Profil #
TRIBUNNEWSWIKI.COM - Ratna Sarumpaet dikenal sebagai aktivis HAM dan seorang politisi.
Sebagai aktivis HAM, Ratna Sarumpaet selalu memperjuangkan hak-hak orang tertindas.
Salah satunya Ratna Sarumpaet pernah aktif mengusut kasus pembunuhan Marsinah, seorang buruh yang ditemukan tewas di Blitar.
Ratna Sarumpaet juga aktif di dunia seni peran.
Buah pemikirannya dan perjuangannya dalam membela kasus HAM sering ditulis sebagai naskah maupun buku.
Salah satu naskah karyanya tentang kasus perdagangan anak yang diberi judul 'Pelacur dan Sang Presiden'.
Kemudian naskah ini diadaptasi sebagai naskah film yang diperankan oleh anak Ratna Sarumpaet, Atiqah Hasiholan yang diberi judul 'Jamila dan Sang Presiden'.
Ratna Sarumpaet menjadi mualaf setelah menikah dengan seorang pengusaha berdarah Arab-Indonesia Ahmad Fahmy Alhady.
Dari pernikahan Ratna Sarumpaet dan Ahmad Fahmy Alhady dikaruniai empat anak, yaitu Mohamad Iqbal, Fathom Saulina, Ibrahim, dan Atiqah Hasiholan.
Pada 1976, Ratna Sarumpaet mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan bercerai dengan Ahmad Fahmy Alhady pada 1985.
Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Jenderal TNI (Purn.) Dr. H. Wiranto, S.H., M.M.
Baca: Godzilla: King of the Monsters Tayang Perdana Hari Ini, Menghadirkan Banyak Monster dari Masa Lalu
Masa Kecil #
Ratna Sarumpaet merupakan anak kelima dari sembilan bersaudara yang lahir dari keluarga batak.
Ratna Sarumpaet lahir dari pasangan Saladin Sarumpaet dan Julia Hutabarat di Tarutung pada 16 Juli 1949.
Saladin Sarumpaet adalah seorang Menteri Pertanian dan Perburuhan dalam kabinet Pemerintahan revolusionel Republik Indonesia (PRRI) sekaligus politisi pendiri Partai Kristen Indonesia (Parkindo), sedangkan Julia Hutabarat adalah seorang aktivis hak-hak perempuan.
Setelah masa sekolah dasarnya di Taruntung, Ratna Sarumpaet ikut orang tuanya pindah ke Yogyakarta dan melanjutkan pendidikannya di SMP BOPKRI.
Menginjak usia remaja, Ratna Sarumpaet pindah ke Jakarta dan menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMA PSKD 1 Menteng.
Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Dr. Suhartoyo S.H., M.H.
Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Dr. Manahan M. P. Sitompul, S.H., M. Hum.
Riwayat Karier #
Selain aktif di bidang kesenian, Ratna Sarumpaet juga aktif dalam membela hak-hak orang kecil dan marginal.
Salah satu kasus yang pernah diperjuangkan Ratna Sarumpaet adalah pembunuhan aktivis buruh Marsinah pada 1993.
Pada 1994, Ratna Sarumpaet menjadikan kasus Marsinah menjadi naskah pementasan pertama yang dibuatnya dan diberi judul ‘Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah’
Dalam naskah buatannya itu, Ratna Sarumpaet juga menggambarkan nasib orang-orang yang diperlakukan tidak adil yang menuntut hak pada pihak berkuasa.
Karya Ratna Sarumpaet dipentasikan di Teater Arena, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada 16-19 September 1994.
Kasus Marsinah resmi ditutup pada September 1997 oleh Kepolisian RI dengan alasan DNA Marsinah telah terkontaminasi.
Di tahun itu juga Ratna Sarumpaet menulis monolog berjudul ‘Marsinah Menggugat’ yang dipentaskan dalam tur sebelas kota di Jawa dan Sumatera.
Pementasan monolog Ratna Sarumpaet dibubarkan oleh pasukan anti huru-hara di beberapa kota karena dianggap provokatif.
Dibalik itu semua justru kasus pembunuhan Marsinah mencuat dan menjadi perhatian dunia.
Rumah Ratna Sarumpaet di Jalan Kampung Melayu Kecil terus diawasi intel dan namanya tertera dalam daftar orang-orang yang harus diawasi dengan ketat karena dianggap membahayakan negara.
Pada tahun 2000, monolog Ratna Sarumpaet dimuat dalam majalah bergengsi Amerika, Manoa dengan edisi khususnya, Silenced Voices.
Ratna Sarumpaet dan kawan-kawannya pernah memimpin aksi protes pro-demokrasi pada masa pemilihan umum 1997.
Ratna Sarumpaet bersama kelompok teaternya tegabung dalam kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Karena sudah lelah menjadi objek intimidasi aparat, Ratna Sarumpaet mengumpulkan 46 LSM dan Organisasi-organisasi Pro Demokrasi kemudian membentuk aliansi bernama Siaga.
Siaga menjadi organisasi pertama yang secara terbuka menyerukan agar Presiden Soeharto turun dari jabatannya dan menjadikan organisasi ini salah satu organisasi yang paling diincar oleh aparat.
Pada Maret 1998 pemerintah melarang adanya perkumpulan lebih dari lima orang.
Namun Ratna Sarumpaet bersama Siaga justru menggelar sebuah sidang rakyat yang diberi nama ‘People Summit’ di Ancol.
Sidang ini akhirnya dikepung oleh aparat dan Ratna Sarumpaet beserta kawan-kawannya ditangkap dan ditahan dengan tuduhan berlapis, salah satunya adalah makar.
Pada Maret 1998, Ratna Sarumpaet dipenjara selama 70 hari.
Penangkapan Ratna Sarumpaet mengundang simpati dari masyarakat.
Edmund William, seorang Atase Politik Amerika di Indonesia mengatakan di depan wartawan bahwa Ratna Sarumpaet merupakan sosok pemberi perubahan.
Selain itu Faisal Basri saat itu juga mengucapkan bahwa rakyat sedang kehilangan seseorang yang mau memasang badannya untuk demokrasi.
Ratna Sarumpaet dibebaskan sehari sebelum Presiden Soeharto lengser.
Setelah bebas, nama Ratna Sarumpaet menjadi buah bibir dan mewarnai halaman-halaman depan media massa.
Kemudian PPP merangkul Ratna Sarumpaet untuk bergabung dalam PPP.
Setelah Soeharto lengser dari kursi presiden, Ratna Sarumpaet bersama Siaga menggelar ‘Dialog Nasional untuk Demokrasi’ di Bali Room, Hotel Indonesia pada 14-16 Agustus 1998.
Forum ini merumuskan blue print Pengelolaan Negara RI.
Blue print tersebut kemudian diserahkan pada DPR dan Presiden BJ Habibie.
Awal Desember 1998, sebuah stasiun televisi Perancis ARTE dan Amnesty International mengabadikan perjalanan Ratna Sarumpaet sebagai pejuang HAM dalam sebuah film dokumenter berdurasi 52 menit berjudul ‘The Last Prisoner of Soeharto’.
Film ini ditayangkan secara nasional di Perancis dan Jerman saat peringatan 50 tahun Hari HAM Sedunia.
Dalam pidatonya yang disampaikan dalam puncak acara tersebut pada 10 Desember 1998, Ratna Sarumpaet mengkritik keras negara-negara besar seperti Amerika, Jerman, dan Inggris.
Menurut Ratna Sarumpaet, mereka ikut bertanggung jawab atas terjadinya berbagai pelanggaran HAM di Indonesia karena sudah terlibat dalam menyuplai senjata dan peralatan perang.
Ratna Sarumpaet menerima penghargaan ‘The Female Special Awar for Human Right’ dari The Foundation of Human Right in Asia yang dilaksanakan di Jepang.
Setelah kembali ke tanah air, Ratna Sarumpaet langsung mengunjungi Aceh.
Saat itu Aceh sedang dilanda konflik bersenjata selama puluhan tahun.
Untuk menuangkan kesedihannya, Ratna Sarumpaet menulis sebuah naskah drama yang diberi judul ‘ALIA, Luka Serambi Mekah’.
Ratna Sarumpaet juga merupakan salah satu penggagas berdirinya Partai Amanat Nasional (PAN) yang akhirnya dideklarasikan di Istora Senayan.
Setelah reformasi, melalui Ratna Sarumpaet Crisis Center (RSCC) Ratna Sarumpaet mengulurkan bantuan pada mereka yang membutuhkan.
RSCC aktif menolong persoalan kelaparan, korupsi, KDRT, dan lain-lain.
Saat terjadi kerusakan lingkungan akibat racun yang dikeluarkan perusahaan pulp Indorayon di Porsea, Tapanuli Utara, Ratna bersama RSCC-nya terbang ke Porsea dan mengulurkan bantuannya.
Ratna Sarumpaet memberikan pemahaman mengenai hukum dan hak-hak mereka sebagai warga negara.
Namun oleh pihak kepolisian setempat Ratna Sarumpaet diminta meninggalkan Porsea dengan alasan dirinya bukanlah putra daerah.
Pada 2004 hingga 2005, Ratna Sarumpaet bersama UNICEF melakukan penelitian terhadap perdagangan anak di Indonesia.
Di tahun 2006, Ratna Sarumpaet menulis naskah drama tentang perdagangan anak yang diberi judul ‘Pelacur dan Sang Presiden’ yang dipentaskan di lima kota besar di Indonesia.
Sebelum menulis ‘Pelacur dan Sang Presiden’, Ratna Sarumpaet menuliskan naskah ‘Rubayat Umar Khayam (1974)’, ‘Dara Muning (1993)’, ‘Marsinah, Nyanyian Dari Bawah Tanah (1994)’,’ Terpasung (1995)’, ‘Pesta Terakhir (1996)’, dan ‘Marsinah Menggugat (1997)’.
Naskah-naskah tersebut disutradarainya sendiri dan dipentaskan oleh kelompok drama Satu Merah Panggung yang didirikan pada 1974.
Pada 2007, naskah drama tersebut dibuat scenario film dengan judul ‘Jamila dan Sang Presiden’.
Film tersebut dibintangi oleh anak Ratna Sarumpaet, Atiqah Hasiholan.
Film ‘Jamila dan Sang Presiden’ sukses memasuki berbagai festival fim dan mendapat perhatian dunia.
Ratna Sarumpaet menulis novel berjudul ‘Maluku Kobaran Cintaku’, yang menceritakan kerusuhan antar agama di Maluku pada 1999-2004.
Novel ini diluncurkan bertepatan dengan hari HAM sedunia di Tugu Perdamaian Ambon pada 10 Desember 2010.
Pada akhir 2018 silam, Ratna Sarumpaet menghebohkan masyarakat Indonesia terkait penyebaran kabar bohong terkait pengeroyokan Ratna Sarumpaet di sekitar Bandara Husein Sastranegara Bandung pada 21 September 2018.
Dilansir dari Kompas.com, Ratna Sarumpaet mengaku telah dipukul hingga wajahnya memar dan bengkak usai menghadiri sebuah konferensi internasional.
Oleh pihak berwajib, kabar ini terbukti kebohongan dan Ratna Sarumpaet ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta saat akan pergi ke luar negeri.
Ratna Sarumpaet ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dan terancam hukuman pidana maksimal 10 tahun.
Dilansir dari TribunJatim.com, sebelumnnya Ratna Sarumpaet pernah ditangkap di sebuah hotel di Jakarta karena dicurigai menjadi bagian dari kelompok yang diduga merencanakan kudeta terhadap pemerintah Presiden Joko Widodo pada 2016.
Ratna Sarumpaet dibebaskan keesokan harinya setelah penangkapan.
Karya #
Maluku Kobaran Cintaku / Maluku The Broken Paradise, 2010, Novel
Jamila and The President, FILM, 2009, Writer, Director
Jamila and The President, Play, 2006, Writer, Director
Children of Darkness, 2003, Writer, Director
ALIA The Wound of Aceh, 2000, Writer, Director, Actor
MARSINAH ACCUSESS, Monologue, 1997, Writer, Director, Actor
Pesta Terakhir / Last Celebration, 1996, Writer, Director, Actor
Terpasung, 1995, Writer, Director, Actor
MARSINAH, Song From The Underworld, 1994, Writer, Director
Dara Muning, 1993, Producer, Writer - Director
Antigone, Jean Anouilh - Batak, 1991, Director - Actor
Hamlet, Shakespeare - Bali, 1989, Director
Othello, Shakespeare, 1988, Director
Romeo and Juliet, Shakespeare - Opera, 1987, Director
Hamlet, Shakespeare - Batak, 1976, Director - Actor
Romeo and Juliet, Shakespeare, 1975, Director
Rubayat Umar Khayam, 1974 - Play - Writer, Director
Penghargaan #
Human Rights Special Award /The Asia Foundation For Human Rights, Tokyo, Japan (1998)
TSUNAMI AWARD (Ratna Sarumpaet Crisis Center) 2005, Aceh.
NETPAC AWARD, Asiatica Film Mediale, Rome, Jamila & Sang Presiden, 2009.
YOUTH PRIZE Vesoul International Film Festival, France, Jamila & Sang Presiden, 2010
PUBLIC PRIZE Vesoul International Film Festival, France, Jamila & Sang Presiden, 2010
A Documentary film on me, Produced by ARTE & Amesty International 1998.
“The Last Prisoner Of SUHARTO” Produced by : ARTE France TV, Amnesty International
“Air Mata Untuk Porsea” – Produced By SATU MERAH PANGGUNG
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Yonas)
Jangan lupa subscribe official Youtube channel TribunnewsWiki di TribunnewsWiki Official
| Info Pribadi |
|---|
| Nama Lengkap | Ratna Sarumpaet |
|---|
| Tempat, Tanggal Lahir | Tarutung, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 16 Juli 1949 |
|---|
| Agama | Islam |
|---|
| Alamat Rumah | Jalan Kampung Melayu Kecil, Bukit Duri, Jakarta Selatan |
|---|
| Riwayat Pendidikan | SD Negeri di Taruntung |
|---|
| SMP BOPKRI Yogyakarta |
| SMA PSKD 1 Menteng |
| Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Kristen Indonesia |
| Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia |
| Ayah | Saladin Sarumpaet |
|---|
| Ibu | Julia Hutabarat |
|---|
| Mantan Suami | Ahmad Fahmy Alhady (menikah pada 1972, cerai pada 1985) |
|---|
| Anak | Mohamad Iqbal |
|---|
| Fathom Saulina |
| Ibrahim |
| Atiqah Hasiholan |
| @RatnaSpaet |
| @rsarumpaet |
Sumber :
1. www.grid.id
2. jabar.tribunnews.com
3. jatim.tribunnews.com
4. www.webcitation.org