Dilanda Gempa 5 Magnitudo, Sukabumi Waspada Ancaman Bencana dari Sesar Citarik dan Megathrust

Dilanda gempa 5 Magnitudo pada Selasa (10/3/2020), Sukabumi terancam bencana besar akibat Sesar Citarik dan gempa megathrust.


zoom-inlihat foto
ilustrasi-bencana-tsunami.jpg
Elitereaders.com
Ilustrasi tsunami. Dilanda gempa 5 Magnitudo pada Selasa (10/3/2020), Sukabumi terancam bencana besar akibat Sesar Citarik dan gempa megathrust.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Selasa (10/3/2020) gempa bumi berkekuatan 5 Magnitudo guncang Sukabumi, Jawa Barat.

Gempa terjadi tepatnya pada pukul 17.18 WIB dan dapat dirasakan hingga wilayah Panggarangan, Bayah, dan Citeko dengan kekuatan II-III Skala MMI.

Sedangkan getaran dapat dirasakan hingga IV-V Skala MMI di wilayah Cikidang, Ciambar, dan Cidahu.

Dikutip dari laman bmkg.go.id, skala MMI atau Mercalli adalah satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • I MMI: getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luarbiasa oleh beberapa orang.
  • II MMI: getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang.
  • III MMI: getaran dirasakan nyata dalam rumah dan terasa seakan-akan ada truk berlalu.
  • IV MMI: pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela/pintu berderik dan dinding berbunyi.

Gempa yang bersumber dari darat 13 km Timur Laut Sukabumi tersebut mengakibatkan sejumlah bangunan dan rumah penduduk dikabarkan mengalami kerusakan ringan-sedang.

Baca: INFO GEMPA HARI INI: Gempa 5 SR Guncang Kabupaten Sukabumi, Getarannya Dirasakan hingga Jakarta

Baca: Kabupaten Sukabumi

Diakibatkan sesar aktif, Sesar Citarik

Gempa bumi yang mengguncang Sukabumi, Jawa Barat Selasa (10/2/2020) diinformasikan diakibatkan oleh adanya aktivitas sesar aktif.

Dilansir oleh Kompas.com, informasi tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.

“Hasil analisis menunjukkan bahwa gempa ini diakibatkan oleh aktivitas slip atau pergeseran blok batuan kulit bumi secara tiba-tiba,” ujarnya ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (11/3/2020)

Daryono menyebut, berdasarkan peta zonasi sumber gempa di wilayah Jawa Barat tampak bahwa lokasi episenter gempa berada di zona Sesar Citarik.

Tepatnya pada koordinat 6,81 LS dan 106,66 BT, di daratan Kecamatan Kalangpanunggal, Sukabumi.

Menurut Daryono, dilihat dari bentuk gelombang gempa (waveform) tampak jelas adanya gelombang geser yang cukup nyata dan kuat.

Catatan selisih waktu tiba gelombang pressure (P) dan Shear (S) hanya 6 detik yang memberi petunjuk bahwa gempa yang terjadi merupakan gempa lokal.

“Gempa semacam ini biasa dikenal sebagai gempa kerak dangkal (shallow crustal earthquake) yang dipicu aktivitas sesar aktif,” lanjut Daryono.

Berdasarkan hasil analisis mekanisme sumber, Daryono menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan mendatar (strike-slip-fault).

Menurutnya, dilihat dari kondisi geologi dan tataan tektonik di wilayah Jawa barat bagian selatan ada dugaan bahwa sesar tersebut memiliki pergeseran ke kiri.

Dijelaskan oleh Daryono, gempa yang terjadi Selasa (10/3/2020) tersebut memiliki magnitudo terkuat di Jawa Barat sejak 19 tahun terakhir.

Daryono menyampaikan beberapa pembelajaran yang bisa diambil dari kasus gempa Sukabumi tersebut adalah mengenai pemetaan sesar aktif.

Sebagai negara dengan banyak sebaran sesar aktif, pemetaan juga dapat digunakan untuk mengkaji mitigasi dan perencanaan wilayah. 

Tak hanya itu, Daryono juga menegaskan pentingnya mewujudkan bangunan tahan gempa di kawasan terdampak sesar aktif.

Hal tersebut lantaran pada umumnya korban gempa banyak ditemukan karena tertimpa bangunan yang roboh.

