17 AGUSTUS - Serial Pahlawan Nasional: Raden Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 sebagai keturunan priyayi Sunda.


zoom-inlihat foto
dewi-sartika.jpg
Pahlawancenter.com
Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 sebagai keturunan priyayi Sunda.




  • Kehidupan Pribadi #


TRIBUNNEWSWIKI.COM – Raden Dewi Sartika lahir di Bandung pada 4 Desember 1884 sebagai keturunan priyayi Sunda.

Ayahnya, Raden Somanegara adalah seorang patih di Bandung, sebelum akhirnya ia bersama istrinya, Raden Ayu Rajapermas dibuang ke Ternate karena menentang pemerintah kolonial Belanda.

Selama masa pembuangan orangtuanya, Dewi Sartika dititipkan kepada pamannya, Patih Arya Cicalengka.

Sang ayah akhirnya meninggal di tempat pembuangan.

Dewi Sartika mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Rakyat di Cicalengka. Sepulang sekolah, ia mengajak beberapa orang gadis anak pelayan dan pegawai rendahan pamannya untuk bermain sekolah-sekolahan.

Dewi Sartika berperan sebagai guru, sedangkan anak-anak gadis lainnya menjadi muridnya.

Mereka bermain sekolah-sekolahan di belakang dapur rumah paman Dewi Sartika. Mereka menggunakan papan bilik kendang kereta, genteng, dan arang sebagai media pembelajaran.

Dewi Sartika mengajari anak-anak gadis itu membaca, menulis, dan berhitung.

Hasilnya, ketika Dewi Sartika baru berumur sekitar 10 tahun, Cicalengka digemparkan dengan kemampuan baca tulis anak-anak pembantu kepatihan.

Anak-anak gadis itu juga dapat mengucapkan beberapa patah kata dalam Bahasa Belanda.

Hal itu sangat mengherankan karena pada masa itu masih sangat jarang anak-anak, apalagi dari kalangan rakyat jelata memiliki kemampuan seperti itu.

Ketika Dewi Sartika berusia 15 tahun, ibunya pulang dari tempat pembuangan. Dewi Sartika pun kembali tinggal di bandung bersama ibunya. (1)

Dewi Sartika menikah pada tahun 1906 dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata.

Suaminya ternyata memiliki visi dan misi yang sama dengan Dewi Sartika di dunia Pendidikan. Perannya dalam membantu Dewi Sartika dalam mendirikan dan mengelola sekolah juga sangat besar.

Dari perkawinan itu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Atot Suriawinata.

Dewi Sartika dan Raden Kanduruan Agah Suriawinata
Dewi Sartika dan Raden Kanduruan Agah Suriawinata (Istimewa)

  • Riwayat Karier #


Meski sudah kembali ke Bandung dan tinggal di sana, namun jiwa sebagai pendidik tetap melekat dalam diri Dewi Sartika.

Tekad Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah bahkan semakin kuat. Hal ini ia sampaikan kepada sang ibu dan beberapa orang lainnya.

Sayang hal ini tidak mendapat sambutan positif dari mereka, kendati begitu mereka juga tidak menghalangi niat Dewi Sartika itu.

Akhirnya berkat bantuan dari sang kakek, Raden Agung A. Martanegara yang saat itu menjadi Bupati Bandung, dan Den Hamer seorang Inspektur Kantor Pengajaran, Dewi Sartika berhasil mewujudkan impiannya.

Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamai “Sekolah Isteri”.

Murid-murid Sekolah Isteri
Murid-murid Sekolah Isteri (koinkuno.com)

Di awal berdirinya, Sekolah Isteri ini memiliki 20 orang siswa yang semuanya adalah perempuan.

Sekolah tersebut hanya memiliki dua kelas, sehingga tidak cukup untuk melaksanakan semua aktivitas pembelajaran.

Oleh karena itu, Sekolah Isteri harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung.

Materi pelajaran di Sekolah Isteri meliputi mambaca, menulis, berhitung, menjahit, merenda, serta pendidikan agama.

Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, Dewi Sartika dibantu oleh Purmo dan Uwit. Berbagai kendala mereka hadapi ketika awal-awal menjalankan Sekolah Isteri.

