TRIBUNNEWSWIKI.COM - Perkembangan terbaru pasien virus corona di seluruh dunia hingga 18 April 2020, total mencapai 2.242.868 kasus.
Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia mencapai 154.142 orang
Kabar terbaru ini sejalan dengan meningkatnya angka jumlah pasien sembuh yang mencapai 569.270 orang.
Pantauan Tribunnewswiki.com dari data John Hopkins University, Sabtu (18/4/2020) pukul 10.00 WIB ini juga menyebut virus corona telah menyebar ke 185 negara di dunia.
Buka Tutup Kebijakan Pencabutan Pembatasan Sosial di Sejumlah Negara
Sejumlah negara di dunia telah memulai buka tutup kebijakan untuk membuka kembali pembatasan sosial.
Uji coba kebijakan ini merupakan strategi untuk menahan perekonomian agar tidak semakin terperosok.
Sebagian besar negara yang melakukan buka tutup kebijakan pembatasan sosial berasal dari negara-negara di Eropa.
Negara Denmark dilaporkan telah membuka kembali sekolah setelah adanya penutupan selama sebulan.
Baca: Belgia Catat Kematian Tertinggi COVID-19 di Uni Eropa, PM Sophie Wilmes: Data Kami Transparan Penuh
Kemudian, Finlandia dilaporkan membuka blokade transportasi kereta api dan jalan raya selama dua minggu di wilayah Helsinki.
Negara Lithuania mengatakan akan mengizinkan toko-toko kecil dibuka kembali mulai Kamis, (16/4/2020).
Perlahan namun pasti, banyak negara-negara di dunia telah memberlakukan uji coba pembukaan lockdown dalam beberapa sektor, seperti Iran yang membiarkan pembukaan usaha kecil, dan India yang membuka kesempatan jutaan orang pedesaan untuk kembali bekerja.
Sementara itu, di Korea Selatan, orang-orang pergi ke tempat pemungutan suara dan memberikan dukungan kepada Presiden Moon Jae-In, pada Rabu (15/4).
Meskipun sempat menjadi negara dengan wabah COVID-19 terbesar kedua di dunia, Korea Selatan telah mengendalikan virus ini melalui pengujian meluas, memantau kontak-fisik, dan sosial-distancing.
Namun demikian, kemungkinan mencabut pembatasan masih tampak sulit bagi sebagian besar negara lainnya.
Baca: Setelah Eropa dan AS, Pakar Ingatkan Asia Tenggara Berpotensi Jadi Episentrum Baru Pandemi Covid-19
Seperti negara Spanyol, yang masih dalam tahap uji coba pembukaan kembali sektor ekonomi mereka.
Melalui pemimpinnya, Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez, sejumlah pabrik dan bangunan telah diizinkan untuk dibuka.
Namun Sanchez memperingatkan keras, "tidak akan ada yang sama sampai vaksin ditemukan."
Berbeda dari Spanyol, negara Belgia telah memperpanjang aturan #DiRumahSaja sampai 3 Mei 2020 dan masih melarang adanya pertemuan / kontak fisik sampai akhir Agustus 2020.
Ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendapat kecaman atas kebijakan pembekuan dana untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), negara-negara yang tergabung dalam G-20 mengumumkan kebijakan moratorium utang satu tahun bagi negara-negara miskin di dunia.
Negara G-20 sepakat akan menunda sementara pembayaran utang dari negara-negara miskin untuk memberi kesempatan hidup lebih lama.
Kebijakan moratorium ini akan membebaskan utang lebih dari 20 miliar USD bagi negara-negara tersebut agar bisa fokus terhadap penanganan COVID-19.
Menurut Menteri Keuangan Arab Saudi, Mohammed Al-Jadaan, kebijakan ini berlaku untuk periode setidaknya satu tahun.
Baca: Kanselir Jerman Angela Merkel Resmi Umumkan Rencana Cabut Sejumlah Pembatasan COVID-19
Jerman Umumkan Rencana Mencabut Pembatasan Sosial
Jerman secara resmi mengumumkan rencana mencabut sejumlah pembatasan yang diberlakukan karena pandemi virus corona atau COVID-19.
Rencana ini apabila terealisasi akan menjadikan Jerman sebagai negara Eropa pertama yang membuka kembali pembatasan tanpa memicu gelombang infeksi baru.
Melalui pengumuman Kanselir Angela Merkel pada Rabu (15/4/2020) waktu setempat, dilansir AFP, pemerintah Jerman akan mencabut sejumlah pembatasan yang telah membuat ekonominya terperosok dalam resesi.
Ia menyebut akan mengizinkan sebagian besar toko untuk beroperasi kembali.
Merkel mengingatkan agar toko-toko tersebut memiliki rencana dan cara-cara untuk menjaga kebersihan.
Namun, kebijakan pembukaan ekonomi ini tidak berlaku bagi pendidikan.
Pasalnya, institusi pendidikan di Jerman masih ditutup sampai 4 Mei 2020.
Adapun larangan mengadakan kegiatan publik berskala besar masih tetap berlaku sampai 31 Agustus 2020.
Sekolah-sekolah di Jerman akan dibuka secara bertahap dengan memprioritaskan bagi siswa yang sudah meninggalkan ujian.
Pemerintah Jerman dengan tegas mendesak warganya untuk selalu memakai masker saat berbelanja ataupun saat menggunakan transportasi umum.
Namun, ketegasan itu nampaknya berbeda dari apa yang dilakukan negara tetangganya, Austria, yang masih berupa imbauan.
Negara Jerman menjadi negara terbesar dari sejumlah negara di Eropa yang mengumumkan kebijakan untuk membuka kembali ekonomi dan aktivitas masyarakatnya.
Ancaman Kelaparan dan Kerusuhan Sosial
Pembatasan bisnis di sejumlah negara mengakibatkan prospek ekonomi global merosot.
Menurut IMF, kondisi ini merupakan penurunan ekonomi global terburuk selama seabad penuh yang mengacu pada kerugian dunia yang mencapai 9 Triliun USD.
Saat Jerman sudah masuk dalam masa resesi, output industri Amerika Serikat juga menurun sebesar 6.3 persen, yang merupakan penurunan terbesar selama tujuh dekade.
Di Prancis, lebih dari sepertiga buruh menganggur dalam sementara waktu, ketika jumlah kematian akibat virus di negara Menara Eifel tersebut mencapai 17.000 kasus.
Namun, ada harapan yang muncul saat angka rawat inap turun untuk pertama kalinya.
Adapun jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia tembus angka dua juta infeksi, dengan kematian mencapai ratusan ribu.
Saat semua negara di dunia mencoba memetakan jalan keluar atas krisis wabah, kecaman muncul terhadap Presiden AS, Donald Trump yang membekukan dana untuk WHO, organisasi kesehatan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Trump menuduh WHO salah mengelola dan menutupi penyebaran virus corona.
Dalam pernyataannya, Trump mengatakan bahwa masalah itu dapat diatasi jika WHO akurat menilai situasi di China akhir tahun lalu.
Komisioner Tertinggi sekaligus Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengutuk langkah pembekuan dana yang dilakukan Trump.
Sementara, miliarder Bill Gates -penyumbang utama- WHO menyebut dalam Twitter bahwa pemotongan dana itu berbahaya.
"Tak diragukan lagi, sejumlah perbaikan wilayah akan (segera) diidentifikasi dan akan ada pelajaran bagi kita semua untuk terus belajar," kata pimpinan WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Di lain hal, sekutu AS yaitu negara-negara di Erropa sepakat menolak langkah Trump.
Senada dengan mereka, sejumlah negara rival Washington mengutuk Trump, seperti Rusia yang menyebut bahwa AS memakai pendekatan yang egois. China dan Iran juga mengecam keputusan tersebut.
Ketika negara-negara di Eropa masih maju-mundur dalam membuka pembatasan, di negara-negara miskin yang padat penduduknya, banyak pemerintahan negara yang masih berjuang menegakkan kebijakan pembatasan.
Kekhawatiran akan kelaparan dan kemungkinan kerusuhan sosial skala global menyelimuti sejumlah negara di Afrika dan Amerika Latin.
Di Cape Town, Afrika Selatan, meletus bentrokan antara warga dan polisi terkait persoalan akses bantuan makanan.
Krisis serupa terjadi di Ekuador, saat kelaparan melanda negara tersebut melampaui ketakutan akan bahaya COVID-19.
"Polisi menyergap dengan cambuk, orang-orang berlari, tapi bagaimana bisa kamu menyuruh orang miskin untuk tetap di rumah saat tak ada cukup persediaan yang bisa dimakan?," kata Carlos Valencia, seorang warga Ekuador, guru berusia 35 tahun yang mempertanyakan kebijakan pemerintahannya.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)