TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tragedi SMPN 1 Turi, siswa ungkap isi percakapan 'rapat online', tak ada pembahasan soal teknis susur sungai.
10 siswa SMPN 1 Turi tewas setelah hanyut dalam tragedi susur sungai, Jumat (21/2/2020) lalu.
Satu pekan setelah peristiwa itu, seorang siswa SMPN 1 Turi bernama Abisa mengungkap adanya rapat online, yakni pembahasan yang dilakukan melalui aplikasi.
Abisa pun menjelaskan adanya agenda susur sungai yang diberitahukan secara mendadak melalui rapat online.
Pemberitahuan melalui layanan pesan grup tersebut disampaikan pada Kamis (20/2/2020) atau malam sebelum acara digelar.
"Pemberitahuan oleh guru pembina, lewat grup WA, lalu dilanjutkan rapat online," katanya, seperti dilansir Kompas.com.
Abi sempat menyodorkan ponsel dan kemudian memperlihatkan rekaman percakapan grup Pramuka di sekolahnya.
Baca: 5 Fakta Kapil Mishra, Sosok yang Dianggap Provokator Pembantaian Umat Muslim di India
Baca: Warga Korea Selatan Nekat Bunuh Diri di Solo, Merasa Terpapar Corona, Hasil Pemeriksaan Negatif
Kamis (20/2/2020) petang, seorang guru pembina menulis pesan sebagai berikut:
'Disampaikan aja kls 7 dan 8 bsk susur sungai. Wajib bersepatu, warna bebas'
Pemberitahuan tersebut disahut beberapa pertanyaan dari anggota grup.
Namun, guru pembina hanya menjawab singkat,
'Nanti kita bahas.'
Dua jam setelah pemberitahuan pertama tersebut, guru pembina baru menjelaskan mengenai lokasi susur sungai.
'Besok rutenya mulai outbond sempor, naik sebelum bendungan kembangarum,' demikian tertulis di grup tersebut.
Selain itu, lanjut Abisa, tak ada pembicaraan lainnya mengenai persiapan susur sungai.
Termasuk mengenai teknis lengkap, serta peralatan pengamanan.
Abisa menambahkan, mereka hanya diperintah membawa tongkat.
Sebanyak 16 orang anggota dewan penggalang diminta menjadi pendamping regu.
Satu orang mendampingi dua regu.
Sebelum menuju ke lokasi susur sungai, para siswa kelas 7 dan 8 SMPN 1 Turi mengikuti apel sekitar pukul 13.00 WIB.
Mereka kemudian berjalan kaki sejauh tiga kilometer ke lokasi wisata outbond Lembah Sempor.
Saat itu, Abi cemas dengan kondisi cuaca.
Ia memberanikan diri bertanya pada guru pembina.
"Saat itu mendung gelap, geludug (petir) tak henti-hentinya terdengar di utara.
Saya tanya, Pak cuaca begini apa tetap mau diteruskan?" ungkap Abi.
Baca: Paus Frasiskus Diisukan Terinfeksi Virus Corona, Vatikan Membantah : Tetap Pimpin Misa Pagi
Baca: Merasa Dikhianati Muhyiddin Yasin yang Kini Jadi PM Malaysia, Mahathir Mohamad Siap Melawan
Namun, guru pembina menjawab cuaca seperti ini adalah hal biasa.
Saat mereka turun ke sungai, arus deras datang.
10 siswa meninggal lantaran hanyut dalam peristiwa itu.
Abi mengaku dirinya juga mengalami trauma setelah mengalami kejadian tersebut.
Tebus Kesalahan atas Kematian 10 Siswa, Alasan 3 Tersangka Susur Sungai Sempor Tolak Penangguhan Penahanan
Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mengajukan penangguhan penahanan untuk ketiga tersangka susur sungai, IYA, R, dan DDS.
Namun, ketiganya menolak dengan alasan bentuk pertanggungjawaban dan rasa empati kepada keluarga korban.
"Mereka mengatakan, 'kami tidak usah penangguhan penahanan'," ujar Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosidi saat ditemui di Mapolres Sleman, Kamis (27/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Ketiga tersangka memilih menjalani proses hukum di tahanan Mapolres Sleman guna menebus kesalahan.
Selain itu, ketiga tersangka yang merupakan pembina pramuka juga sangat memahami perasaan keluarga korban yang telah kehilangan anak mereka.
"Mereka menolak (penangguhan penahanan) sebagai rasa empati kepada keluarga korban," tegasnya.
Unifah mengaku bangga dengan sikap ketiganya yang menolak tawaran pengajuan penangguhan penahanan.
PGRI menawarkan penangguhan tersebut sebagai organisasi yang melindungi hak-hak anggotanya.
"Itu menunjukan sebuah tanggung jawab, sebuah sikap kesatria yang jarang di miliki dan itulah guru sejati," tandasnya.
Setelah mendengar jawaban dari ketiganya, PB PGRI tidak jadi untuk mengajukan penangguhan penahanan.
Sebelumnya diberitakan, kegiatan susur Sungai Sempor yang berlangsung pada Jumat (21/2/2020), menewaskan 10 siswa SMPN 1 Turi.
Polisi menetapkan tiga orang, yaitu IYA dan R yang merupakan guru SMPN 1 Turi, dan DDS yang merupakan pembina dari luar sekolah sebagai tersangka
(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Wijaya Kusuma)