Keraton Surakarta Hadiningrat

Keraton Surakarta Hadiningrat atau sering disebut dengan Keraton Kasunanan didirikan oleh Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada 1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang rusak karena Geger Pecinan pada 1743. Keraton Surakarta sudah menjadi ikon dar


zoom-inlihat foto
keraton-surakarta.jpg
tribunsolo.com
Keraton Surakarta Hadiningrat

Keraton Surakarta Hadiningrat atau sering disebut dengan Keraton Kasunanan didirikan oleh Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada 1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang rusak karena Geger Pecinan pada 1743. Keraton Surakarta sudah menjadi ikon dar




  • Tentang Keraton Surakarta Hadiningrat #


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Keraton Surakarta Hadiningrat atau sering disebut dengan Keraton Kasunanan didirikan oleh Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II) pada 1744 sebagai pengganti Keraton Kartasura yang rusak karena Geger Pecinan pada 1743.

Keraton Surakarta sudah menjadi ikon dari Kota Solo sejak memerintah beberapa abad lalu.

Keraton Surakarta Hadiningrat memiliki luas sekitar 54 are.

Di dalam Keraton terdapat banyak koleksi patung, senjata, dan pusaka kerajaan.

Keraton Surakarta memiliki bangunan bertingkat yang disebut Menara Sanggabuwana yang dipercaya menjadi tempat bertemunya Ratu Laut Selatan dan Raja.

Menara Sanggabuwana didirikan oleh Sri Susuhan Pakubuwono III pada 1782.

Bangunan ini memiliki tinggi 30 meter dan berfungsi sebagai Menara dan tempat memata-matai Belanda pada zaman kolonial.

Ketika berkunjung ke Keraton Surakarta, pengunjung tidak boleh memasuki kediaman Raja Pakubuwono.

Beberapa tempat yang boleh dikunjungi adalah pendopo besar di dalam Sasana Sewaka dan museum dalam kawasan keraton.

Di pendopo besar Sasana Sewaka biasanya disuguhkan pertunjukan tari dan gamelan.

Pengunjung diwajibkan melepas alas kaki dan berjalan dengan kaki telanjang di hamparan pasir yang diambil langsung dari Pantai Parangkusumo dan Gunung Merapi.

Dalam museum Keraton, terdapat berbagai koleksi kerajaan seperti kereta kencana, tandu, patung, senjata kuno, dan koleksi lainnya.

Selain itu, keraton juga memiliki wisata budaya seperti upacara adat, tarian sakral dan musik.

Budaya sakral yang terkenal contohnya adalah sekaten dan malam Suro.

Sekaten merupakan upacara peringatan kelahiran Nabi Muhammad.

Upacara ini dilakukan selama tujuh haru dan ditutup dengan Gunungan Maulud.  

Sebelum upacara ini dilakukan, sebulan sebelumnya akan diselenggarakan pasar malam Sekaten di area alun-alun utara keraton.

Malam Suro adalah peringatan tahun baru berdasarkan kalender Jawa. Perayaan ini dilakukan dengan Kirab Mubeng Beteng dengan membawa pusaka keraton dan kerbau pusaka Kyai Slamet.

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia 2019 (Bagian I)

Baca: TRIBUNNEWSWIKI : Pemilihan Umum (Pemilu) Indonesia 2019 (Bagian 2)

  • Sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat #


Berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat tidak lepas dari peran Kesultanan Mataram Islam.

Konflik berkepanjangan terjadi pada masa Kesultanan Mataram Islam yang berdiri sejak abad ke-16 Masehi.

Dampak dari konflik ini berdirilah Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Pada saat itu pemerintahan Kesultanan Mataram Islam berada di Mentaok, kemudian pindah ke Kotagede, Yogyakarta.

Di kepemimpinan Amangkurat I (1645-1677), tepatnya pada 1647 pusat pemerintahan kerajaan dipindahkan ke Plered (sekarang di kabupaten Bantul).

Ketika kepemimpinan berpindah di tangan Amangkurat II (1680-1702), kerajaan baru didirikan di timur Yogyakarta, yaitu di hutan Wonokarto yang namanya berubah menjadi Kartasura (sekarang di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah).

Latar belakang berdirinya keraton baru ini karena istana Plered dikuasai para pemberontak dan dianggap tidak layak untuk digunakan sebagai pusat pemerintahan.

Keraton baru di Kartasura dibangun pada 1679 yang sekarang dikenal sebagai Kasunanan Kartasura Hadiningrat.

Penerus tahta Amangkurat II di Kasunanan Kartasura secara berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwono I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), sampai Pakubuwono II (1726-1749).

Di era kepemimpinan Pakubuwono II (1741-1742), terjadi perlawanan yang dikenal dengan “Geger Pecinan”.

Geger Pecinan merupakan pemberontakan dari etnis Cina yang terjadi pada Oktober 1740.

Perlawanan ini menyebabkan hancurnya istana Kasunanan Kartasura Hadiningrat.

Peristiwa ini dipicu oleh pembantaian warga Cina oleh masyarakat Eropa di Batavia atas izin Adrian Valckenier, Gubernul Jenderal VOC saat itu.

Pada 1744, Pakubuwono II membangun pusat pemerintahan baru di Desa Sala, dekat Sungai Bengawan Solo.

Kemudian daerah ini dikenal dengan Surakarta.

Pemerintahan baru ini diberi nama Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Di saat awal berdirinya, dalam masa pemerintahan Pakubuwono II, Kasunanan Surakarta mengalami banyak polemik internal antara sesama trah Mataram.

Terjadi perebutan tahta antara Pakubowono II dan saudara tirinya, Pangeran Mangkubumi. Pakubuwono II berencana memberikan tahtanya kepada putranya, Raden Mas Suryadi.

Pangeran Mangkubumi tidak terima dengan keputusan itu kemudian meninggalkan istana pada 1746.

Pangeran Mangkubumi mendirikan pemerintahan tandingan di Yogyakarta.

Dalam mendirikan kerajaan barunya, Pangeran Mangkubumi bergabung dengan Raden Mas Said (Pangeran Sambernyowo), seorang Pangeran Mataram yang melakukan perlawanan terhadap Pakubuwono II dalam peristiwa “Geger Pecinan”.

Pada 12 Desember 1749, dengan dukungan penuh dari Raden Mas Said, Pangeran Mangkubumi mengangkat dirinya sebagai raja/sultan di Yogyakarta.

Raden Mas Said diangkat sebagai patih sekaligus panglima perang dan menyandang gelar Pangeran Adipati Mangkunegoro Senopati Panoto Baris Lelono Adikareng Noto.

Raden Mas Said menikahi anak perempun Pangeran Mangkubumi bernama Raden Ayu Inten.

Saat Pakubuwono sakit keras pada penghujung tahun 1749, kedaulatan Kasunanan Surakarta diserahkan pada VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Sejak saat itu penobatan raja keturunan Mataram harus meminta izin Belanda.

Pada 15 Desember 1749, VOC melantik putra mahkota Raden Mas Suryadi dengan gelar Sri Susuhunan Pakubuwono III. 20 Desember 1749, Pakubuwono II wafat karena sakitnya.

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Sri Mulyani Indrawati S.E., M.Sc., Ph.D

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Mahatma Gandhi

  • Seni dan Budaya #


Wayang

Seni pewayangan merupakan sebuah seni gabungan antara unsur seni rupa dengan menampilkan tokoh wayang.

Pertunjukan wayang dipimpin oleh Ki Dalang diiringi dengan irama gamelan.

Selain itu juga di dalamnya terdapat dialog. Pewayangan selalu sarat akan makna falsafah kehidupan (petunjuk hidup).

Ada beberapa jenis seni pewayangan, di antaranya:

Wayang Kulit Purwa, bersumber dari kisah Mahabarata dan Ramayana yang berasal dari India. Selain itu juga bersumber dari ajaran Budha, cerita yang berkaitan dengan upacara ruwatan (pensucian diri manusia).

Pagelaran ini biasanya memakan waktu semalam suntuk.

Wayang Orang, pemain terdiri dari orang-orang yang memerankan tokoh-tokoh wayang.

Cerita dan dialognya dilakukan oleh para pemain itu sendiri. Pagelaran ini diselenggarakan rutin setiap malam di Sriwedari.

Wayang Golek, sama dengan jenis pementasan wayang lainnya namun yang membedakan adalah jenis wayangnya. Wayang golek terbuat dari boneka kayu.

Wayang Potehi, pementasan wayang yang ceritanya berasal dari negeri Cina serta iringan musiknya khas Cina.

Wayang Beber, bentuk wayangnya berupa lembaran kain yang dilukis dan diceritakan oleh Dalang. Ceritanya mengenai Keraton Kediri, Ngurawan, Singasari (lakon Panji).

Wayang Klitik, jenis pewayangan yang media tokohnya terbuat dari kayu, ceritanya diambil dari babat Majapahit akhir (cerita Dhamarwulan).

Wayang Rumput, pementasan wayang seperti pada umumnya namun wayang yang digunakan terbuat dari rumput.

Pedalangan

Lakon dalam pewayangan memiliki kedudukan tetap dan merupakan unsur utama dari pagelaran seni pedalangan. Waktu yang dibutuhkan dalam sekali pementasan biasanya memakan waktu semalam suntuk, 4 jam atau mungkin hanya waktu 2 jam.

Membicarakan tentang lakon-lakon pewayangan, tidak lepas dari istilah yang disebut “pakem” yang dalam bahasa Jawa berarti: pathokan, paugeran atau wewaton.

Dalam pedalangan ada 2 macam hal yang disebut dengan “pakem”, hal yang menjadi satu padu dan tidak bisa dipisahkan dalam suatu pagelaran, yaitu pakem tentang lakon dan pakem tentang Teknik perkeliran.

Dalam satu pagelaran, kedua unsur pakem tersebut harus saling mengisi dan melengkapi sehingga terjadi suatu proses cerita yang mengandung keindahan dan pelajaran yang tinggi.

Rumah Jawa

Rumah adat Jawa ada lima macam, yaitu: panggung pe, kampung, limasan, joglo dan tajug.

Namun dalam perkembangannya, jenis tersebut berkembang menjadi berbagai jenis bangunan rumah adat Jawa, hanya bangunan dasarnya masih tetap berpola dasar bangunan yang lima tersebut (Narpawandawa, 1937-1938 dalam karatonsurakarta.com).

Dalam pembangunan rumah adat jawa ditentukan ukuran, kondisi perawatan rumah, kerangka, dan ruang-ruang di dalam rumah serta situasi di sekeliling rumah, yang dikaitkan dengan latar belakang sosial dan kepercayaan yang dianut pemiliknya.

Namun saat ini rumah adat jawa sudah mengalami banyak perubahan seiring kemajuan zaman.

Busana

Seni busana jawa bersumber pada seni busana yang ada di keraton, yaitu seni busana untuk putra dan seni busana untuk putri.

Seni busana putra:

pakaian harian (padintenan) warna bukan hitam, pakaian bukan harian (sanes padintenan) yaitu pakaian untuk upacara dan warnanya selalu hitam.

Busana pengantin putra:

Terdiri dari pantolan merah dengan pakaian pola alas-alasan, ikat pinggang lebar, gesper berbentuk biji jagung, kalung ulur dan kuluk mathak.

Seni busana putri:

Ada beberapa hal yang harus ada dalam seni busana putri, meliputi:

1. Ungkel atau sanggul

2. Kebayak (kebaya)

3. Semekan

4. Setagen

5. Januran dan Slepe mirip epek dan timang (busana putra)

6. Kain panjang (sinjang dan dhodhotan) atau nyamping

Kelengkapan busana tersebut pemakainya disesuaikan dengan umur, kepangkatan dan keperluannya.

Jenis atau model busana putri:

1. Sabuk Wala, terdiri atas pakaian pola dringin dengan slepe, ukel welah sawelit, cunduk jungkat, cunduk mentul, kalung, anting-anting, gelang dan cincin. Busana ini juga dikenakan untuk mengiringi pengantin wanita.

2. Sabuk Wala Kebayak Cekak, dikenakan oleh para putri raja dalam upacara tetesan dan supitan. Penggunaannya dipadukan dengan pakaian Kebaya Cekak gesper penuh hiasan, slepe, ukel welah sawelit, dilengkapi dengan kokar, cunduk Jungkat, cunduk mentul dengan aksesoris.

3. Dhodhot Ageng Ngumbar Kunca, digunakan saat festival Garebeg Maulud di keraton. P ara putri raja yang sudah menikah mengenakan busana Ngumbar Kunco, konde Ukel Ageng yang dihiasi dengan bunga Banguntulak, dilengkapi dengan borokan, untaian bunga melati, cunduk jungkat, anting-anting berbentuk brumbungan, kalung, gelang, kain batik celup dan dipadukan dengan selendang, ikat pinggang, pending dan slepe.

4. Semekan kancing Wingking, digunakan setiap hari Senin dan Kamis saat menghadap raja. Pakaian ini terdiri dari busana Semakan Kancing Wingking dan pakaian batik pola parang.

5. Pincung Kencong, dikenakan oleh para putri raja yang telah berusia lebih dari 8 tahun sebelum mereka menginjak dewasa. Terdiri dari pakaian celup, mekak, dan Ukel Welah Sawelit dilengkapi dengan kokar cunduk jungkat, cunduk mentul dan perhiasan lengkap.

6. Bedhaya Dhodhot Klembrehan, dikenakan oleh para pembantu wanita dari pejabat tinggi istana selama upacara besar keraton.

7. Kebaya Cekak, digunakan saat mendampingi raja menyambut tamu-tamu penting keraton. para putri raja yang masih lajang dan sedang tumbuh dewasa mengenakan kebaya Cekak yang disulam dengan benang keemas-emasan, dilengkapi dengan konde ukel ageng yang dihiasi dengan daun pandan, mengenakan pakaian batik berpola parang (seperti Parangkusumo), kalung, anting-anting, cunduk jungkat, gelang.

8. Putri Kebaya Panjang, digunakan oleh para putri raja yang sudah menikah. Terdiri dari kebaya Panjang, konde berbentuk ukel ageng banguntulak, dihiasi bunga melati, borokan, aksesoris, dan cunduk jungkat. Busana ini juga digunakan saat upacara pernikahan.

Busana pengantin Putri

Terdiri dari pakaian berwarna merah. Pada bagian luarnya mengenakan dodot pola alas-alasan, konde berbentuk mangkuk terbalik dengan krukup, dihiasi dengan bunga melati berbentuk biji ketimun, cunduk metul, aksesoris, borokan, dan beberapa untaian bunga melati.

Tari

1.       Tari Bedhoyo Ketawang

dipandang sebagai salah satu tarian sakral yang dicipatakan oleh Ratu di antara seluruh makhluk halus. Selain itu juga dipercaya ketika tarian ini ditarikan sang pencipta selalu hadir dan ikut menari. Hanya orang yang peka saja yang dianggap dapat melihatnya. Tarian ini hanya ditarikan saat terjadi acara khusus dan dalam suasana yang sangat resmi. Tari Bedhoyo Ketawang mengisahkan percintaan antara Raja Mataram dengan Ratu Kencanasari.

2.       Tari Srimpi Anglirmendhung

Awalnya dalam tarian ini terdiri dari tujuh penari. Namun atas kehendak Sinuhun Pakubuwana IV dirubah menjadi empat penari. Tarian ini boleh dilakukan kapan saja dan di mana saja. Saat mementaskan tarian ini alat pengiring utamanya adalah kemanak dan tarian ini dilaksanakan dalma tiga babak.

Gamelan

Digunakan untuk mengiringi upacara Kirab Gunungan Sekaten pada bulan Maulid untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW, dari Karaton Kasunanan Surakarta ke Mesjid Agung di Alun-alun Utara. Saat upacara ini, Selama sepekan, Gamelan yang terdiri dari Kyai Guntursaroi dan Gunturmadu dikumandangkan oleh para niyaga (penabuh/pemusik) Karaton dari Bangsal Pradangga di halaman Masjid Agung. Gamelan melambangkan keselarasan dalam hidup.

Ajaran Asthabrata

Ajaran Asthabrata merupakan ajaran hidup yang dianut oleh keraton. Ajaran ini diberikan oleh Rama kepada Wibisana dan merupakan sifat 8 Dewa dan 8 unsur alam yaitu:

-          Sang Hyang Indra adalah dewa hujan yang memberikan kesejateraan

-          Sang Hyang Yama adalah Dewa Kematian yang membasmi perbuatan buruk tanpa pandang bulu

-          Sang Hyang Surya adalah Dewa Matahari yang pelan, tidak tergesa-gesa, sabar, belas kasih, dan bijaksana

-          Sang Hyang Candra adalah dewa Bulan yang selalu berbuat lembut, ramah dan sabar kepada siapa saja

-          Sang Hyang Bayu adalah Dewa Angin yang bisa masuk ke mana saja ke seluruh penjuru dunia tanpa kesulitan

-          Sang Hyang Kuwera adalah Dewa Kekayaan yang ulet dalam berusaha mengumpulkan kekayaan guna kesejahteraan warga masyarakatnya

-          Sang Hyang Baruna adalah Dewa Samudera yang sabar dan berwawasan sangat luas, seluas samudera

-          Sang Hyang Brama adalh dewa Api yang dapat memberikan pelita dalam kegelapan, mampu membasmi musuh dan segala kejahatan

Tembang

-          Walang Kekek

-          Nde Ande Lumut

-          Yen Ing Tawang Ono Lintang

-          Cublak Cublak Suweng

-          Sluku Sluku Batok

-          Yo! Dolanan Dakon

-          Bang Bang Tot

-          Gundul Pacul

-          Abril Aking

-          Gambang Suling

-          Ndok Iyek

-          Kodok Ngorek

-          Padang Mbulan

-          Kidang Talun

Pusaka (Keris)

Pada zaman dahulu pusaka difungsikan sebagai alat membela diri dari serangan musuh dan binatang. Saat ini pusaka hanya digunakan sebagai kelengkapan busana upacara kebesaran saat temu pengantin. Bahkan keris saat ini dihias dengan intan atau berlian pada pangkal hulunya. Sarungnya juga terbuat dari logam yang diukir indah, berlapis emas yang berkilauan.

Batik

Batik merupakan seni lukis dari kain, canthing, dan cairan lilin. Canthing berbentuk seperti mangkuk kecil dnegan pegangan terbuat dari kayu atau bambu. Canthing digunakan untuk menggambar motif batik.

Di lingkungan keraton, batik memiliki kaitan erat dengan tata sopan santun. Pemakaiannya pun harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Motif yang ada pada kain batik juga melambangkan filosofi kehidupan dan memberikan ciri khas seni budaya Jawa.

Baca: 9 Jenis Kopi Lokal Indonesia yang Namanya Telah Mendunia

Baca: 12 Perlengkapan yang Wajib Kamu Bawa Ketika Naik Gunung

  • Raja-Raja #


Paku Buwana VI (1823-1830)

Paku Buwana VII (1830-1858)

Paku Buwana VIII (1858-1861)

Buwana IX (1861-1893)

Paku Buwana X (1893-1939)

Paku Buwana XI (1939-1945)

Paku Buwana XII (1945-2004)

Paku Buwana XIII (2004-sekarang)

Baca: TRIBUNNEWSWIKI: Letnan Jenderal (Purn) Sudharmono SH

Baca: Disney Siapkan Film Live Action yang akan Tayang di 2019-2020, Berikut Daftarnya

  • Tradisi #


Ruwatan

Ruwatan merupakan tradisi tradisional Jawa yang bertujuan pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan di dalam hidupnya. Tradisi ini dilakukan dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita Murwakala.

Bibit-Bobot-Bebet

Tradisi ini digunakan untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan.

Dalam memilih ini, ditentukan dari bibit yang baik, dari jenis (bebet) yang unggul dan yang nilai (bobot) yang berat.

Fatwa itu mengandung anjuran untuk tidak memandang orang melalui apa yang bisa dilihat oleh mata seperti kecantikan dan harta kekayaan. Dua-duanya itu dapat melupakan tujuan “ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang baik.

Mantu

Mantu adalah tradisi adat Jawa dalam rangka menikahkan putra-putrinya. Dalam tradisi ini biasanya di bagian muka rumah pengantin akan di pasang “ tarub “, yaitu hiasan berupa janur kuning, daun kelapa muda yang berwarna kuning. 

Tahun Jawa

Tahun Jawa yang berlaku sekarang ini merupakan perhitungan menurut tahun Saka. Tahun Saka adalahtahun ketika raja Saliwahana (Adji Saka) naik tahta kerajaan. Tahun kenaikan raja tersebut diperingati sebagai tahun 1. Pada saat itu tahun masehi memasuki tahun 78.
Pada saat tahun masehi memasuki 1633, perhitungan tahun Saka disesuaikan dengan tahun Hijriyah (tahun Arab).

Pranoto Mangsa 

Pranata Mangsa adalah peraturan waktu musim. Biasanya digunakan oleh para petani yang didasarkan pada naluri. Tradisi ini turun-temurun dari leluhur yang sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul dan bagaimana uraiannya dalam setahun. Namun tradisi ini tetap dipakai oleh para petani hingga saat ini untuk menentukan masa pertanian. Mulanya, uraian mengenai Pranata Mangsa ini diambil dari sejarah para raja di Surakarta, yang tersimpan di museum Radya-Pustaka.

Jamu

Jamu adalah sebuah ramuan tradisional dari bahan-bahan alami. Biasanya berupa olahan dari bagian dari tumbuhan seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang, dan buah. Jamu mulai ada saat pemerintahan kolonial Belanda. Saat itu jamu muncul sebagai obat alternatif bagi kaum rakyat jelata yang tidak mampu membeli obat.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Yonas)



Nama Keraton Surakarta Hadiningrat
Alamat Baluwarti, Kec. Ps. Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57144
Google Map https://goo.gl/maps/wDArzUrrAamSX3gN6
Website https://karatonsurakarta.com
   


Sumber :


1. pariwisatasolo.surakarta.go.id
2. karatonsurakarta.com


BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved