Terima Draf RUU KPK, Jokowi: Jangan Sampai Ada Pembatasan yang Mengganggu Independensi KPK

Presiden Jokowi mengatakan, pagi ini ia sudah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait revisi UU KPK dari Kementrian Hukum dan HAM.


zoom-inlihat foto
jokowi222231.jpg
TRIBUNNEWS/HO/Biro Pers
Presiden Joko Widodo berbincang dengan para pemimpin redaksi media massa, berasal dari media online, koran, televisi, dan radio di Istana Negara, Selasa (3/8/2019).


TRIBUNNEWSWIKI.COM – Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menyita atensi banyak pihak tak terkecuali Presiden Joko Widodo.

Banyak pihak baik dari partai politik, pemerintahan maupun masyarakat ikut memberi tanggapan mengenai revisi UU tentang KPK tersebut.

Pasalnya revisi UU terkait KPK dinilai justru membatasi KPK dalam memberantas korupsi.

Dikutip dari Kompas.com, Presiden menegaskan bahwa revisi UU No 30 tahun 2002 tersebut jangan sampai mengganggu independensi KPK.

Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Jokowi ketika ditanya wartawan mengenai sejumlah pasal dalam draf revisi yang berpotensi dapat melemahkan KPK.

Baca: Presiden Jokowi Minta Revisi UU Jangan Ganggu Independensi KPK

Baca: Hari Radio Nasional, RRI Pertama Kali Didirikan 11 September 1945

 

Presiden Joko Widodo berbincang dengan para pemimpin redaksi media massa, berasal dari media online, koran, televisi, dan radio di Istana Negara, Selasa (3/8/2019).
Presiden Joko Widodo berbincang dengan para pemimpin redaksi media massa, berasal dari media online, koran, televisi, dan radio di Istana Negara, Selasa (3/8/2019). (TRIBUNNEWS/HO/Biro Pers)

Seperti pembentukan dewan pengawas dan kewenangan penghentian penyidikan.

“Jangan sampai ada pembatasan-pembatasan yang tidak perlu sehingga independensi KPK menjadi terganggu. Intinya ke sana,” kaya Jokowi di Jakarta, Rabu (11/9/2019).

Presiden Jokowi mengatakan, pagi ini ia sudah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait revisi UU KPK dari Kementrian Hukum dan HAM.

Ia mengaku akan mempelajari terlebih dulu DIM tersebut.

Setelah itu barulah ia akan memutuskan apakah akan mengirim surat presiden (surpres) ke DPR sebagai tanda dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara dewan dan pemerintah.

Baca: Jadi Pendatang Baru, Begini Langkah Strategi Pemasaran untuk Mobil Esemka

Baca: Prihatin Hoaks BJ Habibie Meninggal Dunia, Adi Nugroho Kirim Doa, Kenang Kebaikan yang Buatnya Haru

 

Seorang aktivis membawa spanduk yang bertuliskan tolak revisi UU KPK pada aksi damai bentuk penolakan revisi UU KPK di bundaran Untan, tugu Digulis, Pontianak, Senin (22/2/2016) sore. Demonstrasi ini digelar oleh puluhan massa dari berbagai profesi yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Kalimantan Barat. aksi yang dinamai mimbar bebas ini juga menampilkan permainan musik, teatrikal, penandatangan petisi dan pembacaan puisi. (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA)
Seorang aktivis membawa spanduk yang bertuliskan tolak revisi UU KPK pada aksi damai bentuk penolakan revisi UU KPK di bundaran Untan, tugu Digulis, Pontianak, Senin (22/2/2016) sore. Demonstrasi ini digelar oleh puluhan massa dari berbagai profesi yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Kalimantan Barat. aksi yang dinamai mimbar bebas ini juga menampilkan permainan musik, teatrikal, penandatangan petisi dan pembacaan puisi. (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA) (TRIBUN PONTIANAK/ANESH VIDUKA)

“Nanti kalau surpres kita kirim, besok saya sampaikan. Nanti materi-materi apa yang perlu direvisi,” kata dia.

Jokowi juga mengaku akan mempelajari satu per satu setiap pasal dalam draf RUU KPK yang disusun DPR.

Bisa saja ada pasal yang disetujui oleh pemerintah, namun ada juga pasal yang ditolak.

“Nanti satu persatu kita pelajari, putusin dan saya sampaikan. Kenapa (pasal) ini iya, kenapa (pasal) ini tidak. Karena tentu saja ada yang setuju ada yang tidak setuju dalam IDM-nya,” tutur Jokowi.

Sebelumnya diberitakan, seluruh fraksi di DPR setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi DPR.

Baca: Terungkap Detail Transkrip Rekaman Mengerikan Pembunuhan Jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi

Baca: 14 Program TV dan Radio yang Kena Teguran KPI, dari Animasi hingga Talkshow

 

Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat peripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.

Draf revisi pun sudah dikirim kepada Presiden Jokowi.

Kini DPR menunggu surat presiden yang menandai dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.

Pimpinan KPK dan wadah pegawai KPK sudah menyatakan penolakan terhadap revisi UU tersebut.

Lembaga itu bahkan menyebut sembilan poin dalam revisi UU KPK yang berpotensi melemahkan KPK.

Baca: Usai Laga, Para Pemain Thailand Beri Hormat Untuk Suporter Indonesia

Baca: Dibantai Thailand, Simon McMenemy: Suporter Timnas Harusnya Realistis

 

Sejumlah penggiat anti korupsi melakukan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/2/2016). Aksi tersebut mendesak DPR untuk membatalkan revisi undang-undang KPK yang dinilai dapat melemahkan lembaga anti rasuah tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah penggiat anti korupsi melakukan aksi di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (17/2/2016). Aksi tersebut mendesak DPR untuk membatalkan revisi undang-undang KPK yang dinilai dapat melemahkan lembaga anti rasuah tersebut. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Menurut Kepala Departemen Kajian Strategis BEM STHI Jentera Octania mengatakan, dua poin revisi UU KPK dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.

Dua poin yang dimaksud, yakni pembentukan dewan pengawas KPK dan kedudukan KPK yang berubah menjadi lembaga pemerintah, bukan lagi lembaga independen.

Dengan adanya dewan pengawas, KPK dinilai akan menjad tidak independen.

“KPK tidak lagi menjadi independen, karena adanya dewas pengawas. Tidak jelas kedudukannya sebagai apa,” kata Octania saat memimpin aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

Diketahui berdasarkan draf UU KPK, dewan pengawas nantinya akan terdiri dari lima orang.

Tugasnya yaitu mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.

Baca: Kisah Sarwo Edhi yang Basmi G30S, Kecewa sama Soeharto: Kalau Mau Bunuh Aku, Bunuh Saja, Apa Salahku

Baca: 3 Janji Jokowi untuk Papua: Bangun Istana Presiden hingga Merekrut Warga Lokal jadi Pegawai BUMN

 

Kepala Departemen Kajian Strategis BEM STHI Jentera, Octania
Kepala Departemen Kajian Strategis BEM STHI Jentera, Octania, saat memimpin aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2019). (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Dewan pengawas juga dipilih oleh DPR berdasarkan usulan presiden.

Sementara, mengenai kedudukan KPK yang akan menjadi lembaga pemerintah, Octania yakin KPK tidak akan memiliki daya dalam pemberantasan korupsi.

Sebab tentunya pemerintah rentang mengintervensi jalannya pemberantasan korupsi para penyidik KPK.

“KPK lagi-lagi menjadi tidak independen karena di bawah pemerintah pusat,” tuturnya.

Pihaknya pun berharap DPR berserta pemerintah membatalkan rencana revisi UU KPK.

Apabila jadi direvisi, justru yang harus dilakukan adalah penguatan kelembagaan, bukan sebaliknya.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Saradita Oktaviani)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved