Awal Mula #
TRIBUNNEWSWIKI.COM – Kepulauan Halmahera Provinsi Maluku Utara, memiliki suku dan budaya yang beragam.
Suku dan budaya di Halmahera tersebar di seluruh pulau, menyebar hingga pedalaman hutan.
Maluku Utara dikenal sebagai Moloku Kie Raha atau Kesultanan Empat Gunung di Maluku.
Keempat kesultanan, menjadi bagian dari empat kerajaan besar Islam Timur Nusantara.
Daftar keempat kerajaan Islam Timur Nusantara:
1. Kesultanan Bacan.
2. Kesultanan Jailolo.
3. Kesultanan Ternate
4. Kesultanan Tidore.
Beberapa suku yang mendiami wilayah Maluku Utara, yakni: Suku Madole, Suku Pagu, Suku Ternate, Suku Makian Barat, Suku Kao, Suku Tidore, Suku Buli, dan Suku Patani.
Terdapat juga Suku Maba, Suku Sawai, Suku Weda, Suku Gane, Suku Makian Timur, Suku Kayoa, Suku Bacan, Suku Sula, Suku Ange, Suku Siboyo, Suku Kadai, Suku Galela, Suku Tobelo, Suku Loloda, Suku Tobaru, Suku Sahu, Suku Arab, dan Suku Eropa.
Selain suku di atas juga terdapat suku asing dengan bola mata bermata biru, masyarakat Maluku menyebutnya Suku Lingon.
Karakteristik Suku Lingon #
Suku Lingon hidup berkelompok jauh di pedalaman hutan Halmahera, dengan ciri khas bola mata bermata biru layaknya warna bola mata orang Eropa.
Ciri khas lainnya terdapat pada fisiknya yang menyerupai orang Eropa, berkulit putih bersih dan tinggi semampai.
Kelompok suku Lingon bukan berasal dari ras Weddoid, Melanesia, Polinesia, ataupun Mongoloid seperti penduduk Halmahera lain.
Mereka justru mewarisi ras Kaukasoid, sehingga memiliki fisik seperti orang Eropa.
Suku Lingon menjadi bagian satu di antara suku asing di Indonesia, dengan karakteristik tersendiri.
Sejarah Suku Lingon #
Suku Lingon berasal dari daratan Eropa, tepatnya negara Spanyol.
Mereka menumpang kapal dagang milik Kerajaan Portugis dengan tujuan Indonesia (Hindia Belanda) untuk mencari rempah-rempah.
Selain mencari rempah-rempah, mereka juga membawa misi agama Katolik untuk diajarkan di Indonesia Timur.
Rempah-rempah yang hanya bisa didapatkan di Indonesia Timur tepatnya pulau Maluku, dan Banda menjadi rebutan antar bangsa dari Eropa, Inggris, dan Portugis.
Pulau Maluku dan Banda merupakan tempat dimana mereka harus menyebarkan misi ajaran mereka.
Banyak kapal dagang dengan berpenumpang masyarakat sipil, yang menjadi sasaran gempuran meriam kapal perang negara lain demi menjaga wilayah penghasil rempah-rempah tersebut.
Diperkirakan kapal yang ditumpangi masyarakat bermata biru ini, tenggelam di sekitar kepulauan Maluku dan memaksa seluruh penumpangnya untuk menyelamatkan diri masuk ke hutan di Halmahera Utara, satu diantaranya suku Lingon.
Keberadaan masyarakat bermata biru ini cukup sulit ditemukan, karena mereka memilih mengasingkan diri dari dunia luar.
Pedalaman hutan Halmahera dipilih Lingon Tribe atau Suku Lingon, dari kejaran suku-suku lain yang tidak ingin kedatangan mereka.
Berbekal ilmu bertahan hidup dan senjata yang sederhana membuat kelompok ini, memilih memasuki hutan lebat sisi utara kepulauan Halmahera.
Kepercayaan Suku Lingon #
Kepercayaan suku Lingon masih animisme dan dinamisme, seperti kepercayaan awal suku lain di Indonesia.
Kepercayaan yang dianut masyarakat suku Lingon, tidak terlepas karena keterbatasan mereka mengakses kehidupan luar.
Awalnya kelompok masyarakat ini menganut ajaran Katolik dari Portugis, namun pada akhirnya mereka harus beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan memutuskan menganut animisme dan dinamisme.
Keturunan masyarakat suku Lingon, saat ini sudah tersebar ke beberapa pulau di sekitar Halmahera Utara. Dengan tujuan memperbaiki keturunan, tanpa meninggalkan keluarganya di Maluku.
Yang Tersisa dari Suku Lingon #
Keberadaan masyarakat Eropa di Indonesia, seperi Suku Lingon ini dapat diketahui dari penemuan bangkai kapal dan beberapa peninggalannya di pulau Morotai.
Diperkirakan kedatangan masyarakat Lingon ke Halmahera Utara tahun 1602, ketika Spanyol dan Portugis bekerjasama untuk mengalahkan kerajaan Ternate namun gagal.
Empat tahun kemudian maskapai kapal perang Belanda masuk ke Maluku, untuk mengambilalih perdagangan rempah dan menaklukan kerajaan Ternate dan Tidore.
Kesuksesan militer Belanda di Indonesia Timur, tidak berhenti sebagai pemonopoli perdagangan rempah dan penaklukan Ternate dan Tidore, melainkan juga penempatan benteng pertahanan di beberapa pulau disekitarnya.
Benteng Nasau, dan Moti merupakan benteng peninggalan Portugis yang berhasil ditaklukan Belanda.
Sebagai gantinya dibangun garnisum untuk menyulai kebutuhan prajurit garis depan.
Menipisnya armada laut milik Spanyol dan Portugis merupakan tonggak awal kolonialisme Eropa di Indonesia Timur, dan masyarakat Suku Lingon tidak terlibat secara langsung pemindahan kekuasaan dari pemerintah kerajaan Portugis kepada kerajaan Belanda(*).
______________
Sumber:
Ramerini, Marco. “The Spanish presence in the Moluccas, 1606-1663/1671-1677” and “Le Fortezze Spagnole nell’Isola di Tidore, 1521-1663”. Firenze 2008.
Ramerini, Marco. “The Spanish Presence in the Moluccas: Ternate and Tidore”. Firenze 2008.
Wessels, C. “De Khatolieke Missie in het Sultanaat Batjan (Molukken) 1557-1609”, in: “Historisch Tjidschrift, year 8”. Tilburg: Nedherland 1928.
https://nationalgeographic.grid.id
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/IBNU RUSTAMAJI)
| Info Pribadi |
|---|
| Nama Suku | Suku Lingon |
|---|
| Bahasa Resmi | Maluku |
|---|
| Tempat Tinggal | Pedalaman hutan Halmahera Utara |
|---|
| Awal Kedatangan | Pelayaran dan perdagangan |
|---|
| Tanggal Peristiwa | 1602 |
|---|