TRIBUNNEWSWIKI.COM – Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (3/9/2019) kembali menjerat pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Salah satunya adalah Dolly Pulungan, Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara III yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan korupsi distribusi gula.
Sebenarnya Dolly tidak ikut ditangkap dalam OTT tersebut, namun KPK kemudian meminta Dolly untuk menyerahkan diri.
Dikutip dari Kompas.com, Rabu (4/9/2019), penetapan Dolly sebagai tersangka itu bermula ketika KPK melakukan OTT dan berhasil menangkap Direktur Pemasaran PT PN III, I Kadek Kertha Laksana dan beberapa pihak swasta.
Dalam kasus ini, Dolly diduga meminta uang kepada Pieko Njoto Setiadi, pemilik PT Fajar Mulia Transindo yang bergerak di bidang distribusi gula.
Dolly diduga menerima fee sebesar 345.000 dollar Singapura dari Pieko yang merupakan fee terkait distribusi gula.
Uang itu diantar ke Kantor PT PN III dan diserahkan kepada Kadek.
Sebelumnya, beberapa pejabat BUMN lain juga telah terjaring sebagai pesakitan KPK.
Hingga awal September ini, sedikitnya sudah ada lima petinggi BUMN yang ditangkap KPK sepanjang 2019.
Dikutip dari Kompas.com, berikut deretan petinggi BUMN yang terjerat KPK sepanjang 2019.
Baca: LENGKAP Daftar & Parade Foto 43 Kepala Daerah Koruptor yang Kena OTT KPK: Banyak yang Pose Senyum
1. Direktur Utama PLN Sofyan Basir
KPK menetapkan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir sebagai tersangka pada 23 April 2019.
Penetapan ini merupakan hasil pengembangan kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Dalam kasus ini, KPK juga menjerat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekjen Golkar Idrus Marham, dan Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
KPK juga sudah menjerat pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal, Samin Tan.
Sofyan diduga bersama-sama membantu Eni dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari Kotjo untuk kepentingan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Berdasarkan kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, Sofyan Basir mendapat jatah atau fee atas proyek tersebut.
Awalnya, Eni menawarkan agar Sofyan mendapat jatah paling besar.
Namun, menurut Eni, Sofyan menolak.
Sofyan meminta agar fee dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Kotjo sebesar Rp 4,7 miliar, dibagi secara rata.
2. Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II
KPK menangkap lima pejabat dan pegawai BUMN dalam operasi tangkap tangan di Jakarta Selatan, pada 31 Juli 2019.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, lima orang yang ditangkap berasal dari dua BUMN yakni PT Angkasa Pura II (PT AP II) dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI).
Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam termasuk salah satunya.
Andra diduga menerima suap sebesar 96.700 dollar Singapura dari staf PT Industri Telekomunikasi Indonesia, Taswin Nur.
Uang itu diduga merupakan imbalan atas jasa Andra yang mengawal proyek baggage handling system di sejumlah bandara supaya dikerjakan oleh PT INTI.
PT Angkasa Pura Propertindo (PT APP) awalnya ingin menggelar lelang proyek pengadaan BHS.
Namun, Andra justru mengarahkan PT APP untuk melakukan penjajakan dan menunjuk langsung PT INTI.
Selain itu, Andra mengarahkan negosiasi antara PT APP dan PT Inti untuk meningkatkan uang muka dari 15 persen menjadi 20 persen.
Uang muka itu ditingkatkan karena adanya kendala cashflow di PT Inti.
Uang muka itu juga dibutuhkan untuk modal awal pengerjaan proyek oleh PT Inti.
3. Direktur Krakatau Steel
Direktur Krakatau Steel, Wisnu Kuncoro menjadi petinggi BUMN selanjutnya yang terjerat KPK.
Wisnu Kuncoro tertangkap dalam OTT KPK di kawasan BSD City, Tangerang Selatan pada 22 Maret 2019.
Selain Wisnu, KPK menangkap enam orang lainnya.
Transaksi terlarang ini diduga terkait suap pengadaan barang dan peralatan di PT Krakatau Steel di tahun 2019 yang masing-masing bernilai Rp 24 miliar dan Rp 2,4 miliar.
Pemberian uang itu dengan maksud agar Wisnu memberikan persetujuan pengadaan 2 unit boiler kapasitas 35 ton.
Dalam kasus ini, pihak swasta bernama Alexander Muskitta diduga menawarkan beberapa rekanan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut kepada Wisnu dan disetujui.
Alexander kemudian menunjuk PT Grand Kartech dan menyepakati commitment fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak.
Dalam hal ini, Alexander bertindak mewakili Wisnu.
Selanjutnya, Alexander meminta Rp 50 juta kepada Kenneth Sutardja dari PT GK dan Rp 100 juta kepada Kurniawan Eddy Tjokro.
Baca: Presiden Jokowi Mulai Tawarkan Tanah di Ibu Kota Baru: Berikut adalah Harga dan Syaratnya
4. Direktur Utama Perum Jasa Tirta II (PJT II)
Pada Desember 2018, KPK menetapkan Direktur Utama BUMN Perum Jasa Tirta II (PJT II) Djoko Saputro sebagai tersangka kasus korupsi.
Djoko disangka menyalahgunakan kewenangan sebagai direktur utama untuk mencari keuntungan dalam pengadaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II Tahun 2017.
Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, sejak awal menjabat, Djoko memerintahkan bawahannya melakukan relokasi anggaran.
Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan sumber daya manusia dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp 2,8 miliar menjadi Rp 9,55 miliar.
Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan baik dari unit Iain dan tidak sesuai aturan yang berlaku.
Setelah dilakukan revisi anggaran, Djoko kemudian memerintahkan pelaksana pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.
Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center dan PT 2001 Pangripta untuk melaksanakan proyek.
Diduga, nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta.
Hal itu hanya sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.
Selain itu, pelaksanaan lelang diduga direkayasa dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara tanggal mundur.
KPK menduga telah terjadi kerugian negara sekitar Rp 3,6 miliar yang merupakan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut.
5. Eks Direktur Utama Garuda Indonesia
Mantan Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia, Emirsyah Satar dan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo ditetapkan sebagai tersangka sejak Januari 2017.
Namun, KPK baru melakukan penahanan kepada keduanya pada 7 Agustus 2019.
Penahanan dilakukan setelah keduanya ditetapkan kembali sebagai tersangka.
Kali ini dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang.
Dari pengembangan perkara, KPK juga menetapkan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Tbk tahun 2007-2012 Hadinoto Soedigno.
Ketiganya diduga terlibat kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia Tbk, semasa masih menjabat di maskapai BUMN itu.
Dalam kasus ini, Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.
Diduga, Soetikno berperan sebagai perantara pemberian suap.
KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta euro dan 180.000 dollar AS atau setara Rp 20 miliar.
Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai 2 juta dollar AS yang tersebar di Indonesia dan Singapura.
Terkait pengembangan kasus TPPU, Soetikno diduga memberi uang kepada Emirsyah sebesar Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah.
Ada pula uang sebesar 680.000 dollar AS dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, serta 1,2 juta dollar Singapura untuk pelunasan Apartemen milik Emirsyah di Singapura.
Sementara itu, untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi uang sejumlah 2,3 juta dollar AS dan 477.000 euro.
(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)
Jangan lupa subscribe kanal Youtube TribunnewsWIKI Official