TRIBUNNEWSWIKI.COM - Film terbaru besutan DCEU, Joker menimbulkan kontroversi di negara asalnya, Amerika Serikat.
Jelang pemutaran perdananya di Amerika pada Jumat (4/10/2019), film ini sudah menimbulkan sejumlah persoalan bagi penegak hukum Amerika Serikat.
Tujuh tahun lalu, seorang pria melepaskan tembakan saat pemutaran sekuel film Batman, 'The Dark Knight Rises' di kota Aurora, Colorado.
Sebanyak 82 orang menjadi korban, 12 diantaranya meninggal, sementara 70 orang lainnya mengalami luka-luka.
Baca: Joaquin Phoenix Pangkas Bobotnya hingga 23 Kilo, Simak Fakta Lain Film Joker yang akan Tayang Esok
Baca: Orang Tua Diperingatkan Film Joker Bukanlah Tontonan untuk Anak-anak
Tidak boleh mengecat wajah
Terkait dengan peristiwa yang terjadi di Aurora, keluarga korban penembakan meminta agar bioskop-bioskop tidak memutar film Joker dan sejumlah pemilik bioskop di kota itu sepakat untuk tidak menayangkan film tersebut.
Pihak keluarga korban juga melayangkan surat kepada Warner Brothers, produser film yang berada di balik pembuatan film itu.
Baca: Film Joker yang Dibintangi Joaquin Phoenix Raih Golden Lion dalam Venice Film Festival 2019
Baca: FILM - Joker (2019)
Mereka meminta perusahaan tersebut menyumbangkan dana kepada kelompok-kelompok yang membantu para korban kekerasan senjata.
Dalam surat itu, mereka mendesak Warner untuk menghentikan kontribusi politik terhadap para kandidat (politisi) yang memberikan suara untuk menentang reformasi senjata.
"Kami meminta Anda untuk menjadi bagian dari suara para pemimpin perusahaan yang memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial menjaga keselamatan kami," demikian bunyi surat yang dilayangkan ke studio film seperti dikutip The Hollywood Reporter.
Salah seorang kerabat korban penembakan Aurora mengatakan bahwa film itu mengingatkannya pada James Holmes - pria yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena peristiwa pembantaian itu.
"Saya tidak perlu melihat foto (Holmes). Saya hanya perlu melihat promo Joker dan saya melihat foto si pembunuh," kata Sandy Phillips, yang kehilangan putrinya Jessica Ghawi, 24 tahun.
Di beberapa kota Amerika lainnya, sejumlah bioskop melarang para penonton mengenakan topeng, mengecat wajah atau memakai kostum.
Padahal hal ini biasanya dilakukan saat peluncuran film-film superhero.
Baca: Alasan Mengapa Joker Versi Jared Leto Tidak Muncul di Trailer Film Birds of Prey
Dalam wawancara terpisah yang diterbitkan oleh situs berita hiburan The Wrap, Phillips menyalahkan "pihak sayap kiri" atas kontroversi yang beredar.
"Yang luar biasa bagi saya dalam wacana tentang film ini adalah, betapa mudahnya sayap kiri bisa terdengar seperti sayap kanan ketika itu sesuai dengan agenda mereka. Ini benar-benar membuka mata saya."
Terkait dengan beberapa pertanyaan soal filmnya yang mempromosikan kekerasan, Phoenix membela film tersebut.
"Orang-orang suka salah mengartikan lirik dari lagu. Mereka suka salah mengartikan bagian-bagian dalam buku. Jadi saya tidak berpikir bahwa menjadi tanggung jawab pembuat film untuk mengajarkan moralitas penonton atau perbedaan antara benar dan salah," katanya.
"Maksud saya, bagi saya, saya pikir itu sudah jelas," katanya.
Sang aktor juga mengatakan ia menikmati 'ketidaknyamanan' yang disebabkan oleh film tersebut.
"Saya rasa hal yang baik ketika film membuat kita merasa tidak nyaman atau membuat kita berpikir dengan cara berbeda. Saya senang," jelas Phoenix.
"Itu sebabnya saya ingin membuat film ini, karena itu tidak mudah bagi saya. Saya merasakan beragam perasaan terhadap Joker saat menyiapkan peran tersebut." ungkapnya.
(TribunnewsWiki.com/Niken)