TRIBUNNEWSWIKI.COM - Lebih dari 13,000 demonstran memadati Suan Rot Fai Park di Bangkok, Thailand pada pagi hari sebelum matahari terbit dengan menggunakan perlengkapan lari untuk menyuarakan protes terhadap Perdana Menteri (PM) Thailand, Jenderal Prayut Chan-o-cha
Dalam sebuah stiker yang tertempel di dada para pelari tertulis komentar-komentar sindiran seperti, "Paman Sakit", "Kami tidak benci negara; kami hanya benci kamu", dan "Lebih sulit menghilangkan lemak di perutku daripada paman".
Namun, pakaian lari yang mereka kenakan tidak untuk perlombaan marathon.
Para peserta demonstrasi, dilaporkan The StraitTimes, (13/1/2020), mengikuti perlombaan lari sejauh 4 kilometer dengan membuat tuntutan kepada 'sang paman' yang merujuk ke Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-cha yang lebih dikenal dengan panggilan "Paman Tu / Uncle Tu".
Perlombaan lari bertema 'Mengejar Paman' dan 'Lari Melawan Kediktatoran' ini merupakan gerakan protes anti pemerintah pertama di Thailand yang diselenggarakan dengan konsep perlombaan lari.
"Hari ini kami berbagi perasaan yang sama. Ini adalah aksi orang-orang yang marah," kata Thanathorn Juangroongruangkit, seorang pemimpin partai oposisi yang juga ikut dalam aksi ini.
"Agar bisa menjadi negara yang demokratis, langkah pertama adalah Jenderal Prayut harus keluar"
Sebelum acara lari dimulai, panitia sempat memindahkan konferensi pers dua kali dan tempat acara lantaran mengaku mendapatkan intimidasi dari oknum polisi.
Baca: Raja Thailand Vajiralongkorn (Rama X)
Suarakan Ketidakpuasan Kinerja Pemerintah
Acara ini diselenggarakan oleh puluhan mahasiswa dari berbagai universitas untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap pemerintahan Jenderal Prayut yang berhasil mendapatkan kekuasaan pada Mei 2014 sebelum terpilih kembali menjadi Perdana Menteri Thailand pada masa jabatannya yang kedua.
Jenderal Prayut terpilih kembali menjadi PM Thailand pada pemilihan umum bulan Maret tahun 2019.
Kepemimpinan Prayut kembali berlanjut setelah mendapat suksesi dari Partai Palang Pracharat, sebuah partai pro-militer di Thailand.
Partai pro-militer ini mendukung Prayut bersama seorang senat 'stempel-karet'nya dalam pemilihan umum Perdana Menteri Thailand Maret 2019.
(Stempel Karet / A Rubber Stamp = adalah bahasa metafora politik yang merujuk pada seseorang atau institusi yang memiliki kekuatan politik penuh de jure, namun lemah secara de facto)
"Kami hanya ingin suarakan rasa ketidakpuasan kami. Tak ada niatan adakan demo berkepanjangan untuk menggulingkan pemerintah", kata mahasiswa ekonomi Thanawat Wongchai (21) dari Universitas Chulalongkorn yang memimpin kelompok demonstran, dalam The Straits Times, (13/1/2020).
"Dia (Prayut) harusnya tahu apa yang musti dilakukan saat melihat besarnya demonstrasi ini" tambah Thanawat.
Perpolitikan Sudah Terlalu Memecah Belah?
Sementara peserta aksi lainnya, Mr Thanawut Putsri mengaku rela bangun jam 3 pagi untuk ikut dalam acara lomba lari dan seruan aksi ini.
Thanawut berasal dari provinsi tetangga di Samut Prakarn, Thailand yang cukup jauh dengan lokasi kegiatan.
Begitu antusiasnya Thanawut dengan aksi ini, ia rela menutup toko sepatu miliknya pada hari kerja.
Ia mengatakan "harus datang karena perpolitikan sudah terlalu memecah-belah".
Merasa Tidak Mendapat Keadilan
Sementara itu, peserta aksi lainnya, seorang pekerja kantoran, Nariya Pimolwattana (31) mengatakan, "Sejak ia (Prayut) mendapatkan kekuasaan, saya merasa semua hal menjadi tidak adil".
"Kelompok pro-militer dapat melakukan apa pun yang mereka mau tanpa mau menerima konsekuensi, sementara pihak pro-demokrasi selalu dilarang atas apa yang kami lakukan" tambahnya.
Nariya Pimolwattana merupakan pendukung Partai Future Forward (Bahasa Thailand: Phak Anakhot Mai).
Partai ini dikenal karena kebijakan progresif dan anti-militer di Thailand yang kemungkinan akan dibubarkan pada 21 Januari 2020.
Melalui Mahkamah Konstitusi, akan ditentukan jadwal sidang baik penundaan maupun pembubaran partai urutan ketiga dengan suara terbanyak pada pemilu Maret yang berhasil mendapatkan 75 kursi parlemen.
Pembubaran partai ini merupakan bagian dari tuduhan bahwa partai tersebut dianggap berusaha menggulingkan sistem monarki di Thailand.
Partai tersebut juga dituduh memiliki keterkaitan dengan kelompok rahasia, Iluminati.
Baca: Raja Thailand Vajiralongkorn Mendadak Copot Semua Gelar Resmi Selir Sineenat: Dianggap Tidak Setia
Protes Tanpa Kekerasan
Seorang akademisi Ilmu Politik Universitas Rangsit, Dr Wanwichit Boonprong berkomentar terkait aksi massa yang dibungkus dengan kegiatan lari tersebut.
"Otoritas setempat mungkin akan merasa jika mereka izinkan lebih banyak orang bergabung, maka jaringan akan semakin besar lagi dan sulit untuk dikendalikan"
"Ini adalah cara baru aksi protes tanpa melakukan konfrontasi dan kekerasan. Ini adalah kegiatan singkat yang tidak membutuhkan banyak orang" kata Wanwichit.
Massa Lainnya
Aksi massa dengan kegiatan lari ini mengundang reaksi dari berbagai pihak.
Satu di antaranya adalah kelompok pendukung pemerintah.
Mereka yang mengatasnamakan diri 'Gen Prayut' ini juga melakukan aksi di hari yang sama di Lumpini Park di Bangkok, sekitar 14 km dari Suan Rot Fai, tempat kegiatan lari dan aksi massa dilakukan.
Rombongan massa pro-pemerintah ini berkerumun, memukul drum sambil berteriak, "Uncle Tu Fight Fight"
Di antara para demonstran, seorang ibu rumah tangga, Jirada Hongkhananukroh mengatakan percaya dengan kepemimpinan Jenderal Prayut.
"Saya yakin paman akan terus memimpin negara dengan baik"
"Saya juga tidak suka dengan kediktatoran dan saya juga mendukung demokrasi. Namun ini bukanlah kediktatoran seperti yang mereka klaim"
"Memenangkan pemilihan umum bukan berarti sistem yang diktator," tambahnya merujuk pada 7,9 juga suara yang diterima Partai Palang Pracharath pada bulan Maret 2019, partai tempat di mana Jenderal Prayut berada.
--
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)