Informasi Awal #
TRIBUNNEWSWIKI.COM – Bubur Samin merupakan makanan khas masyarakat Banjar Kalimantan, yang disajikan setiap bulan suci Ramadhan.
Bubur samin menjadi tradisi di setiap tahun di bulan Ramadhan, dan menjadi incaran bagi masyarakat luar kota ketika berada di Surakarta.
Kemunculan bubur samin di Kota Surakarta, tidak dapat dilepaskan dari masyarakat pedagang permata asal Martapura, Banjarmasin Kalimantan Selatan.
Masyarakat Banjar tercatat sudah sejak tahun 1890 merantau ke Kota Surakarta, dan bermukim di Kampung Jayengan sebelah timur Pasar Klewer.
Kedatangan masyarakat Banjar di Surakarta tidak hanya berdagang saja, namun juga membawa tradisi mereka dari Kalimantan.
Satu diantaranya yakni membuat hidangan dengan bumbu khas masyarakat Banjar, yakni minyak samin.
Pembagian bubur samin di Kota Surakarta, tercetus dari para pengurus Masjid Darrusalam yang merupakan perantau asal Banjarmasin Kalimantan Selatan[1].
Sejarah #
Awalnya bubur samin hanya diperuntukan bagi jamaah masjid sebagai menu berbuka puasa.
Dengan beragam menu berbeda mulai dari lontong, nasi kuning, dan masakan khas Banjar lain namun tidak ada yang cocok.
Hingga akhirnya dicoba membuat bubur samin, dan ternyata cocok karena ringan dimakan dan menghangatkan perut[2].
Bubur samin dibuat dengan beragam rempah-rempah, seperti kapulaga arab, daun adas, kayu manis, pala, ketumbar, jahe, kunyit, lengkuas, kemiri, dan minyak samin.
Kehadiran masyarakat Banjar di Surakarta turut menyumbang pendirian Masjid Darrusalam Jayengan, diprakasai Moh Arsyad, Moh Yusf, Moh Takim, Ali, Abu Bakar, dan H Matali tahun 1907.
Awalnya memiliki jamaah sejumlah 10 orang, dan terbagi di dua tempat yakni Pasar Kliwon dan Jayengan.
Pembangunan masjid dilanjutkan dan selesai di tahun 1911 dengan bantuan dana dari Pakubuwana X.
Serat Babad Nitik Kraton hasil pujangga Keraton Kasunanan, mencatatkan relasi antara Kasunanan Surakarta dengan Kesultanan Kalimantan.
Kelurahan Jayengan tempat masyarakat Banjar bermukim, diyakini sebagai tempat raja mengundang orang Banjar dari Martapura untuk mengurusi perlengkapan busana raja.
Pakubuwana X bergelar Gusti Pepunden Kula Sampeyan Dalem Ingkang Sinoewoen Kanjeng Soesoehoenan, dikenal sebagai raja terkaya dan terbesar di Keraton Kasunanan.
Menjadikan Raja Pakubuwana X mendapat julukan “Kaisar Jawa.”
Masyarakat Banjar datang ke Surakarta secara bergelombang, gelombang pertama di Surakarta tercatat di akhir abad ke-19.
Kehadiran masyarakat Banjar di Surakarta diawali oleh H Mansyur Abdullah kelahiran Martapura tahun 1907.
Tahun 1919 Mansyur Abdullah tiba di Surakarta dan tahun 1921, Abdullah menimba ilmu ke Mekkah sampai tahun 1924.
Seusai dari Mekkah, Abudllah Mansyur belajar di Pondok Pesantren Darrusalam Martapura.
Ayahnya menginginkan Abdullah Mansyur terus belajar di Darrusalam hingga menjadi kyai, namun Mansyur berkeinginan berdagang dan memutuskan kembali ke Surakarta.
Setiba di Surakarta, Abdullah membawa intan berlian untuk diperdagangkan dan menetap di kampong Jayengan.
Masyarakat Banjar setelah Abdullah Mansyur, tetap mempertahankan budaya kuliner asli Banjar.
Catatan dalam serat centhini (1814-1823) hasil tiga pujangga Kasunanan bersama santri Lelana mencatat bermacam bubur di wilayah Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga Jawa Timur.
Namun dalam serat centhini tidak tertulis adanya bubur samin, karena bubur samin baru hadir awal abad ke-20.
Keunikan #
Pembagian bubur samin di Masjid Darrusalam Jayengan Surakarta, setiap tahun selalu dipenuhi masyarakat beragam latar belakang.
Masyarakat datang dengan membawa rantang, mangkuk, dan beragam tempat makan lainnya.
Antusiasme masyarakat mulai nampak sejak pukul 14.00 WIB dan mengantrikan tempat makanan di meja yang telah panitia sediakan.
Sementara itu petugas masjid dibantu tukang masak masih nampak mengaduk-aduk adonan bubur, dalam dua buah panci besar.
Persiapan memasak bubur samin sendiri, dimulai sejak pukul 11.00 WIB.
Setiap tahun pembagian bubur samin sebesar 1.100 porsi, dengan pembagian 900 porsi khusus dibagikan kepada masyarakat dan sisanya untuk berbuka para jamaah Masjid Darrusalam.
Pembagian bubur samin di Masjid Darrusalam sudah mulai sejak tahun 1980, setiap hari selama bulan suci Ramadhan[4]
Resep #
Resep pembuatan bubur samin khas Banjar:
1. Beras
2. Daging sapi
3. Susu
4. Rempah-rempah
5. Santan
6. Minyak samin
Bahan memasak #
Bahan-bahan yang harus disiapkan:
2 Cangkir Beras
4 Sendok makan bumbu nasi samin instant
1 Sendok teh kayu manis tumbuk
350 ml Susu Cair Full Cream
500 ml air kaldu sapi/ayam
4 siung bawang putih
Secukupnya bumbu penyedap (royco, totole dan garam dapur)
Secukupnya lada/merica bubuk
200 gram daging sapi/ayam sesuai selera
3 Sendok makan margarin
Bahan Topping [4]:
Secukupnya kacang tanah goreng
Secukupnya ikan teri goreng
2 Sendok makan Olive Oil untuk dressing
secukupnya tomat atau telur.
Resep bumbu samin instant :
1/4 Sendok teh pala bubuk
1/4 Sendok teh jintan bubuk
1/4 Sendok teh kayu manis bubuk
1/4 Sendok teh cengkeh bubuk
1 Sendok teh bumbu kari bubuk
4 siung bawang putih
6 siung bawang merah
5 Sendok makan minyak goreng/minyak samin(*).
______________
Referensi:
Priayatmoko, Hari. 2017. "Sejarah Wisata Kuliner Solo". Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta
| Nama | Bubur Samin (Banjar)Makanan tradisional |
|---|
| Klasifikasi | Makanan Tradisional |
|---|
| Asal | Banjarmasin, Martapura Kalimantan Selatan |
|---|
Sumber :
1. banjarmasin.tribunnews.com
2. www.tribunnews.com
3. solo.tribunnews.com
4. cookpad.com