TRIBUNNEWSWIKI.COM - Rocky Gerung klaim aroma persaingan Jokowi dan PDI-P, sebut tak ada tokoh yang bisa diusulkan menuju Pilpres 2024.
Pengamat Politik Rocky Gerung menyebutkan PDI-P sudah tidak bersama lagi dengan Presiden Joko Widodo.
Sebaliknya, Jokowi pun dianggapnya juga sudah tidak sejalan dengan PDI-P.
Rocky Gerung juga mengklaim PDI-P tidak lagi memiliki tokoh yang bisa diusulkan jadi calon presiden di tahun 2024.
Berdasarkan tayangan Youtube Rocky Gerung Official Jumat (24/1/2020), Rocky Gerung menyebut kalau ada pihak yang surplus kader.
Sayangnya, suprlus itu bukan milik petahana.
"Ada partai besar yang gak ada kader kan, nama Anies, Sandi, AHY masih bunyi, beberapa nama baru juga muncul.
Dan ini bukan partai besar, jadi sialnya di situ, karena itu PDI-P gelisah," kata Rocky Gerung.
Rocky Gerung menyebut, jangan-jangan Jokowi menginginkan partai sendiri lalu mengabaikan investasi PDI-P terhadap dirinya.
"Sebaliknya juga Jokowi beranggapan periode terakhir dia harus tinggalkan legacy untuk membangun power building baru dalam persaingan-persaingan itu," ujarnya.
Bahkan, Rocky Gerung juga menyebut kalau yang ia lihat saat ini bukan PDI-P bersama Jokowi tapi PDI-P bersaing dengan Jokowi.
"Atau minimal Jokowi bersaing dengan PDI-P karena kan Jokowi sudah jadi orang politik, yang dia tahu bahwa dia gak mungkin kuasai PDI-P kan? Dan PDI-P merasa Jokowi belum penuhi semua utangnya, dari 12 menteri cuma dapat sekian, dan soal-soal lain komisaris, jadi banyak," bebernya.
"Jadi yang saya lihat hari ini politik adalah persaingan Jokowi vs PDI-P termasuk di dalamnya kita tempatkan soal Jiwasraya, soal Hasto," tambah Rocky Gerung.
Kemudian Rocky Gerung juga mengatakan kalau rakyat saat ini menunggu momentum kapan persaingan itu betul-betul meledak sebagai problem politik.
"Dalam keadaan semacam itu kita menunggu pimpinan oposisi.
Sialnya pimpinan oposisi juga akan jadi skrup kecil di dalam pengetatan-pengetatan antara Jokowi dan PDI-P," jelasnya.
Kemudian, Hersubeno Arief menanyakan siapa sosok yang tepat untuk jadi oposisi.
"Tidak ada lagi, dan itu bahayanya bagi demokrasi, keresahan publik tidak bisa disarlurkan karena tidak ada figur oposisi.
Pengkritik banyak, pers mengkritik, tapi itu kan orkestrasi ini musti dipimpin oleh figur yang betul-betul punya potensi untuk menghasilkan program alternatif terhadap kemungkinan gagalnya program pemerintah.
Jadi seolah-olah sekarang pemerintah anggap kita nggak akan gagal, oposisi tidak bekerja," ungkapnya lagi.