Dilema Raksasa Retail Amazon di Tengah Pandemi: Angka Penjualan Naik, Ongkos Bertambah Besar

Di tengah pandemi Covid-19, angka penjualan Amazon meningkat, seiring juga dengan ongkos yang dikeluarkan sebagai respons atas penyebaran virus.


zoom-inlihat foto
amazon-98989898u.jpg
David Becker / AFP
Di tengah pandemi Covid-19, angka penjualan Amazon meningkat namun seiring juga dengan ongkos yang dikeluarkan sebagai respons atas penyebaran virus corona, FOTO: Diambil pada tanggal 25 April 2020, foto pintu masuk utama ke salah satu pusat distribusi Amazon, di North Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sejak tiga bulan terakhir lockdown diterapkan, angka penjualan Amazon melonjak cukup signifikan.

Kenaikan angka ini dipengaruhi meningkatnya permintaan konsumen seperti; bahan makanan, obat-obatan, dan layanan cloud-computing selama masa lockdown.

Tercatat angka penjualan Amazon naik 26% dari tahun sebelumnya dan diperkirakan oleh perusahaan akan meningkat 28% pada kuartal berikutnya.

Namun demikian, banyaknya permintaan konsumen ini justru membuat tegang raksasa retail tersebut.

Baca: Bos Amazon dan Orang Terkaya di Dunia, Jeff Bezos Sumbang Rp 136,9 Triliun Atasi Perubahan Iklim

Jeff Bezos, pendiri dan CEO Amazon
Jeff Bezos, pendiri dan CEO Amazon (MANDEL NGAN / AFP)

Pasalnya, korporasi milik Jeff Bezos ini dimungkinkan akan membayar ongkos penjualan (bruto) sebanyak 4 Miliar USD untuk kebutuhan selama pandemi hingga Juni 2020.

Ongkos tersebut dialokasikan untuk sejumlah kebutuhan seperti; kenaikan upah buruh, pembelian masker dan alat pelindung diri (APD), hingga biaya pembersihan gudang dan sejumlah bangunan kantor.

Diketahui perusahaan Amazon telah menerapkan langkah-langkah pembatasan sosial / social distancing di lingkungan kerjanya.

"Krisis saat ini menunjukkan kemampuan beradaptasi dan daya tahan bisnis Amazon yang belum pernah terjadi sebelumnya, tetapi ini juga merupakan masa tersulit yang pernah kami hadapi," kata bos Amazon, Jeff Bezos, dikutip BBC, (30/4/2020).

Logo Amazon.com, satu dari e-comerce mulitinasional dan terbesar dunia
Logo Amazon.com, satu dari e-comerce mulitinasional dan terbesar dunia (Tangkap Layar amazon.com)

"Jika Anda adalah seorang pemegang saham di Amazon, kalian mungkin ingin tetap bertahan (tidak melepas saham), (hal) itu karena kami tidak berpikir (jangka) pendek"

"Saya yakin bahwa para pemegang saham yang punya orientasi jangka panjang akan memahami dan mendukung apa yang kami lakukan," tambahnya.

Keuntungan dari Pandemi?

Amazon, perusahaan retail raksasa yang mendominasi dalam e-commerce, streaming video, layanan cloud computing, ditambah akuisisi supermarket Whole Foods, bersiap untuk mengambil untung dari perubahan kebiasaan konsumen selama pandemi.

Di tengah pandemi Covid-19, angka penjualan Amazon meningkat namun seiring juga dengan ongkos yang dikeluarkan sebagai respons atas penyebaran virus corona, FOTO: Diambil pada tanggal 25 April 2020, foto pintu masuk utama ke salah satu pusat distribusi Amazon, di North Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat.
Di tengah pandemi Covid-19, angka penjualan Amazon meningkat namun seiring juga dengan ongkos yang dikeluarkan sebagai respons atas penyebaran virus corona, FOTO: Diambil pada tanggal 25 April 2020, foto pintu masuk utama ke salah satu pusat distribusi Amazon, di North Las Vegas, Nevada, Amerika Serikat. (David Becker / AFP)

Raksasa daring ini melaporkan jumlah kenaikan di segala unit perusahaan.

Bisnis e-commerce Amazon naik 24%, di bidang cloud computingnya yakni Amazon Web Services melonjak 33%.

Kemudian, Whole Foods yang dibeli Amazon tahun 2017, penjualannya naik sekitar 8%.

Kinerja tersebut menghadirkan kontras yang cukup tajam dengan banyak perusahaan lain yang sedang bertahan di tengah kebijakan penutupan paksa dan merosotnya belanja konsumen di toko-toko.

Pandemi oleh para ekonom dinilai merupakan perlambatan ekonomi paling tajam di dunia sejak 1930an.

"Seharusnya ini tidak mengejutkan siapa pun," kata analis ritel lembaga riset Forrester Research, Sucharita Kodali.

"Banyak toko fisik di seluruh dunia tutup dan mendorong banyak orang untuk belanja online. Mereka (perusahaan belanja online) adalah penerima untung yang sangat besar," tambahnya.

Dari persepektif konsumen, Kodali menjelaskan bahwa kinerja Amazon kurang baik.

Menurutnya, lambatnya waktu pengiriman, dan banyak stok habis membuat sejumlah merek/brand yang dijual di Amazon sedikit terpukul.

Kondisi demikian hadir seiring dengan keluhan para pekerja atas tindakan pencegahan keselamatan kerja yang dinilai masih kurang memadai.

Terlepas dari masalah-masalah tersebut, Kodali berharap Amazon tetap mempertahankan keunggulannya dalam jangka panjang saat sejumlah rivalnya menderita kerugian akibat kebijakan lockdown.

Semakin banyaknya investor saham yang masuk, juga dinilai akan semakin membuat Amazon bersaing di pasar.

"Semua tanda menunjuk ke arah Amazon yang akan memenangkan kompetisi, ini bukan karena apa yang sudah dilakukan Amazon, melainkan apa yang tak bisa dilakukan oleh yang lain," kata Kodali.

Foto diambil pada 28 November 2019, menunjukkan logo Amazon di salah satu pusat perusahaan di Bretigny-sur-Orge, Prancis, raksasa logistik AS, Amazon
Foto diambil pada 28 November 2019, menunjukkan logo Amazon di salah satu pusat perusahaan di Bretigny-sur-Orge, Prancis, raksasa logistik AS, Amazon (Thomas SAMSON / AFP)

Ongkos Bertambah

Pandemi Covid-19 telah membuat Amazon menyesuaikan kondisi kerja baru sebagai respons atas virus yang telah merenggut hampir 300 ribu nyawa di seluruh dunia.

Amazon telah merekrut setidaknya 175.000 orang untuk ditugaskan dalam bidang pemenuhan dan pengiriman barang-barang.

Dalam waktu dekat, Amazon juga akan merekrut tenaga kerja untuk ditempatkan dalam layanan antar-jemput di unit Whole Foods miliknya.

Pada Kamis (30/4/2020), Amazon mengatakan telah membeli setidaknya 100 juta masker wajah dan 31.000 termometer yang siap digunakan untuk memeriksa suhu tubuh pekerja per hari.

Biaya perusahaan terhitung melonjak drastis, dengan ongkos pengiriman naik sekitar 49% menjadi hampir 11 Miliar USD.

Tentu ongkos yang dikeluarkan ini membebani laba perusahaan yang turun 29% dari tahun sebelumnya menjadi 2,5 Miliar USD, lebih rendah dari yang diperkirakan para analis.

Saham yang telah melonjak lebih dari 30% pada tahun ini, merosot dalam bursa perdagangan pada waktu setelah jam kerja.

Namun demikian, analis ekonom eMarketer, Andrew Lipsman menyebut Amazon dapat mengambil keuntungan jangka panjang dari pergeseran kebiasaan konsumen yang terjadi sekarang.

Adanya peningkatan belanja online membuat pasar Amazon juga meningkat.

"(Kondisi) ini akan menjadi acuan berpikir jangka pendek saja atas apa yang terjadi pada kuartal sekarang ini," katanya.

Terlepas dari merosotnya ekonomi dunia, penjualan Amazon dinilai relatif stabil dari penurunan saat ini, tambahnya.

"Jika kita berhasil keluar dari masa resesi ini, orang-orang dapat kembali (belanja) normal, maka saat itulah Amazon dan juga yang lain, akan menerima tamparan balik," katanya. (TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved