara dari fraksi Partai Nasdem tersebut cekcok dengan petugas pembagi bantuan sembako Pemprov Sumut ke Kabupaten Simalungun.
Kala itu, Rony Situmorang melakukan sidak proses pembagian bantuan sembako dan hasilnya dia menemukan gula yang seharusnya beratnya 2 kg disunat menjadi hanya 2,5 ons.
Tak hanya itu, Rony Situmorang juga menemukan bobot beras yang seharusnya 10 kg, berkurang menjadi 1 kg atau bahkan 0,5 kg.
"Ada 20 sampel sembako yang kita turunkan."
"Dugaan kita benar, berat tidak sesuai dengan seharusnya," ucap Rony Situmorang pada Selasa (19/5/2020), dikutup dari laman Tribun Medan berjudul BREAKING NEWS, Anggota DPRD Sumut Nyaris Berkelahi di Simalungun, Temukan Bantuan Sembako Dikorupsi.
"Kita sangat kecewa dengan Pemprov Sumut yang menyalurkan bantuan kepada masyarakat tetapi kurang dari berat aslinya," timpalnya.
Baca: Jenazah Remaja 13 Tahun Ditemukan Terkubur Setengah Badan di Kebun Karet Sumatera Utara
Setelah menemukan dugaan korupsi ini, Rony Situmorang pun mengklarifikasikan hal ini ke petugas.
Di sinilah Rony Situmorang dan petugas pembagi sembako nyaris terlibat perkelahian.
Rony menjelaskan, untuk di Kabupaten Simalungun, ada 78.659 kuota bantuan sembako yang akan disalurkan kepada masyarakat.
Ia menduga bahwa bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 tersebut telah di mark-up oleh oknum-oknum dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
"Kami menduga bahwa ini telah dilakukannya penyelewengan bantuan sembako kepada masyarakat."
"Pengawasan lebih ketat, jangan sampai masyarakat saat susah malah tambah susah saat menerima bantuan ini," pungkasnya.
Bukan yang pertama kali
Sebelumnya, anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara dari fraksi PKB, Zeira Salim Ritonga, mengungkapkan adanya kejanggalan pembagian bantuan sembako oleh tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Kejanggalannya yaitu mark-up terhadap pembagian sembako kepada masyarakat di Kabupaten Simalungun.
"Banyak melihat bantuan dari pemerintah Sumut telah dari mark-up," kata Zeira Salim Ritonga, melalui sambungan telepon genggam, Senin (18/5/2020).
Ia menjelaskan, bantuan beras 10 kg yang seharusnya diterima oleh masyarakat, namun ternyata tidak sesuai dengan beratnya.
Kemudian, menurut Zeira Salim, bantuan gula pasir juga ternyata diselewengkan.
"Di mana, jumlah berat barang dikurangi, seperti beras dikurangi sampai 2 kg dari jumlah aslinya. Dengan cara beginilah mereka melakukan korupsi," ucap dia.
Dengan adanya temuan ini, pihaknya akan segera menjadwalkan pertemuan dengan pihak terkait untuk menanyakan bantuan kepada masyarakat yang bersumber dari APBD Sumut tersebut.
"Dalam waktu dekat kita akan jadwalkan pemanggilan kepada yang bersangkutan, kenapa pembagian bantuan bisa begitu," jelasnya.
Terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melakukan pendataan yang benar, untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat dampak wabah virus Corona ini.
Baca: Kawannya Perkosa Siswi SMP hingga Hamil 7 Bulan, Anggota DPRD Rayu Rp 1 M untuk Cabut Laporan
Sebab, penyaluran bantuan sosial sangat rawan untuk diselewengkan, jika pendataan dan pengawasan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Lakukan penginputan data secara profesional."
"Karena harus dipertanggungjawabkan data ini," kata Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Korupsi KPK Wilayah I, Maruli Tua, melalui siaran langsung dengan Pemprov Sumut, Rabu (13/5/2020).
Ia berharap bantuan sosial tersebut dapat diterima tepat sasaran untuk masyarakat yang benar-benar terdampak wabah Covid-19.
Untuk itu, ia meminta kepada Dinas Sosial dan Dinas Penduduk dan Catatan Sipil bekerjasama untuk melakukan input data secara real sampai ke pelosok-pelosok desa.
"Dinsos dan Dukcapil harus koordinasi aktif melakukan pendataan," ungkap Maruli.
Sejauh ini, menurut Maruli ada empat daerah di Sumatera Utara yang belum menyampaikan data penerima bantuan dari pemerintah kepada pihak KPK.
Empat daerah tersebut, yakni Kabupaten Simalungun, Kabupaten Padanglawas Utara, Kabupaten Nias dan Kabupaten Padanglawas.
"Segera disampaikan datanya untuk dapat melakukan pengawasan terhadap pendataan," jelasnya.
Pemprov membantah
Sebelumnya, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemprov Sumut, Riadil Akhir Lubis membantah adanya kebocoran hingga belasan miliar dari pengadaan sembako program Jaring Pengaman Sosial (JPS) kepada 1.321.426 KK terdampak Covid-19.
Kebocoran tersebut termasuk soal tudingan mengambil untung di balik selisih harga pengadaan sembako itu.
Menurutnya, tidak ada aksi ambil untung.
"Tidak ada mark-up (bantuan sosial)," ujarnya.
Ia merinci harga sembako sebesar Rp 225.000 per paket per kepala keluarga (KK), sebagaimana yang ditetapkan, yakni beras 10 kg Rp 112.000, minyak goreng 2 liter Rp 28.000, gula 2 kg Rp 37.000 dan mi instan 20 bungkus Rp 48.000.
"Total semuanya Rp 225.000 per paket bantuan untuk setiap KK," jelas Riadil.
Menurut Riadil, harga masing-masing per jenis bahan sembako itu adalah harga rata-rata yang diperoleh dari harga satuan yang dikeluarkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut dan survei harga di pasaran.
Harga tersebut mengacu pada harga-harga di pasar tradisional, grosir dan di pusat perbelanjaan.
Lebih lanjut disebutkan Riadil, tidak ada secara khusus dianggarkan untuk keuntungan, biaya pengemasan dan pengangkutan bagi perusahaan-perusahaan yang diminta menyediakan paket sembako itu.
Dikatakan Riadil, ada puluhan perusahaan terlibat dalam penyediaan sembako itu dari kabupaten/kota.
Tujuannya agar ada pemerataan pertumbuhan usaha.
"Karena prinsip pengadaan kan harus juga menguntungkan ekonomi," sebut Riadil.
Riadil mengatakan, ada 16 kabupaten/kota di Sumut yang meminta bantuan sembako dalam bentuk transfer dana.
Kemudian 17 kabupaten/kota meminta dalam bentuk paket sembako.
Baca: Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi Lakukan Tes Corona, Sempat Hadiri Rapat bersama Menhub Budi Karya
"Namun data ini data dinamis, karena biasanya berubah-ubah, hari ini kabupaten minta uang aja, besok sembako, berubah-ubah dan dinamis," sebutnya.
Dan nantinya 16 kabupaten/kota yang meminta transfer dana, tetap harus dibelanjakan dalam bentuk sembako. Kemudian harga per jenis sembakonya, tetap mengacu pada yang ditetapkan provinsi.
Namun bilamana harga per jenis sembako lebih tinggi daripada harga yang ditetakan provinsi, maka 16 daerah itu harus menambahi biayanya.
"Yang dari provinsi itu harga maksimal. Jika mereka (daerah) mau nambah, itu kreasi mereka dan dipersilakan. Namanya juga bantuan," sebut Riadil.
Sebagaimana diketahui, Pemprov Sumut memberikan bantuan sembako JPS kepada 1.321.426 KK terdampak covid-19 di 33 kabupaten/kota di Sumut.
Setiap KK penerima, mendapatkan bantuan bahan pokok berupa beras, gula, minyak makan dan mi instan senilai Rp 225.000.
Anggaran total Rp 297.320.850.000 disiapkan Pemprov Sumut untuk bantuan JPS bahan pokok ini.
Anggaran itu bersumber dari refocusing anggaran penanganan covid-19 Sumut tahap I sebesar Rp 502,1 miliar.
Adapun jumlah penerima 1.321.426 KK itu ditetapkan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan sudah disepakati kepala daerah masing-masing kabupaten/kota.
Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Sumut, Hendra Hidayat, mengatakan, kebocoran itu Rp 11.000 per paket, sehingga jika dikalikan 1.321.426 KK, maka total kebocoran Rp 14,535 miliar.
Menurut Hendra Hidayat, nilai selisih Rp 11.000 per KK itu diperoleh dari harga per paket sembako JPS Pemprov Sumut Rp 225.000 dengan harga pasar Rp 214.000. Tudingan itu pun diarahkan Hendra Hidayat ke Pemprov Sumut.
(Tribunnewswiki.com/Ris)