TRIBUNNEWSWIKI.COM – Diduga melakukan ujaran kebencian terhadap Presiden Joko Widodo di Facebook, Sucipto Hadi Purnomo, seorang dosen di Universitas Negeri Semarang (Unnes) dinonaktifkan oleh pihak kampus.
Terkait hal tersebut, Sucipto Hadi menduga penonaktifan dirinya tersebut merupakan buntut dari kasus dugaan plagiarisme karya ilmiah, bukan penghinaan terhadap Presiden Jokowi.
Dikutip dari Kompas.com, penonaktifan dosen yang mengajar mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Unnes itu berlaku sejak 12 Februari 2020.
Sucipto mengaku mendapatkan kabar penonaktifan dirinya tersebut setelah menjadi saksi kasus dugaan plagiarisme.
"Waktu Selasa kemarin saya dipanggil dan diperiksa. Saya tanya hasil pemeriksaannya apa, ada SOP-nya enggak. Salah satunya saya dimintai keterangan terkait kasus perkara tentang seseorang yang dianggap pelapor dugaan plagiasi," katanya saat dikonfirmasi, Sabtu (15/2/2020).
Baca: Sindir Jokowi di Facebook, Dosen Unnes Dinonaktifkan dan Dilarang Pakai Nama atau Atribut Kampus
Baca: Profil Kampus - Universitas Negeri Semarang (Unnes)
Setelah dimintai keterangan, lanjut dia, akhirnya disepakati ada pemeriksaan lanjutan untuk hari berikutnya.
"Setelah itu tiba-tiba di hari Rabu ada kabar kalau saya diskorsing dari kampus. Dari kampus menyampaikan kepada saya hari Jumat. Saya kaget, ini kenapa ambil langkahnya cepat sekali," katanya.
Menurut dia, pimpinan Unnes pernah melaporkan seseorang ke polisi yang diduga telah mengungkap dugaan plagiarisme yang dilakukan rektor.
Ia menduga, rentetan kejadian itu adalah latar belakang pencopotan dirinya.
Lalu, sejumlah pihak mencari-cari kesalahan, salah satunya melalui unggahan media sosial.
Status yang dipermasalahkan tersebut diunggah Sucipto Hadi pada 10 Juni 2019 lalu.
Dalam postingan status Facebook-nya itu, dia menulis "Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah Ini Efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?"
Akibat statusnya itu, ia dibebastugaskan dari jabatannya.
Melalui Keputusan Rektor UNNES Nomor B/167/UN37/HK/2020, Sucipto Hadi dibebaskan sementara dari tugas jabatan dosen untuk menjalani pemeriksaan yang lebih intensif.
Baca: Viral Dosen Bagikan Kisah Haru Persahabatan Mahasiswa soal Toleransi dari Beragam Suku dan Agama
Baca: Malu Punya Wakil Rakyat Hanum Rais, Dosen UGM : Saatnya Amien Rais Buktikan Hukum Tak Tebang Pilih
Menurut Hadi, sanksi yang diberikan tersebut dianggap ada yang ganjil.
Sebab, selain status tersebut dibuat sudah lama, kalimat tersebut juga dinilai tidak mempersoalkan apapun.
Terlebih menghina seorang Presiden.
Bagi Sucipto, postingan tersebut tidak mempersoalkan apapun.
Ia pun mengajak Rektor Unnes untuk menggelar debat terbuka terkait masalah tersebut daripada memberhentikannya.
"Ini kan masyarakat akademik, kenapa tidak dibuat saja debat terbuka dengan menghadirkan ahli bahasa, ahli politik," ujar dia.
Tanggapan Rektor Unnes
Rektor Unnes Fathur Rohkman mengatakan, kasus dugaan penghinaan terhadap kepala negara itu sudah terjadi cukup lama.
"Kejadiannya saat masa Pemilihan Presiden 2019," ujar Fathur di Semarang, Jumat (14/2/2020).
Rektor Unnes Fathur Rokhman menyampaikan, kampusnya sangat tegas terhadap unggahan di media social dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa yang berisi penghinaan terhadap symbol NKRI dan kepala negara.
Baca: Siswi SMP Korban Bullying di Purworejo: Anak Berkebutuhan Khusus dan Mengaku Sering Ditendangi Teman
Baca: 3 Siswa SMP Pelaku Bullying Terhadap Seorang Siswi Terancam Hukuman 3,6 Tahun
"Pembinaan berupa menonaktifkan dari tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi. Meski demikian status kepegawaiannya masih," katanya.
Pasal 218 ayat 1 RKHUP disebutkan, setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dikenakan dipidana.
Ujaran kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga melanggar UU RI No 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Unnes melalui tugas pokoknya Tridharma perguruan tinggi memiliki peran dalam meneguhkan peradaban bangsa Indonsia. Sebagai perguruan tinggi negeri, Unnes memiliki kewajiban untuk menjaga NKRI dan Presiden sebagai simbol negara. Jadi kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden berarti yang bersangkutan tidak beradan,” ujar Rektor Unnes Fathur Rokhman dalam keterangan tertulisnya.
Fathur menegaskan, Unnes akan bersikap tegas terhadap tenaga pendidik yang diduga memiliki ideologi merusak yang dikhawatirkan berdampak pada mahasiswa.
(Tribunnewswiki.com/Ami Heppy, Kompas.com/Riska Farasonalia)