“Membuat bangunan rumah tembok asal bangun tanpa besi tulangan atau dengan besi tulangan dengan kualitas yang tidak standar justru akan menjadikan penghuninya sebagai korban jika terjadi gempa,” imbuh Daryono.

Isu gempa megathrust dan pentingnya mitigasi bencana

Pemutakhiran segmentasi Megathrust Peta Gempa Nasional 2017
Pemutakhiran segmentasi Megathrust Peta Gempa Nasional 2017 (Kompas.com)

Isu mengenai zona megathrust yang berpotensi memicu gempa dan tsunami di Sukabumi kembali muncul seusai gempa yang terjadi pada Selasa (10/3/2020).

Melalui akun Instagram resmi @infobmkg, BMKG pernah menjelaskan mengenai potensi gempa bumi tersebut.

BMKG menjelaskan, wilayah pesisir Sukabumi secara tektonik memang berhadapan dengan zona megathrust Samudra Hindia.

Megathrust merupakan zona subduksi lempeng aktif dengan aktivitas kegempaan yang tinggi.

Berdasarkan catatan sejarah, wilayah selatan Jawa Barat dan Banten sudah beberapa kali terjadi gempa kuat.

"Seperti pada 22 Januari 1780 (M=8.5), 27 Februari 1903 (M=8.1), dan 17 Juli 2006 (M=7.8)," tulis @infobmkg, dikutip dari Kompas.com.

Tak hanya itu BMKG telah melakukan kajian terkait potensi gempa tersebut pada tahun 2011 dan  ditemukan adanya potensi gempa hingga berkekuatan 8,7 Magnitudo.

Berkaca dari potensi gempa tersebut, BMKG mengingatkan bahwa kajian potensi bahaya sangat penting dilakukan untuk tujuan mitigasi dan pengurangan risiko bencana.

"(Kajian potensi bahaya itu) bukan untuk menakut-nakuti masyarakat, melainkan agar pemerintah daerah segera menyiapkan upaya mitigasinya secara tepat, baik mitigasi struktural (teknis) maupun kultural (non teknis)," tulisnya.

BMKG juga telah melakukan pemodelan peta tingkat guncangan gempa atau shakemap dengan skenario gempa 8,7 Magnitudo.

Pemodelan tersebut menunjukkan dampak gempa di Sukabumi dapat mencapai skala intensitas VIII-IX MMI.

Dengan skala MMI yang demikian tinggi, gempa dapat merusak bangunan cukup parah.

Tak hanya itu, gempa 8,7 Magnitudo tersebut diprakirakan memiliki potensi tsunami yang akan menerjang wilayah Sukabumi dengan ketinggian lebih dari 3 meter.

Meski demikian BMKG menegaskan jika hasil kajian tersebut bukan merupakan prediksi yang akurat.

"Namun demikian, satu hal penting yang harus dipahami oleh masyarakat bahwa besarnya magnitudo M=8,7 tersebut di atas adalah potensi hasil kajian dan bukan prediksi," tulis BMKG.

BMKG menekankan, kajian ilmiah memang mampu menentukan potensi magnitudo di zona megathrust.

Namun hingga saat ini teknologi belum mampu memprediksi dengan tepat dan akurat kapan gempa akan terjadi.

Oleh karena itu tanpa adanya kepastian waktu dan lokasi terdampak gempa megathrust, upaya mitigasi harus segera diupayakan.

Mitigasi dapat dilakukan dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial, ekonomi, dan korban jiwa seandainya gempa benar terjadi.

Tak hanya itu, pemerintah menurut BMKG juga penting untuk memperhatikan peta rawan bencana sebelum merencanakan penataan ruang dan wilayah.

"Termasuk dalam hal ini adalah penataan ruang pantai yang aman tsunami. Perlu ada upaya serius dari berbagai pihak dalam mendukung dan memperkuat penerapan “building code” dalam membangun struktur bangunan tahan gempa," tulisnya.

Baca: BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)

Baca: Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG)

Baca: Fakta Tsunami Aceh 2004, 167 Ribu Orang Meninggal dan Hilang, Kerugian Puluhan Triliun Rupiah

(TRIBUNNEWSWIKi/Magi, KOMPAS/Nur Rohmi Aida/Budiyanto)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved