Informasi Awal #
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Baiq Nuril Maknun atau yang lebih akrab disebut dengan Baiq Nuril adalah pekerja honorer di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 7 Mataram.
Baiq Nuril ramai di media pemberitaan saat kasusnya mencuat mengenai rekaman percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.
Proses perjalanan kasus Baiq Nuril dimulai dari tahun 2012 saat peristiwa percakapannya dengan Kepala Sekolah berlangsung.
Proses hukumnya berlangsung panjang hingga Juli 2019, saat amnestinya disetujui dan dikabulkan oleh Presiden Joko Widodo dan DPR RI.
Gelombang dukungan mengalir dari masyarakat yang terdiri dari berbagai macam kalangan.
Berikut Tribunnewswiki merangkum profil, perjalanan kasus, proses hukum dari Baiq Nuril.
Disclaimer:
- Penulisan ini didasarkan pada profil lengkap Baiq Nuril Maknun beserta kronologis kasus hukum.
- Materi dalam penulisan profil Baiq Nuril menggunakan referensi yang tercantum di akhir berita.
- Tidak ada niatan untuk menyudutkan, memprovokasi, atau mencemarkan nama baik dari subjek yang terkait.
- Tribunnewswiki terbuka dengan data, materi, atau usulan perubahan untuk memperkaya informasi.
Kehidupan & Keluarga #
Baiq Nuril Maknun mempunyai suami bernama Isnaini dan tiga orang anak.
Suami Baiq Nuril, Isnaini bekerja di salah satu restoran di Gili Trawangan.
Baiq Nuril memiliki tiga anak, yang pertama kelas 2 SMP (14 tahun), anak kedua kelas 5 SD (11 tahun), dan yang ketiga masih berumur 5 tahun.
Pada tanggal 27 Maret 2017, karena dipanggil oleh Penyidik Polres Mataram, Baiq Nuril datang dengan membawa anaknya yang berumur 5 (lima) tahun.
Saat itu juga Baiq Nuril resmi ditahan oleh penyidik.
Tidak mengerti dirinya akan ditahan, Baiq Nuril kemudian menelepon suaminya yang sedang bekerja guna memberitahu dirinya ditahan oleh kepolisian.
Baiq Nuril menginginkan agar suaminya datang ke kantor Polres Mataram untuk menjemput anaknya (5 tahun) dan membawa pulang sepeda motornya.
Sekitar satu minggu setelah Baiq Nuril ditahan, suaminya berhenti bekerja di Gili Trawangan.
Alasan berhenti adalah karena tuntutan merawat anak dan kesulitan dari pekerjaannya yang mengharuskan untuk menginap dengan jarak yang jauh dari rumahnya.
Selain itu, kondisi ketiga anaknya tidak ada yang menjaga dan mengurusnya di rumah.
Subjek yang tercantum dalam kasus
- M - Muslim / Haji Muslim (Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram). M melaporkan Baiq Nuril ke Polres Mataram atas tuduhan pencemaran nama baik. Kasus hukum Baiq Nuril bermula disini.
- F - Rekan kerja Baiq Nuril di SMAN 7 Mataram. Baiq Nuril pernah menceritakan keberadaan rekaman (Baiq Nuril dan M) kepada F.
- L - Landriati (Bendahara SMAN 7 Mataram). Baiq Nuril mengakui bahwa dirinya, L dan M kerap lembur di sekolah. Bahkan ketiganya pernah menginap di hotel
- LAR - LAR adalah kakak iparnya yang bekerja di Dinas Kebersihan Kota Mataram. LAR adalah orang yang pernah dititipi ponsel oleh Baiq Nuril.
- HIM - Haji Imam Mudawin adalah pegawai SMAN 7 Mataram. HIM pernah meminta rekaman yang dimiliki Baiq Nuril. Dalam waktu 2 minggu, Baiq Nuril akhirnya mau memberikan rekaman tersebut. Namun diberikan melalui LAR. HIM kemudian mendistribusikan kepada Muhajidin. Dari Muhajidin kemudian mendistribusikan ke Muhalim, dan seterusnya berurutan ke Lalu Wirebakti, Hj. Indah Deporwati, Sukrian, Haji Isin, dan Hanafi;
- NA - NA adalah seorang pegawai di SMAN 7 Mataram. NA adalah orang yang diajak Baiq Nuril ke tempat kerja kakak iparnya, LAR. Baiq Nuril juga datang bersama HIM. Disinilah proses memindahkan rekaman dari ponsel ke laptop berlangsung. Baiq Nuril tidak mengetahui kejadian pemindahan karena saat itu anaknya sedang menangis dan kencing di celana.
- Muhalim, Wirebakti, Indah Deporwati, Sukrian, Haji Isin, Hanafi adalah orang yang mendapat rekaman Baiq Nuril berurutan dimulai dari HIM.
Kronologi (Sebelum Proses Hukum) #
Sekitar pada pukul 16.30 WITA, Baiq Nuril menerima telepon dari M.
- Agustus 2012
M adalah Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.
Di telepon inilah, M bercerita tentang perselingkuhannya.
Kemudian, Baiq Nuril mempunyai inisiatif untuk merekam pembicaraan tersebut dengan HP Nokia miliknya untuk dijadikan bukti bahwa dirinya tidak memiliki hubungan khusus dengan M.
Baiq Nuril bersama L (Bendahara SMAN 7 Mataram), dan M kerap lembur di sekolah, kemudian berhembus kabar bahwa Nuril Baiq memiliki hubungan khusus dengan M.
Baiq Nuril mengaku bahwa dirinya hampir setiap hari ditelepon oleh M.
Pada mulanya, M memang membicarakan mengenai pekerjaan.
Namun ujungnya adalah pembicaraan yang berkaitan dengan kesusilaan.
Di luar pembicaraan telepon, M beberapa kali merayu dan mengajak Baiq Nuril menginap di hotel.
Namun, Baiq Nuril selalu menolak ajakan M.
Baiq Nuril pernah menceritakan keberadaan rekaman (Baiq Nuril dan M) kepada F.
F adalah rekan kerja Baiq Nuril di SMAN 7 Mataram.
- Desember 2014 – Januari 2015
Baiq Nuril meminta kembali HP Nokia yang dititipkan pada LAR dan menyerahkannya kepada HIM.
LAR adalah kakak iparnya yang bekerja di Dinas Kebersihan Kota Mataram.
HIM adalah pegawai SMAN 7 Mataram.
Selama kurang lebih 2 minggu sebelumnya, HIM mengetahui isi rekaman di hape tersebut dan berusaha meminta kepada Baiq Nuril.
Tanpa sepengetahuan Baiq Nuril, HIM kemudian menyalin isi rekaman tersebut ke laptopnya.
HIM kemudian mengirimkan rekaman ke MHJ (Pegawai SMAN 7 Mataram).
Rekaman tersebut kemudian diteruskan MHJ ke SKR (Pegawai SMAN 7 Mataram) dan ID (Pengawas SMAN 7 Mataram di Dinas Dikpora Kota Mataram)
Dari sinilah kemudian, M (salah satu subjek dalam rekaman) diberhentikan dari jabatannya dan dimutasi menjadi Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) di Dinas Dikpora Kota Mataram.
Sebelum dimutasi, M sempat memecat Baiq Nuril.
Empat hari sebelumnya, Baiq Nuril dan HIM sempat dipanggil di Kepala Dinas Dikpora Kota Mataram yang menanyakan kebenaran isi dari rekaman tersebut.
Proses Hukum #
Baiq Nuril resmi dilaporkan oleh M ke Polres Mataram dengan Nomor Laporan LP/K/216/2015/Polres Mataram.
- 17 Maret 2015
Pasal yang menjadi acuan pelaporan adalah Pasal 27 Ayat 1 UU ITE, Juncto Pasal 45 UU ITE.
Setelah proses pelaporan, sempat terjadi upaya mediasi antara Baiq Nuril dan M untuk berdamai dalam kasus tersebut.
Namun, usaha ini gagal karena M meminta jabatannya sebagai Kepala Sekolah dikembalikan, sebagai syarat laporannya ke Polres dicabut atau tidak dilanjutkan.
- 27 Maret 2017
Pada tanggal 27 Maret 2017, Baiq Nuril mendapat panggilan dari Penyidik Polres Mataram.
Baiq Nuril kemudian secara resmi ditahan dengan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin-Han/35/III/2017/Reskrim dari Polres Mataram, tertanggal 24 Maret 2017 sampai dengan 15 April 2017.
- 12 April 2017
Penahanan Ibu Nuril yang diajukan Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Mataram sejak tanggal 12 April 2017 sampai dengan 1 Mei 2017.
- 4 Mei 2017
Sidang perdana kasus di Pengadilan Negeri Mataram dengan agenda pembacaan Surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
- 26 Juli 2017
Baiq Nuril dinyatakan bebas dan tidak terbukti melanggar Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang termaktub dalam Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr.
Namun demikian, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung.
- 26 September 2018
Mahkamah Agung memutuskan Baiq Nuril bersalah.
Petikan Putusan Kasasi Nomor 574K/Pid.Sus/2018 yang baru diterima pada 9 November menyatakan Ibu Nuril telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Ayat 1 UU ITE oleh Mahkamah Agung
- 16 November 2018
Terbit Surat Panggilan Terdakwa Nomor B1109/P.2.10/11/2018 untuk melaksanakan Putusan MA yang menyatakan Baiq Nuril harus menghadap Jaksa Penuntut Umum pada 21 November 2018.
Fakta Hukum (Mahkamah Agung) #
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 574 K/Pid.Sus/2018, Baiq Nuril terbukti melakukan tindak pidana dan menjatuhi hukuman penjara selama 6 (enam) bulan dengan denda sejumlah uang sebesar Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).
Apabila denda tidak dibayarkan, maka dapat diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Dalam pengambilan putusan, Mahkamah Agung memakai fakta hukum yang terungkap di muka sidang, yaitu:
- Bahwa terungkap fakta saksi korban Haji Muslim adalah sebagai Kepala Sekolah, Terdakwa bekerja tenaga honorer dan Landriati sebagai Bendahara di SMAN 7 Mataram;
- Bahwa Terdakwa dan Landriati pernah diajak saksi korban Haji Muslim sebagai Kepala SMAN 7 Mataram untuk bekerja lembur diluar kantor sekolah yaitu di Hotel Puri Saron, Senggigi;
- Bahwa pada saat saksi korban Haji Muslim bersama Terdakwa dan Landriati masuk ke kamar hotel, saksi korban Haji Muslim menyuruh Terdakwa bersama anaknya yang masih kecil agar bermain di kolam renang, sementara saksi korban Haji Muslim dan Landriati berada dalam kamar hotel;
- Bahwa beberapa waktu kemudian Terdakwa kembali ke kamar hotel dan saksi korban Haji Muslim menyesalkan kedatangan Terdakwa yang terlalu cepat;
- Bahwa keesokan harinya setelah peristiwa di Hotel Puri Saron, Sanggigi tersebut, saksi korban Haji Muslim menelpon Terdakwa, dan dalam percakapan telepon tersebut saksi korban Haji Muslim menceritakan peristiwa persetubuhan dengan Landriati yang terjadi di kamar Hotel Puri Saron tersebut dengan menggunakan Bahasa Sasak;
- Bahwa percakapan antara saksi korban Haji Muslim dengan Terdakwa
tersebut ternyata direkam oleh Terdakwa tanpa sepengetahuan saksi
korban Haji Muslim; - Bahwa sesuai hasil transkrip dan terjemahan audio dari Kantor Bahasa
Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 1485/G5.21/KP/2016 tanggal 17
November 2016, rekaman pembicaraan telepon saksi korban Haji Muslim
kepada Terdakwa tentang persetubuhannya dengan Landriati dalam
Bahasa Sasak adalah sebagai berikut : (Tribunnewswiki tidak mencantumkan transkrip dan terjemahan audio karena pertimbangan asusila) - Bahwa isi rekaman percakapan antara saksi korban Haji Muslim tersebut
tetap tersimpan dalam handphone milik Terdakwa selama 1 (satu) tahun
lebih; - Bahwa kemudian saksi Haji Imam Mudawin mendatangi Terdakwa
beberapa kali meminta isi rekaman percakapan antara saksi korban Haji
Muslim dengan Terdakwa tersebut dengan alasan sebagai bahan laporan
ke DPRD Mataram, dan akhirnya Terdakwa menyerahkan handphone
miliknya yang berisi rekaman pembicaraan saksi korban Haji Muslim dengan Terdakwa tersebut, lalu dengan cara menyambungkan kabel data
ke handphone milik Terdakwa kemudian kabel data tersebut
disambungkan ke laptop milik saksi Haji Imam Mudawin kemudian
memindahkan, mengirimkan, mentransfer isi rekaman suara tersebut ke
laptop milik saksi Haji Imam Mudawin; - Bahwa walaupun pada awalnya Terdakwa tidak bersedia untuk
menyerahkan pembicaraan tersebut kepada saksi Haji Imam Mudawin
namun akhirnya Terdakwa bersedia menyerahkan rekaman percakapan
yang ada di handphone milik Terdakwa tersebut karena Terdakwa
sebelumnya menyadari dengan sepenuhnya bahwa dengan dikirmnya dan
dipindahkannya atau ditransfernya isi rekaman pembicaraan yang ada di
handphone milik Terdakwa tersebut ke laptop milik Terdakwa besar
kemungkinan dan atau dapat dipastikan atau setidak-tidaknya saksi Haji
Imam Mudawin akan dapat mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik berupa isi rekaman pembicaraan yang memiliki
muatan pelanggaran kesusilaan; - Bahwa ternyata beberapa saat kemudian saksi Haji Imam Mudawin telah
meneruskan, mengirimkan dan/atau mentransferkan isi rekaman
pembicaraan yang melanggar kesusilaan tersebut kepada saksi
Muhajidin, kemudian oleh saksi Muhajidin mengirim, mendistribusikan lagi
isi rekaman pembicaraan tersebut ke handphone milik Muhalim dan
demikian seterusnya ke handphone Lalu Wirebakti, Hj. Indah Deporwati,
Sukrian, Haji Isin dan Hanafi; - Bahwa berdasarkan pertimbangan atas fakta yang relevan secara yuridis
tersebut, maka perbuatan Terdakwa telah memenuhi unsur delik dalam
Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 45 ayat (1) Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan oleh karena itu Terdakwa harus dijatuhi pidana;
MA menolak Peninjauan Kembali (PK) #
Baiq Nuril kemudian mengambil langkah hukum dengan melakukan Peninjauan Kembali atas putusan MA.
PK diajukan tanggal 4 Januari 2019.
Namun, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan Peninjauan Kembali (PK) terpidana Baiq Nuril Maknun.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah dalam CNNIndonesia.com, Jumat (5/7/2019).
"Benar ditolak karena tidak ada kekhilafan hakim dan alasan yang digunakan untuk mengajukan PK hanya mengulang fakta yang telah diputus oleh judex factie maupun judex juris," ujar Abdullah.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Baiq Nuril terbukti mentrasmisikan konten asusila seperti yang diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Perbuatan yang dilakukan Baiq Nuril telah terbukti secara sah dan meyakinkan," tambah Abdullah
Upaya Amnesti: Surat Kepada Presiden #
Baiq Nuril Maknun kemudian menempuh jalan dengan mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo.
Surat itu berisikan curhat Baiq Nuril tentang perjalanan kasusnya, hingga harapan agar Presiden bisa memberikan amnesti atau pengampunan.
Baiq Nuril didampingi pengacara beserta sejumlah aktivis menyerahkan langsung surat itu kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Senin (15/7/2019).
Seusai menyerahkan surat ke Moeldoko, Baiq Nuril membacakan surat itu di hadapan media.
Beberapa kali ibu tiga anak ini tak kuasa menahan tangis saat membaca beberapa kalimat dalam surat yang ia tulis sendiri itu.
- Berikut isi lengkap surat Baiq Nuril untuk Presiden Jokowi:
Yth. Presiden Republik Indonesia
Bapak Ir. H. Joko Widodo
Di Istana Kepresidenan Jalan Veteran No. 16-18 Jakarta
Assalamu’alaikum, Wr, Wb.
Bapak Presiden, ijinkan saya pertama-tama memperkenalkan diri. Nama saya Baiq Nuril Maknun. Saya rakyat Indonesia, hanya lulusan SMA. Sebelum di PHK karena kasus yang saya hadapi, saya bekerja sebagai honorer di satu Sekolah Menengah Atas di Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Saya juga ibu dari tiga orang anak. Suami saya awalnya bekerja di Gili Trawangan, yang berjarak 50 kilo meter dari tempat kami tinggal.
Saat saya menjalani proses persidangan dan harus ditahan selama dua bulan tiga hari, suami saya harus merawat anak-anak kami, dan akhirnya mengalami nasib yang sama, kehilangan pekerjaan.
Yang mulia Bapak Presiden, kasus yang menimpa saya terjadi mulai dari tahun 2013. “Teror” yang dilakukan oleh atasan saya terjadi berulang kali, bukan hanya melalui pembicaraan telpon, tapi juga saat perjumpaan langsung. Saya dipanggil ke ruang kerjanya.
Tentunya saya tidak perlu menceritakan secara detil kepada Bapak, apa yang atasan saya katakan atau perlihatkan kepada saya. Sampai pada suatu hari saya sudah tidak tahan, saya merekam apa yang atasan saya katakan melalui telpon.
Saya tidak ada niat sama sekali untuk menyebarkannya. Saya hanya rakyat kecil, yang hanya berupaya mempertahankan pekerjaan saya, agar saya dapat membantu suami menghidupi anak-anak kami.
Dalam pikiran saya saat merekam, jika kemudian atasan saya benar-benar “memaksa” saya untuk melakukan hasrat bejatnya, dengan terpaksa, akan saya katakan padanya saya merekam apa yang dia katakan. Bapak, barangkali, barangkali ada satu kesalahan yang saya lakukan. Karena saya merasa sangat tertekan saat itu, kesalahan saya (jika itu dianggap suatu kesalahan) adalah karena saya menceritakan rekaman tersebut pada satu orang teman saya.
Teman saya, yang karena niat baiknya ingin membantu saya, lalu meminta rekaman tersebut untuk diberikan ke DPRD Mataram.
Bapak, apakah saya salah saat saya memberikan rekaman itu? Apakah kawan saya salah berupaya membantu saya “lepas” dari “teror cabul” atasan saya? Tetapi, sungguh bukan saya Pak Presiden yang memindahkan file rekaman dari telpon genggam saya.
Teman saya yang memindahkan materi rekaman dari telpon genggam saya ke laptopnya. Motifnya membantu saya lepas dari tekanan atasan. Kawan saya tersebut, yang juga berstatus honorer, ternyata menceritakan pada tiga orang kawan kami yang berstatus guru PNS dan satu orang guru honorer. Semua kawan-kawan saya ingin membantu saya. Setelah itu saya tidak tahu apa yang terjadi.
Lalu, 17 Maret 2015 saya dilaporkan karena dianggap mempermalukan atasan, karena ternyata rekaman tersebut menyebar di media sosial. Selama dua tahun saya bolak-balik jalankan pemeriksaan di Polres Mataram. Lalu, 27 Maret 2017 saya datang kembali ke Polres penuhi panggilan pemeriksaan lanjutan. Saat itu, saya tidak didampingi kuasa hukum.
Saya pikir hanya akan jalani pemeriksaan rutin. Saya membawa anak saya yang berumur lima tahun. Ternyata, saat itu saya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Saya ditahan sebelum saya menjalani proses sidang di PN Mataram.
Bapak Presiden yang saya hormati, pada tanggal 4 Mei 2017 saya menjalani sidang pertama di PN Mataram. Dalam surat dakwaan yang disampaikan Jaksa Penuntut, saya didakwa “telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistibusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan”.
Tindakan yang dituduhkan kepada saya tersebut membuat saya dianggap telah melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak satu milyar rupiah. Jaksa Penuntut, Ibu Ida Ayu Camuti Dewi, menuntut saya enam tahun penjara dan harus membayar denda sebesar 500 juta rupiah.
Saat persidangan hadir saksi ahli, seorang pakar ITE, Mas Teguh Afriyadi. Mas Teguh mempunyai sertifikat resmi sebagai pakar ITE dan kabarnya juga terlibat dalam penyusunan UU ITE. Dalam kesaksiannya sebagai saksi ahli, Mas Teguh mengungkapkan bahwa saya tidak terbukti menyebarkan atau melakukan perbuatan yang dapat dipidana dengan UU ITE Pasal 27 ayat (1).
Lalu, dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Republik Indonesia, Mbak Sri Nurherwati, menyatakan dan mengungkapkan bahwa saya sebenarnya adalah korban kekerasan seksual.
Akhirnya, pada tanggal 26 Juli 2017, Majelis Hakim PN Mataram yang diketuai oleh Bapak Albertus Usada dan Hakim Anggota, yaitu Bapak Ranto Indra Karta dan Bapak Ferdinand M. Leander, memutuskan bahwa saya, Baiq Nuril Maknun, “tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum.”
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan pula bahwa saya dibebaskan dari dakwaan Penuntut Umum, serta memerintahkan saya dibebaskan dari tahanan kota, segera setelah putusan tersebut dijatuhkan. Bapak Presiden, ada satu kalimat putusan Majelis Hakim yang saya baca berulang kali, yaitu “memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya.” Kalimat yang terus memenuhi hati dan pikiran saya.
Ternyata yang saya alami, harus saya perjuangkan, bukan semata karena saya korban prilaku atasan. Kasus yang saya alami, ternyata soal harkat dan martabat saya sebagai manusia. Namun, putusan Majelis Hakim PN Mataram tersebut dibatalkan pada tanggal 26 September 2018 oleh Mahkamah Agung yang menyatakan mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Pada tanggal 4 Januari 2019, saya melalui Kuasa Hukum memutuskan untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Tanggal 4 Juli 2019, Mahkamah Agung menyatakan menolak PK yang saya ajukan.
Tapi, saya tidak akan pernah menyerah. Sekali lagi bagi saya perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakan harkat martabat kemanusiaan di negara tercinta ini. Saya selalu yakin kebenaran pasti akan terungkap dan keadilan pasti akan terjadi.
Bapak Presiden, saya hanya tamatan SMA. Tapi, pengalaman pahit selama kurang lebih enam tahun ini telah menjadi guru terbaik saya. Berbagai dukungan pun mengalir tanpa pernah saya rencanakan atau pikirkan. Hal itu yang membuat saya semakin bertekad tidak akan pernah menyerah.
Saya belajar untuk memahami bahwa hal yang saya lakukan bersama dengan kuasa hukum dan kawan-kawan di seluruh tanah air, bahkan mereka yang bersimpati dari luar negeri, ternyata bukan tentang saya pribadi.
Lalu, saya belajar bahwa ini bukan lagi perjuangan pribadi, yaitu sekedar untuk memenuhi keinginan lolos dari jerat hukum yang tidak adil bagi saya sebagai korban. Ini perjuangan kami. Dan, saya pun belajar “kami menjadi kita”, saat saya menyaksikan Bapak di media mengatakan bahwa Bapak mendukung saya menemukan keadilan. Perjuangan saya menjadi perjuangan kami.
Perjuanagn kami menjadi perjuangan kita, saat Bapak pun berulangkali tanpa ragu menyatakan akan memberikan amnesti kepada saya. Saya yakin, Bapak Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara menyampaikan niat mulia tersebut bukan karena “air mata” saya sebagai korban (yang tanpa mampu saya bendung mengalir, saat saya harus bercerita di hadapan media tentang peristiwa traumatik yang saya alami).
Saya sebagai rakyat kecil sangat yakin, niat mulia Bapak memberikan amnesti kepada saya didasari karena jiwa kepemimpinan Bapak yang menyadari keputusan amnesti tersebut merupakan bentuk kepentingan negara dalam melindungi dan menjaga harkat martabat rakyatnya sebagai manusia.
Bapak Presiden, saya dan suami saya memilih Bapak kembali sebagai Presiden Republik Indonesia, karena kami percaya kepada kepada Bapak. Kami percaya Bapak adalah pemimpin yang selalu berpijak pada konstitusi. Keputusan yang akan Bapak putuskan berupa amnesti bagi saya, bukan karena belas kasihan semata, bukan pula karena saya sebagai korban telah “mengemis” kepada Bapak sebagai Presiden, bahkan bukan pula karena desakan pihak mana pun.
Saya yakin kepada Bapak, keputusan yang Bapak Presiden ambil didasari oleh kesetiaan Bapak terhadap konstitusi Undang_undang Dasar 1945. Kesetiaan pada konstitusi tersebut pula yang menjadi dasar saat Bapak Presiden memutuskan nasib saya. Saya sangat yakin, niat mulia Bapak memberi amnesti kepada saya adalah demi kepentingan negara.
Kepentingan negara dalam penegakan hukum yang memenuhi rasa keadilan yang lebih besar dan dapat menghadirkan kemaslahatan yang lebih luas bagi rakyatnya. Pemberian amnesti kepada saya merupakan bentuk kepentingan negara untuk mengakui dan melindungi harkat dan martabat kemanusiaan rakyatnya.
Bapak yang saya banggakan, saya yakin yang menjadi dasar utama dan pertama Bapak sebagai Presiden memiliki niat mulia memberi amnesti kepada saya adalah mandat dari konstitusi. Amnesti, menurut Undang-Undang Dasar 1945 pasal 14 ayat (2) hanya dapat diberikan dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
Menurut Kuasa Hukum saya, DPR RI harus menunggu surat dari Bapak agar dapat memberikan pertimbangan. Saya diminta bersabar, karena setelah itu, baru Bapak Presiden dapat memberikan keputusan memberi atau tidak memberi amnesti kepada saya.
Saya yakin, seyakin-yakinnya, tidak ada keraguan setitik pun dalam diri Bapak untuk mengirimkan surat kepada DPR RI. Dan saya yakin, tidak ada satu orang pun di lingkaran Bapak Presiden yang akan menghalangi niat mulia Bapak untuk menjalankan konstitusi memberikan amnesti kepada saya. Saya juga yakin, pengiriman surat Bapak Presiden ke DPR RI tidak akan menemui masalah teknis.
Yang mulia Bapak Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Haji Joko Widodo, saya, Baiq Nuril Maknum. Saya bukan hanya sebagai korban, tetapi juga sebagai rakyat Bapak yang telah memilih Bapak. Saya selalu memberikan dukungan penuh kepada Bapak. Saya akan terus berjuang bersama Bapak untuk menegak keadilan dan kemanusiaan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia di republik tercinta ini. Saya, Baiq Nuril Maknun.
Saya seorang perempuan, putri dari Bapak Lalu Mustajab dan Ibu Baiq Murni Wati. Saya adalah istri dari Lalu Muhammad Isnaeni. Saya adalah ibu dari Baiq Raina Asli Hati, Baiq Rayda Mahya Izati dan Lalu Muhammad Rafi Saputra. Saya adalah rakyat Indonesia.
Melalui surat ini saya menyatakan: Saya, Baiq Nuril Maknun sangat berterima kasih dan mendukung niat mulia Bapak Presiden Joko Widodo yang akan menggunakan hak prerogatif sebagai Presiden Republik Indonesia untuk menjalankan amanah konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 14 ayat (2), yaitu dengan memberikan amnesti kepada saya, Baiq Nuril Maknun.
Semoga Bapak Presiden selalu ada dalam lindungan Allah SWT dalam memimpin Indonesia, membawa Indonesia menjadi negeri yang adil dan makmur.
Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.
Jakarta, 15 Juli 2019
Baiq Nuril Maknun
Upaya Amnesti: Surat Presiden ke DPR RI #
Surat Baiq Nuril kemudian direspon Jokowi dengan mengirimkan surat kepada DPR.
Dalam surat ke DPR RI tertanggal 15 Juli 2019 itu, Jokowi menulis bahwa apa yang dilakukan Baiq Nuril adalah untuk mempertahankan harkat dan martabat sebagai seorang perempuan. Baiq Nuril diketahui divonis bersalah mentransfer/mentransmisikan rekaman percakapan dengan mantan atasannya berinisial M saat dia menjadi staf honorer di SMAN 7 Mataram.
"Perbuatan yang dilakukan yang bersangkutan dipandang semata-mata sebagai upaya memperjuangkan diri dalam melindungi kehormatan dan harkat martabatnya sebagai seorang perempuan dan seorang ibu," terang Jokowi dalam suratnya.
Upaya Amnesti: Dukungan Masyarakat #
Penolakan terhadap penahanan kembali Nuril beredar di publik
Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril membuat petisi daring di laman change.org terhadap Presiden RI Joko Widodo untuk memberi amnesti bagi Baiq Nuril.
Petisi tersebut digagas oleh sekelompok orang dengan berbagai latar belakang, termasuk para artis dan aktivis.
Upaya Amnesti: DPR mengabulkan #
Komisi III DPR RI akhirnya menyetujui surat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pemberian pertimbangan amnesti untuk Baiq Nuril.
Sebelumnya, rapat kerja antara Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, telah mengambil sikap secara aklamasi untuk mengabulkan usulan amnesti dari Presiden Joko Widodo kepada Baiq Nuril Maknun.
Sebagai pertimbangan, menurut Wakil Komisi III DPR RI, Erma Suryani Ranik, anggota DPR RI telah mempertimbangkan aspek keadilan untuk menyetujui amnesti.
"Komisi menyatakan menyetujui untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden Indonesia agar saudari Baiq Nuril dapat diberikan amnesti, bulat 10 fraksi setujui secara aklamasi," ucap Erma Suryani Ranik, sebagaimana dilaporkan di Berita Satu.
Erma juga mengucapkan terima kasih kepada para aktivis perempuan yang turut mengawal kasus Baiq Nuril.
"Kami atas nama pimpinan mengucapkan terima kasih kepada aktivis perempuan yang sudah memberikan support dan bantuan terhadap kasus Baiq Nuril. Semoga akan menjadi tonggak bersejarah terhadap perlindungan hak perempuan ke depan," kata Erma.
Setelah mendengarkan laporan Komisi III, Wakil Ketua DPR Utut Adianto bertanya kepada seluruh peserta sidang apakah pemberian amnesti disetujui atau tidak.
"Apakah laporan Komisi III tentang pertimbangan atas pemberian amnesti kepada saudara Baiq Nuril Maqnun dapat disetujui?" tanya Utut
"Setuju," seru anggota sidang serempak.
Upaya Amnesti: Proses Akhir & Harapan Baiq Nuril #
Belum selesai proses yang harus dilalui Baiq Nuril, walau amnesti telah dikabulkan oleh DPR.
Selanjutnya, DPR RI harus mengirimkan berkas persetujuan amnestinya kepada Presiden Joko Widodo.
Baiq Nuril sembari menangis mendengar putusan disetujuinya amnesti, sesekali ia berkomentar:
"Terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih yang..." kata Nuril, yang tidak melanjutkan ucapannya karena menangis.
Setelah tangisnya reda, Baiq Nuril melanjutkan,
"Terima kasih kepada bapak Presiden, terima kasih kepada anggota DPR RI, terima kasih kepada ibu Rieke, terima kasih kepada semua kuasa hukum, terima kasih kepada lembaga yang tidak bisa saya sebut satu per satu" kata Baiq.
Baiq Nuril juga menyuarakan harapan agar korban pelecehan seksual tidak mendapatkan hukuman pemidanaan seperti dirinya.
"Saya berharap begitu, jangan sampai, mulai detik ini jangan sampai ada yang seperti saya. Itu menyakitkan sekali, jangan sampai ada. Saya berharap jangan sampai ada," cetusnya.
Lebih lanjut, Baiq Nuril memberi pesan kepada seluruh korban pelecehan seksual untuk berani bicara.
"Harus berani, harus berani. Jangan beri kesempatan kedua kali kalaupun itu terjadi pada Anda sekali, jangan beri kesempatan untuk kedua kalinya. Harus Anda berani bersuara," ucapnya.
Sumber Literatur #
(TRIBUNNEWSWIKI.COM)
- Putusan Mahkamah Agung Nomor 574 K/Pid.Sus/2018, Putusan diunduh pada 25 Juli 2019, pukul 23.17 WIB.
- Institute For Criminal Justice Reform, Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) Dalam Kasus Baiq Nuril Maknun Pada Nomor Register Perkara : 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr Di Pengadilan Negeri Mataram. Disusun oleh Erasmus A.T. Napitupulu, Supriyadi W. Eddyono. Artikel diunduh pada 25 Juli 2019, pukul 23.23 WIB.
- Southeast Asia Freedom of Expression Network, Korban Pelecehan Seksual Malah Dipenjara, Artikel diunduh pada 25 Juli 2019, pukul 23.50 WIB.
JANGAN LUPA SUBSCRIBE CHANNEL YOUTUBE TRIBUNNEWSWIKI.COM
| Nama | Baiq Nuril Maknun |
|---|
| Tempat Lahir | Puyung Pedaleman |
|---|
| Tanggal Lahir | 25 Mei 1978 |
|---|
| Tempat Tinggal | BTN BHP Telagawaru, Desa Parampuan, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat |
|---|
| Pekerjaan | Swasta, Pegawai Honorer (Sejak 2010) |
|---|
| Keluarga | Isnaini |
|---|
| Anak | 3 (Tiga) |
|---|
| Berada dalam Rutan | 27 Maret 2017 – 30 Mei 2017 |
|---|
| Menjadi Tahanan Kota | 31 Mei 2017 – 26 Juli 2017 |
|---|