Namun mereka tidak menyerah, Dewi Sartika juga kerap meminta nasihat kepada Astana Anyar yang lebih berpengalaman dalam pengelolaan sekolah.

Sekolah Isteri tersebut ternyata mendapat respons positif dari masyarakat, murid-murid pun semakin banyak.

Bahkan ruang Kepatihan Bandung yang sebelumnya dipinjam sudah tidak mampu menampung seluruh siswa yang ada.

Akhirnya Sekolah Isteri dipindahkan ke tempat yang lebih luas, yakni di daerah Jalan Ciguriang yang kini bernama Jalan Dewi.

Gurunya juga semakin bertambah, tidak hanya tiga orang.

Enam tahun setelah didirikan, pada 1910, Sekolah Isteri berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Isteri. Tidak hanya namanya, mata pelajaran yang ada di sekolah itu juga semakin bretambah. (2)

Gadis-gadis yang bersekolah di sekolah tersebut mulai dididik bagaimana menjadi seorang istri yang baik.

Mereka yang nantinya akan menjadi istri dididik bagaimana menjadi seorang ibu rumah tangga yang baik, mandiri, dan terampil. Semua hal yang berkaitan dengan pembinaan rumah tangga diajarkan di sini.

Memasak, menyetrika, mencuci, dan membatik dimasukkan ke dalam kurikulum, hal ini dimaksudkan supaya mereka tidak terlalu bergantung pada suami mereka.

Dewi Sartika juga breharap supaya anak-anak gadis itu tidak cepat-cepat menikah seperti kebiasaan anak perempuan Sunda saat itu.

Harapan tersebut terwujud, sebagian besar murid-muridnya melanjutkan pelajaran ke sekolah kejuruan.

Dua tahun berselang, perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita sama dengan Dewi Sartika mulai breani mendirikan sekolah-sekolah untuk perempuan.

Hingga 1912, jumlah Sekolah Isteri yang sudah berdiri mencapai 9 sekolah. (3)

Bertambahnya mata pelajaran membuat biaya sekolah menjadi bertambah pula. Hal ini menjadi perhatian baru untuk Dewi Sartika.

Beruntung pemerintah memberikan subsidi kepala Sekolah Keutamaan Isteri untuk melaksanakan aktivitasnya itu.

Pemerintah Hindia Belanda juga mulai tertarik dengan apa yang dilakukan Dewi Sartika.

Pada 1911, Gubernur Jenderal Hindia Belanda bahkan berkunjung ke sekolah Dewi Sartika. Kemudian diikuti oleh istri Gubernur Jenderal dan putrinya dua tahun berikutnya.

Atas jasanya, Pemerintah Hindia Belanda juga menganugerahi Dewi Sartika bintang jasa.

Semakin banyaknya sekolah perempuan yang berdiri di tanah Sunda, muncullah ide untuk mendirikan sebuah organisasi.

Pada 1913, didirikanlah Organisasi Keutamaan Isteri di Tasikmalaya yang bertujuan untuk menaungi sekolah-sekolah yang telah didirikan.

Organisasi ini juga bertujuan untuk menyatukan sistem pembelajaran dari sekolah-sekolah yang telah dibangun oleh Dewi Sartika.

Pada 1914, Sekolah Keutamaan Isteri berubah nama lagi menjadi Sekolah Keutamaan Perempuan.

Saat itu, Sekolah Keutamaan Perempuan sudah berdiri di seperempat dari wilayah Jawa Barat. Bahkan seorang perempuan bernama Enick Rama Saleh yang terinspirasi Dewi Sartika mendirikan sekolah serupa di Bukittinggi.

Dewi Sartika terus berjuang mengembangkan sekolahnya itu. Namun usahanya terhalang oleh situasi politik dunia saat itu.

Pecahnya Perang Dunia I membuat harga-harga barang naik, termasuk harga alat dan barang-barang keperluan sekolah.

Dewi Sartika bersama suaminya, Raden Kanduruan Agah Suriawinata berjuang keras untuk mengatasi kesulitan itu sehingga Sekolah Keutamaan Perempuan bisa tetap berjalan normal seperti semestinya.

Kerja keras Dewi Sartika dan suaminya mendapat perhatian dari Nyonya Tydeman dan Nyonya Hillen yang merupakan istri pejabat.

Keduanya kemudian mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk memberikan bantuan kepada sekolah milik Dewi Sartika dengan memberikan gedung baru.

Permohonan tersebut akhirnya dipenuhi, pada 1929 berdirilah gedung baru yang diresmikan di Bandung.

Dengan gedung baru ini, Sekolah Keutamaan Perempuan kembali berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi.

Sekolah Dewi Sartika
Sekolah Dewi Sartika (www.disparbud.jabarprov.go.id)

Melihat sekolahnya semakin berkembang, Dewi Sartika dan sang suami semakin bekerja keras untuk dapat menutup biaya operasional sekolah mereka.

Musibah datang ketika Raden Agah meninggal dunia pada 25 Juli 1939.

Ditinggal seorang diri membuat Dewi Sartika sangat terpukul. Kendati demikian, ia tidak putus asa dan terus melanjutkan perjuangannya.

Kesulitan semakin bertambah ketika meletus perang dunia kedua. Sekolah-sekolah Dewi Sartika mengalami kekurangan biaya maupun peralatan.

Ketika terjadi perubahan pemerintahan di Indonesia pada 1942, dimana Belanda digantikan oleh Jepang, situasi menjadi semakin sulit.

Dewi Sartika dipaksa bekerja lebih keras lagi demi kalangsungan hidup sekolahnya. Hingga akhirnya kesehatan Dewi Sartika mulai menurun.

Pascakemerdekaan, ternyata angin segar belum berhembus juga. Bahkan beban yang harus ditanggung Dewi Sartika semakin besar karena Kota Bandung dilanda kekacauan dengan hadirnya pasukan Inggris dan Belanda.

Dewi Sartika akhirnya harus mengungsi ke Ciparay dan Garut, sekolah yang sudah susah ia bangun pun harus ia tinggal.

Pada 1947, situasi semakin genting seiring Belanda yang melancarkan agresi militernya.

Dewi Sartika pun harus mengungsi labih jauh lagi ke pedalaman, yakni ke Cinean.

Di usia yang sudah tidak muda itu, kesehatan Dewi Sartika semakin menurun drastis karena makanan yang serba kekurangan dan obat-obatan yang sangat sulit didapat.

Dewi Sartika akhirnya dirawat di rumah sakit, ia dirawat oleh dr. Sanitioso. Namun kondisinya tak juga membaik.

Dewi Sartika akhirnya menghembuskan napas terakhir pada 11 September 1947 dan dimakamkan di Cinean.

Setelah kondisi Bandung aman kembali, jenazahnya kemudian dipindahkan ke Komplek Makam Bupati Bandung.

Sekolah Raden Dewi juga pernah dipinjam oleh pemerintah Indonesia untuk digunakan sebagai Sekolah Puteri dan kemudian diserahkan kepada Yayasan Dewi Sartika untuk dijadikan sebagai Sekolah Kepandaian Puteri.

Atas jasa-jasanya terutama di dunia pendidikan, Pemerintah Indonesia menetapkan Dewi Sartika sebagai pahlawan nasional melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 252 Tahun 1966 tanggal 1 Desember 1966. (4)

(TribunnewsWIKI/Widi)

Jangan lupa subscribe channel TribunnewsWIKI Official


Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Fatmawati Soekarno

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Martha Christina Tiahahu

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Tan Malaka

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Jürgen Klopp



Info Pribadi
Nama Raden Dewi Sartika
Lahir Bandung, 4 Desember 1884
Meninggal Tasikmalaya, 11 September 1947
Makam Komplek Pemakaman Bupati Bandung, Jl. Karang Anyar No.43, Karanganyar, Kec. Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat 40241
Keluarga
Ayah Raden Somanagara
Ibu Ny. Raden Ayu Rajapermas
Pasangan Raden Kanduruan Agah Suriawinata
Anak Raden Atot Suriawinata
Pendidikan Sekolah Rakyat, Cicalengka, Jawa Barat
Karier Guru
Pendiri Sekolah Isteri
Pahlawan Nasional


Sumber :


1. pahlawancenter.com
2. www.biografiku.com
3. pahlawancenter.com


BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved